nusabali

Hukuman Mati Masih Tercantum di KUHP

Sudirta : Jalan Keluar antara Kaum Retentionist dan Abolist

  • www.nusabali.com-hukuman-mati-masih-tercantum-di-kuhp

JAKARTA,NusaBali
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta, SH, MH menegaskan hukuman mati masih tercantum dalam KUHP yang baru disahkan DPR RI.

Keputusan tersebut merupakan jalan tengah dari pendapat pro dan kontra terhadap pengaturan hukuman mati. Hal itu diungkapkan Sudirta saat berbicara sebagai narasumber dalam “Roundtable Discussion-Hukuman Mati di Indonesia; Perkembangan Advokasi Kasus Hukuman Mati dan Kondisi Terpidana Mati di Indonesia Pasca Penetapan KUHP”, di Jakarta, Kamis (2/3).  

Acara diselenggarakan oleh KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan). Selain Sudirta, narasumber lain yang juga hadir di forum tersebut adalah dari Mahkamah Agung, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Kementerian Hukum dan HAM, LBH Masyarakat dan sejumlah penanggap yakni Komnas HAM, Komnas Perempuan, LBH Jakarta, YLBHI, Migrant Care, SETARA Institute dan lainnya.

Sudirta mengatakan, sejumlah aktivis LSM dan HAM menolak hukuman mati. Sementara kelompok lain tetap mendesak diaturnya hukuman mati atas kejahatan tertentu, seperti gembong narkoba, kejahatan terhadap perempuan, kejahatan terhadap kemanusiaan dan HAM, sampai terorisme.

Kata dia, pengaturan pidana mati dalam KUHP saat ini, merupakan jalan terbaik yang  mengakomodasi seluruh kepentingan dan pandangan tentang relevansi hukuman mati, sebagaimana diatur dalam Pasal 67, 98, 99 100, 101 KUHP.

“Pidana mati lebih tepat jika dikeluarkan dari kelompok pidana pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 65 KUHP, diatur secara khusus atau bersyarat, sebagaimana menjadi pidana yang selalu diancamkan secara alternatif,” kata advokat senior sambil menggeber isi dari pasal-pasal yang mengatur hukuman mati tersebut.

Disebutkan Sudirta, dalam KUHP terdapat upaya menempatkan pidana mati terlepas dari paket pidana pokok, namun diancamkan dengan persyaratan, sehingga masuk dalam sanksi pidana khusus atau alternatif.

“Pengaturan ini merupakan kompromi atau sebagai jalan keluar antara kaum retentionist dan abolist. Ini berarti bahwa pidana mati merupakan pidana perkecualian. Hakim harus memberikan pertimbangan yang sungguh-sungguh dan hati-hati sebelum menjatuhkan pidana mati, sebagaimana diatur dalam KUHP,” ujar Anggota DPD RI dapil Bali periode 2004-2009 dan 2009-2014 ini.

Menurut data yang diungkap Sudirta, dalam penelitian tentang hukuman mati di 74 negara, ditemukan fakta bahwa sekalipun sebagian besar tetap mempertahankan pidana mati, tetapi berbagai macam alat hukum diatur untuk lebih memanusiawikan pidana mati. Hampir semua negara mempertahankan pidana mati memiliki persyaratan-persyaratan yuridis, yang mengatur hak-hak dari terpidana untuk minta peninjauan kembali, meminta pengampunan, perubahan pidana dan penangguhan pidana mati. Hal ini kemudian memperoleh penguatan yakni dengan keluarnya Resolusi Sidang Umum PBB Nomor 35/172.*nat

Komentar