nusabali

Pentingnya Yowana Hindu Masa Kini Memahami Sastra

  • www.nusabali.com-pentingnya-yowana-hindu-masa-kini-memahami-sastra

MANGUPURA, NusaBali.com – Sangat penting bagi yowana Hindu Bali untuk memahami sastra agama. Sebab, di tengah pemikiran yang diguncang modernitas, nilai leluhur harus tetap dijaga.

Yowana sebagai generasi masa kini sering mempertanyakan segala sesuatu soal ritual dan kebenaran kisah yang diwariskan leluhur. Hal ini merupakan awal yang sangat baik untuk mengurangi generasi Hindu yang ‘anak mula keto’.

Oleh sebab itu, yowana yang suka penasaran dan mencari tahu sebab akibat dalam ritual agama Hindu seharusnya dapat menjadi generasi Hindu yang lebih berkualitas. Di samping itu, juga bisa menjadi pencerah pemahaman sastra kepada generasi sebaya.

Ritual yang didasari atas keyakinan dan kebiasaan turun temurun memang baik. Namun akan lebih baik apabila ritual itu didasarkan atas pemahaman sastra. Sebab, dengan cara memahami sastranya, ritual itu menjadi satwika dan tidak lagi pada tatanan tamasika yadnya.

AA Gede Agung Rahma Putra, 35, salah satu tokoh seni dan budaya yang juga yowana Hindu asal Desa Adat Kapal, Mengwi berpesan bahwa jangan sampai modernitas merusak tatanan warisan leluhur.

“Warisan dan sastra leluhur itu memiliki simbol dan makna tersendiri yang dapat dibuktikan secara ilmiah. Inilah mengapa penting bagi yowana untuk memahami sastra,” tutur Gungde Rahma ketika dijumpai dalam sebuah kesempatan di Puspem Badung belum lama ini.

Bukti bahwa simbol-simbol dalam ritual itu sangat ilmiah dapat dilihat dari kegiatan yadnya yang dekat dengan diri sendiri. Misalnya adanya unsur bawang merah, kesuna (bawang putih), dan garam pada segehan.

Ada pula yang lebih spesifik yakni terdapat kesuna dan jangu (jeringau) dalam ritual api pamrakpak atau mabuu-buu pada saat sandikala sehari sebelum Hari Suci Nyepi.

Sejumlah perlengkapan yadnya tersebut merupakan rempah yang memiliki kandungan tertentu. Kandungan ini dapat dibuktikan secara ilmiah. Sebab, kesuna sendiri mempunyai kandungan sulfur aktif. Apabila zat ini berinteraksi dengan air liur maka akan menghasilkan senyawa alisin.

Senyawa alisin ini bersifat antibakteria. Selain itu, jangu sendiri memiliki kandungan antioksidan. Di lain sisi, kedua rempah ini digunakan pada ritual api pamrakpak tatkala mabuu-buu berkeliling rumah untuk menetralisir energi bhutakala agar tidak menganggu saat Nyepi.

“Ini sangat berkaitan. Baik kesuna dan jangu ini berfungsi seperti disinfektan alami. Virusnya itu diumpamakan bhutakala. Sedangkan kesuna dan jangu ini dikuyah kemudian disemburkan ke api pamrakpak agar mampu menetralisir energi bhutakala,” ungkap lulusan Doktor Penciptaan Tari ISI Surakarta ini.

Dilihat dari kandungannya itu, tentu ritual yang dilakukan ini juga bermanfaat bagi tubuh si pelaku ritual. Oleh karena itu, Gungde Rahma percaya bahwa tradisi dan ritual yang diwariskan leluhur tidak semata-mata aktivitas atau gerak-gerik tanpa makna dan tanpa dampak nyata.

Jelas Gungde Rahma, karena hal ini pulalah sangat penting bagi yowana sebagai generasi penggerak adat, agama, dan budaya di zaman modern memahami sastra. Dan di saat yang sama pikiran ilmiah itu dipadukan dengan warisan yang ada, entah itu diteliti, diperkuat, dan direlevansikan.

“Warisan, tradisi, ritual, dan prosesi itu bukan sekadar pertunjukan, upacara, atau formalitas. Tradisi itu diwariskan oleh leluhur agar kita mampu bersinergi dan harmonis dengan alam,” ujar warga Puri Muncan Kapal.

Menurutnya, sastra mungkin memang dibuat oleh manusia. Namun, manusia yang seperti apa mampu membuat sastra yang sekompleks itu.

Tidak lain adalah manusia yang terpilih untuk diwahyukan pengetahuan sejati oleh Tuhan. Entah itu melalui pendengaran yang menghasilkan Weda Sruti atau melalui buah pemikiran untuk mengulas Weda oleh manusia-manusia terpilih yang membuahkan Weda Smerti. *rat

Komentar