nusabali

Epic Comeback! Abian Kapas Tengah Kembali Ikuti Lomba Ogoh-Ogoh, Pernah Sandang Juara 2 Provinsi

  • www.nusabali.com-epic-comeback-abian-kapas-tengah-kembali-ikuti-lomba-ogoh-ogoh-pernah-sandang-juara-2-provinsi
  • www.nusabali.com-epic-comeback-abian-kapas-tengah-kembali-ikuti-lomba-ogoh-ogoh-pernah-sandang-juara-2-provinsi
  • www.nusabali.com-epic-comeback-abian-kapas-tengah-kembali-ikuti-lomba-ogoh-ogoh-pernah-sandang-juara-2-provinsi
  • www.nusabali.com-epic-comeback-abian-kapas-tengah-kembali-ikuti-lomba-ogoh-ogoh-pernah-sandang-juara-2-provinsi

DENPASAR, NusaBali.com – Sekaa Teruna Dharma Cita dari Banjar Abian Kapas Tengah, Desa Adat Sumerta, Denpasar Timur comeback pada ajang lomba ogoh-ogoh setelah vakum sejak 2020 pasca menyandang Juara 2 Provinsi Bali.

Pada saat itu, ST Dharma Cita hadir dengan konsep percintaan bertajuk Katattwaning Semara Reka. Berselang tiga tahun kemudian yaitu tahun ini, konsep berbinar itu digantikan nuansa yang lebih gelap yakni ogoh-ogoh berwujud raksasa penguasa waktu.

Ogoh-ogoh yang digarap ST Dharma Cita mengusung konsep big size dengan paduan teknologi. Tajuk yang diangkat adalah Kala Maya Tattwa yang terinspirasi dari naik turun kehidupan di Kota Denpasar sejak sebelum pandemi hingga di masa sekarang.

Undagi (arsitek) Kala Maya Tattwa sekaligus Wakil Ketua ST Dharma Cita, Dwiaga Yogiswara, 23, memaparkan dinamika naik turun kehidupan itu divisualisasikan ke dalam bentuk Sang Maha Kala. Sosok ini adalah penguasa waktu yang digambarkan sebagai raksasa kejam dan tidak bisa dilawan.

“Kala Maya Tattwa ini adalah penggabungan filosofi. Ada Kala yang berarti penguasa waktu. Kemudian ada Maya Tattwa, di mana filosofi itu antara ada dan tiada (semu) namun sebenarnya melekat bersama waktu,” tutur pemuda yang akrab disapa Aga ketika dijumpai di sela penggarapan pada Minggu (26/2/2023) malam.

Jelas Aga, Maya Tattwa itu divisualisasikan ke dalam bentuk catur bekel atau empat bekal dalam kehidupan yakni suka, duka, lara, dan pati (mati). Catur bekel ini bersifat maya dan tidak kekal antara ada dan tiada tetapi selalu menemani manusia menelusuri lorong waktu.

Foto: Undagi Kala Maya Tattwa, Dwiaga Yogiswara. -WAYAN

Meskipun Sang Kala sangat kejam dan tidak bisa dilawan, manusia bisa menyiasatinya. Caranya adalah berdamai dengan kala atau waktu itu sendiri. Bisa dimulai dengan menghargai waktu dan menjalaninya dengan konsekuen pada setiap detiknya.

“Filosofi ini bisa dirasakan sebelum pandemi. Pada saat itu kita merasa senang (suka) tapi kemudian pandemi kita berduka dan lara. Oleh karena itu, filosofi ini mengajarkan bahwa ketika kita senang jangan terlalu karena itu tidak kekal, masih ada duka, lara, dan pati yang mendampingi,” beber Aga.

Catur bekel ini divisualisasikan dengan empat wajah yang menggambarkan keempat hal tersebut. Keempat wajah tersebut dipegang oleh Sang Maha Kala bertangan enam setinggi 5 meter dengan lebar 4,5 meter.

Ungkap Aga, ogoh-ogoh berbobot kurang dari satu ton dengan tapel (topeng) utama sebadan orang dewasa ini didesain bergerak dengan teknologi hidrolik. Terdapat tiga titik pergerakan utama yang dirancang yakni tumit, lutut, dan pinggang.

Pergerakan Kala Maya Tattwa dibuat dari posisi menunduk menjadi ngagem atau berpostur tegak. Selain itu, akan ada gerakan minor di beberapa titik seperti kepala dan aksesoris cakranya. Aga menuturkan bahwa gerakannya akan dibuat bertahap lantaran kendala teknis namun secara tidak langsung juga membawa makna bahwa perubahan perlu proses.

Ogoh-ogoh yang bergerak semacam ini biasanya menitikberatkan pada tampilan tapel sedangkan anatomi lain ditutupi agar sekat hidrolik tidak terlihat. Namun Aga dan kawan-kawan ingin bereksperimen untuk membuat ogoh-ogoh hidrolik yang mengekspos anatomi.

“Kami ingin mencoba untuk memperlihatkan anatominya meskipun ada pergerakan hidrolik. Kami mau mencoba. Entah bagaimana nanti hasil akhirnya silakan ditunggu,” tegas undagi ogoh-ogoh dengan latar belakang Desain Komunikasi Visual.

Akan tetapi, tantangan terberat dalam menggarap Kala Maya Tattwa ini ada pada hidrolik atau konsep bergeraknya itu sendiri. Sebab, garapan dengan hidrolik ini merupakan yang pertama bagi ST Dharma Cita yang sebelumnya hanya membuat ogoh-ogoh statis.

Sejauh ini sudah 8 lonjor besi yang dihabiskan untuk membuat rangka. Sedangkan untuk anyamannya sudah menghabiskan 20 batang bambu dan 10 kilogram rotan. Beberapa bahan alami yang bakal digunakan diambil dari pelepah pisang untuk pelengkap payasan (aksesoris) dan tekstur dahan jepun untuk gagang senjata.

Foto: Aditya Arimbawa, Ketua ST Dharma Cita. -WAYAN

Sementara itu, Ketua ST Dharma Cita Aditya Arimbawa, 23, menjelaskan bahwa dana yang dihabiskan untuk menggarap Kala Maya Tattwa sudah mencapai Rp 40 juta. Pembengkakan biaya ini diantisipasi hingga Rp 56 juta.

“Biaya yang cukup fantastis ini dikarenakan alat hidrolik dan rangka besinya itu menelan biaya cukup besar yakni Rp 20 juta. Belum lagi persiapan fragmen parade yang kami anggarkan sebesar Rp 5 juta,” ungkap Aditya ketika dijumpai dalam kesempatan yang sama.

Namun demikian, totalitas dalam penggarapan tetap dikedepankan bersama anggota ST yang bermarkas di Jalan Nusa Indah atau tidak jauh dari Taman Budaya Bali (Arts Center) Denpasar ini.

Beber Aditya, meski hanya kurang dari 10 orang yang datang membantu pada hari-hari kerja, proses penggarapan pada akhir pekan dapat dimaksimalkan karena lebih banyak anggota yang hadir.

“Semangat kami supaya dapat berpartisipasi baik itu di tingkat kota maupun provinsi. Harapan besarnya mampu memeroleh juara,” tandas Aditya. *rat

Komentar