nusabali

Perayaan Cap Go Meh di Kelenteng Caow Eng Bio Pikat Warga Sekitar

  • www.nusabali.com-perayaan-cap-go-meh-di-kelenteng-caow-eng-bio-pikat-warga-sekitar

MANGUPURA, NusaBali.com – Pukulan alat musik tambur dan ceng simbal terdengar bergema di seluruh ruang Kelenteng Caow Eng Bio, Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung pada Minggu (5/2/2023) malam.

Dalam rangka Perayaan Cap Go Meh atau hari kelima belas dari Tahun Baru Imlek, Kelenteng Caow Eng Bio menggelar berbagai kegiatan hiburan. Salah satunya atraksi barongsai dan liong persis di halaman depan Kelenteng. 

Suara musik yang asyik pun mampu menarik telinga siapa saja yang penasaran ada gelaran apa malam ini. Semakin kencang musik dimainkan, nampak semakin ramai pula para warga yang menyesaki lokasi gelaran yang diadakan satu tahun sekali ini.

“Antusias warga yang menonton sangat banyak sekali, bahkan dari seluruh umat pun berkumpul. Prediksi saya ada sekitar 950 orang yang hadir hari ini. Maka dari itu setiap ada upacara di sini kita usahakan ada pagelaran atau hiburan. Sehingga masyarakat di sini bisa senang dan terhibur, bukan untuk kepentingan kelenteng saja,” ujar Ketua Pengurus Klenteng Caow Eng Bio, I Made Juanda Aditya, Minggu (5/2/2023) malam.

Ia menjelaskan, perayaan Cap Go Meh tahun ini dibuka pada Jumat (3/2/2023) secara simbolis dengan atraksi Barongsai dan Liong dari Mutiara Naga, Griya Kongco Dwipayana Tanah Kilap dan kemudian dilanjutkan dengan pertunjukkan Wayang Potehi dari Fo Ho An asal Surabaya. 

Namun, tepat di hari Cap Go Meh pada Minggu (5/2/2023), perayaan diawali dengan persembahyangan bersama pada pukul 11.00 Wita yang dilakukan oleh para pengurus beserta anggota dari Kelenteng Caow Eng Bio. 

Setelah pelaksanaan ibadah selesai oleh para anggota, pelaksanaan ibadah akan dilanjutkan oleh seluruh umat yang ingin beribadah hingga pukul 24.00 Wita.

“Setelah para pengurus dan anggota sembahyang, kita ada makan bersama Lontong Cap Go Meh yaitu tradisi kita. Jadi setelah sembahyang kita sajikan lontong Cap Go Meh. Saat sore hari baru kita mengadakan ritual persembahyangan Cap Go Meh, detik-detik penutupan hari raya Imlek,” jelasnya.

Perayaan semakin semarak ketika kembang api dihidupkan. Apalagi dibarengi pula dengan atraksi barongsai sedang mengambil angpao yang digantung tinggi di tengah pintu masuk Kelenteng Caow Eng Bio. 

Angpao itu pun kata dia memiliki simbol pemberi berkah dan sengaja digantung di atas agar skill barongsai terlihat. Berbeda dari jenis barongsai pada umumnya, Juanda menerangkan Barongsai yang dipakai adalah Barongsai sakral yang tidak boleh dipertontonkan. 

“Hanya saja karena mereka percaya dengan kelenteng ini, mereka yakin bahwa tidak ada masalah dan ‘Beliau’ yang berstana di sini akan senang,” ungkapnya. 

Tak hanya itu, lampion-lampion yang menghiasi seluruh atap Kelenteng pun akan terus dihidupkan sampai tahun depan perayaan Imlek akan dilangsungkan kembali. Lanjut Juanda, menurut epercayaan China dari lampion yang terus dihidupkan adalah sebagai simbol penerangan.

“Kepercayaan kita di China lampion itu adalah penerangan, jadi perjalanan hidup kita itu agar tidak gelap dan selalu ada jalan atau tidak di tutup arah jalan rezeki kita,” ungkapnya.

Gelaran yang telah disiapkan selama kurang lebih 3 minggu dengan sukses, tentu menjadi tantangan untuk Juanda bisa berkreasi lebih kreatif di tahun depan. Kurang lebih menjabat sekitar 20 tahun sebagai Ketua Pengurus Kelenteng, tahun depan ia ingin fokus untuk berbaur antar umat beragama yakni dengan mengagendakan perayaan Tahun Baru Imlek bersama.

“Saya sudah agendakan gelaran Imlek bersama yakni berbaur dengan semua kelenteng yang ada di Bali. Nanti kita akan undang seluruh perwakilan pengurus untuk mengadakan Imlek bersama di satu tempat kelenteng. Tahun berikutnya akan kita ubah lagi tempat kelenteng yang akan kita gunakan. Hal ini agar ada kedekatan umat dengan berbagai kelenteng di Bali,” terangnya.

Ia pun berharap gelaran wayang China atau wayang Potehi akan terus dipertunjukkan saat perayaan tahun baru Imlek atau perayaan Cap Go Meh karena ini merupakan sebuah tradisi. Selain itu, ia turut berharap seluruh umat dapat bersembahyang dengan nyaman dan aman.

“Kalau umat sudah tidak nyaman bagaimana mereka akan sembahyang. Agar tidak ada konflik di tempat ibadah itu, kita berharap ke depannya kita selaku pengurus harus lebih bijaksana dalam menangani semua umat karena mereka memiliki karakter yang berbeda-beda. Maka dari itu kita selaku umat bijaklah dalam bersembahyang di tempat ibadah,” pungkasnya. *ris

Komentar