nusabali

Krama Desa Adat Banyuasri Gerudug MDA Buleleng

  • www.nusabali.com-krama-desa-adat-banyuasri-gerudug-mda-buleleng
  • www.nusabali.com-krama-desa-adat-banyuasri-gerudug-mda-buleleng

Keputusan MDA Bali yang menyatakan proses pemilihan Kelian Desa Adat Banyuasri tidak sah dan mencabut sanksi kasepekang 11 krama desa memicu protes krama Desa Adat Banyuasri.

SINGARAJA, NusaBali
Sebanyak 180 orang krama Desa Adat Banyuasri mendatangi Kantor Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Buleleng, Kamis (23/2) pagi. Ratusan krama itu datang untuk memprotes keputusan MDA Provinsi Bali yang menganulir proses ngadegang (pemilihan) Kelian Desa Adat Banyuasri 2022-2027 yang dilaksanakan 13 Februari 2022.

Krama desa berjalan kaki diiringi baleganjur menuju Kantor MDA Buleleng yang berjarak kurang lebih satu kilometer. Penyampaian aspirasi krama pun dituangkan dalam tiga buah spanduk yang dibawa rombongan. Mereka kemudian berorasi dan menyampaikan 4 poin pernyataan sikap kepada MDA Buleleng.

Poin pertama krama Desa Adat Banyuasri keberatan dan menolak seluruh hasil keputusan Sabha Kerta MDA Provinsi Bali yang menganggap proses pemilihan kelian desa tidak sah, karena tidak sesuai ketentuan. Sebaliknya menurut krama, proses pemilihan melalui perwakilan dadya, sudah sesuai dengan Pararem Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Ngadegang Kelian Desa dan Prajuru Adat. Pararem itu pun  disetujui oleh MDA Bali dan terdaftar di Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (PMA) Bali.

Poin kedua, krama tetap mengakui dan menolak pengunduran diri Nyoman Mangku Widiasa sebagai Kelian Adat terpilih aklamasi untuk periode 2022-2027. Krama pun meminta kepada Nyoman Mangku Widiasa dengan hormat untuk menyelesaikan tugas dan amanat memimpin Desa Adat Banyuasri dengan atau tanpa SK Pengangkatan atau pengakuan dari MDA.

Selanjutnya poin ketiga, krama menolak untuk mencabut Keputusan Prajuru Desa Adat Banyuasri yang memberikan sanksi kasepekang (pengucilan) terhadap sebelas orang krama desa yang dinilai melanggar awig-awig dan pararem desa adat tentang pemilihan kelian desa adat.

Sebelas krama ini kasepekang diputuskan dalam paruman desa juga bukan hanya karena mereka membawa kasus internal ke MDA Provinsi, tetapi karena pertimbangan terhadap track record perilaku yang bersangkutan. Poin terakhir, krama memberikan waktu kepada MDA Bali datang ke Desa Adat Banyuasri dalam waktu sepekan untuk menyelesaikan persoalan ini.

Keputusan Sabha Kerta MDA Bali disebut menimbulkan kekisruhan dan kondisi tidak stabil di masyarakat. Krama pun mengaku akan datang kembali ke MDA Buleleng dengan masa lebih banyak jika hal tersebut tidak dipenuhi.

Salah seorang krama Made Agus Partama Putra  menyebut yang memicu keberatan krama desa adalah keputusan MDA Bali yang menyatakan proses pemilihan Kelian Desa Adat Banyuasri tidak sah dan mencabut sanksi kasepekang 11 krama desa. Menurutnya seluruh keputusan itu harus diputuskan melalui hasil paruman desa.

“Kami krama sepenuhnya memahami konsekuensi atas penolakan keputusan Sabha Kerta MDA Bali. Baik itu tidak mendapat SK pengakuan dari MDA termasuk mungkin berdampak pada penghentian Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali itu semua sudah kami sadari betul dan akan kami terima. Ini kami lakukan untuk menegakkan harkat dan martabat otonomi desa adat,” ucap Agus Partama.

Sementara itu Patengen Madya MDA Buleleng Ketut Indra Yasa yang menerima langsung aspirasi krama mengatakan, akan menyampaikan aspirasi itu kepada Bandesa Madya MDA Buleleng, Dewa Putu Budarsa. “Aspirasi sudah saya terima, dan saya akan sampaikan pada pucuk pimpinan. Itu pun saya terima karena ada petunjuk dari pimpinan,” jelas dia. *k23

Komentar