nusabali

Gokil! Ogoh-Ogoh Ramah Lingkungan Ini Menggunakan Kulit Nangka

  • www.nusabali.com-gokil-ogoh-ogoh-ramah-lingkungan-ini-menggunakan-kulit-nangka

DENPASAR, NusaBali.com - Berangkat dari kecemasan permasalahan pencemaran terhadap lingkungan, ST Adhi Kusuma, Banjar Tegal Kuwalon, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur menuangkan ide kreatifnya melalui media ogoh-ogoh.

Menyambut Nyepi Tahun Baru Saka 1945 mendatang, pemuda dari ST Adhi Kusuma, Banjar Tegal Kuwalon sepakat membuat ogoh-ogoh dengan bahan organik dan ramah lingkungan.

“Bukan kali pertama kami menggunakan bahan organik dalam proses pembuatan ogoh-ogoh. Tahun lalu juga sudah kami lakukan,” kata Ketua ST Adhi Kusuma, Putu Gede Muna Darma Sudita. 

Bedanya, kata Darma tahun sebelumnya pihaknya menggunakan gedebog (batang pisang, Red) yang mereka jemur dan dijalin kemudian hasilnya dililitkan pada tubuh ogoh-ogohnya. Tahun ini, pihaknya sepakat membuat ide yang lebih gila lagi dengan mengombinasikan kulit nangka sebagai kulit luar dari ogoh-ogohnya.

Ia percaya, tekstur ogoh-ogoh dari kulit nangka sangatlah unik dan orang lain akan jarang orang menggunakan bahan kulit nangka karena dalam prosesnya yang susah dan ribet untuk menempel kulit nangka menjadi bagian kotak-kotak ke tubuh ogoh-ogoh. 

“Kami menemukan ide itu karena melihat buah nangka yang memiliki kulit bertekstur atau bergerigi. Di sini ada tingkat kesulitan yang bisa menjadi poin penting dari pembuatan ogoh-ogoh ini. Jadi kita tertarik untuk menggunakannya sebagai bahan sebagai pembuatan ogoh-ogoh khususnya di bagian badan raksasanya,” ujar Darma saat ditemui di lokasi, Minggu (5/2/2023) malam.

Proses pengumpulan kulit nangka pun dimulai sejak pecan lalu dengan memanfaatkan warung-warung dan penjual olahan lawar di sekitar lingkungan Banjar. Setelah mendapatkan beberapa kulit nangka, Darma menerangkan terlebih dahulu pihaknya membuat proses uji coba. 

Awal-awal mereka menjemur seluruh kulit nangka yang didapat. Sayangnya, kulit nangka tersebut tidak awet sehingga membusuk dan berjamur setelah 2 atau 3 hari tahap penjemuran. 

Ia dan seluruh rekannya pun tak menyerah, melainkan harus memutar otak untuk mencari tahu alternatif lainnya.

Sehingga formula yang pas pun mereka dapatkan untuk menjaga kulit nangka agar lebih awet dan tidak berjamur. Cara tersebut yakni dengan mengeringkan kulit nangka menggunakan oven dan juga menyangrai kulit nangka di atas wajan panas.

“Melihat juga kondisi sekarang di bulan Februari ini sudah mulai musim hujan, maka kita akalkan dengan menggunakan oven dan juga teknik sangrai,” terangnya.

Teknik pengeringan sudah mereka dapatkan, sehingga pencarian kulit nangka dalam jumlah banyak pun mulai dilakukan. Mulai dari mencari di pedagang nangka di sejumlah pasar di Denpasar seperti Pasar Badung dan juga Pasar Cokroaminoto yang melibatkan seluruh pemuda ST Adhi Kusuma untuk bergotong royong mencari kulit-kulit nangka.

Hanya saja, banyak kulit nangka yang digunakan tidak dapat ia prediksi jumlahnya. Namun untuk ogoh-ogoh yang mereka garap memiliki dua wujud manusia dan satu wujud raksasa dengan tinggi 3,5 meter dan lebar 4 meter. 
“Jumlah berat kulit nangka yang kita gunakan sebenarnya tidak pernah kita hitung berapa kilogram, karena kita biasanya pakai per hari bisa empat keranjang besar. Belum lagi ada yang busuk karena tidak semua ter-sangrai dan ter-oven sempurna,” jelasnya.

Dalam proses pembuatan ogoh-ogoh tersebut, semua dilakukan di Banjar yang digarap oleh semua pemuda dan juga turut dibantu oleh para pemudi. Sehingga, Darma yakin dengan pembuatan ogoh-ogoh berbahan organik ini bisa menjadi salah satu sarana agar para pemuda pemudi berkumpul dan bergotong royong.

Setelah seluruh kulit nangka mengering secara sempurna, tahap selanjutnya  adalah pemasangan kulit nangka satu persatu pada bagian ogoh-ogoh. Pemasangan kulit nangka tersebut menggunakan dua lem yaitu lem rajawali sebagai lapisan pertama dan akan ditambah dan dikuatkan dengan menggunakan lem G. Terakhir, kulit nangka yang sudah ditempel pada bagian ogoh-ogoh akan diberikan cairan pelapis. 

“Gunanya untuk mencegah terjadinya pembusukan di kemudian hari apabila terjadi. Tetapi kita akan kembali lihat perkembangannya ini selama 1 minggu, apakah akan baik-baik saja selama satu minggu tanpa pelapis atau bagaimana,” tuturnya.

Biaya dalam proses pembuatan ogoh-ogoh ini didapat dari 3 sumber, yakni sumber uang kas pemuda sebesar Rp 20 jutaan, sumbangan sukarela dari masyarakat banjar, dan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemerintah Kota Denpasar. 

Belum memiliki judul untuk ogoh-ogohnya, Darma menceritakan konsep ogoh-ogohnya menceritakan realita yang sering ditemui pada kehidupan zaman sekarang. Dimana manusia saat ini sering bersifat angkuh nan sombong yang di percaya karena pengaruh sikap buta kala (raksasa).

“Harapan saya untuk para pemuda dan pemudi khususnya, bukan hanya di ST Adhi Kusuma saja tetapi untuk seluruh sekaa teruna teruni di Bali, agar pemuda-pemudinya bisa ikut aktif dalam berbagai kegiatan seperti pembuatan ogoh-ogoh. Jangan hanya 4 atau 5 orang saja yang datang, namun buatlah secara gotong royong,” harapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kelian Adat Banjar Tegal Kuwalon, Desa Sumerta Kaja, Denpasar Timur, Alit Wijana sangat mengapresiasi kerja keras dan kreativitas pemuda pemudinya dalam pembuatan ogoh-ogoh tahun ini. 

“Saya mengapresiasi kerja keras pemuda khususnya dalam berkreativitas tanpa batas. Harapannya agar semua pemuda di Kota Denpasar dapat berkreativitas untuk mendukung program pemerintah mengenai ogoh-ogoh dengan kategori ramah lingkungan. Sehingga saya sebagai masyarakat sangat mendukung dan turut ingin melestarikan serta dapat membantu meminimalisir penggunaan bahan ramah lingkungan seperti styrofoam,” pungkasnya. *ris


 




Komentar