nusabali

Bendesa Adat di Badung Beradu Orasi, Dialetika Bahasa Bali Baku Jadi Tantangan

  • www.nusabali.com-bendesa-adat-di-badung-beradu-orasi-dialetika-bahasa-bali-baku-jadi-tantangan
  • www.nusabali.com-bendesa-adat-di-badung-beradu-orasi-dialetika-bahasa-bali-baku-jadi-tantangan
  • www.nusabali.com-bendesa-adat-di-badung-beradu-orasi-dialetika-bahasa-bali-baku-jadi-tantangan

MANGUPURA, NusaBali.com – Masih serangkaian wimbakara Bulan Bahasa Bali V, Bendesa Adat di Kabupaten Badung beradu orasi berbahasa Bali alias mapidarta pada Sabtu (4/2/2023) di Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung.

Meskipun hanya diikuti oleh 9 dari 10 perserta yang mendaftar, ajang ini menjadi sangat bergengsi. Sebab, sudah dua kali berturut-turut wakil dari Kabupaten Badung berhasil menjadi juara pertama di tingkat provinsi.

Dua wakil sebelumnya yang berhasil meraih jayanti dalam wimbakara ini adalah Bendesa Adat Mengwitani I Putu Wendra pada tahun 2021. Kemudian disusul oleh Bendesa Adat Blahkiuh I Gusti Agung Ketut Sudaratmaja pada tahun berikutnya.

Kepala Bidang Sejarah Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, Ni Nyoman Indrawati, 48, menuturkan bahwa keberadaan wimbakara ini tidak terlepas dari peran krusial seorang bendesa. Kata Indrawati, bendesa menjadi ujung tombak pelestarian bahasa, aksara, dan sastra Bali.

“Seorang bendesa menjadi teladan dan penyambung lidah warganya. Bendesa wajib menguasai, mengetahui, dan melestarikan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra Bali,” tutur Indrawati ketika dijumpai di sela-sela acara.

Mantan Kepala Seksi Pengembangan Sastra dan Kepusatakaan ini menyebutkan tingkat partisipasi peserta dalam wimbakara ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Sejak diadakan pada tahun 2020, peserta sejumlah empat bendesa pada saat itu kini mencapai 10 bendesa dan prajuru adat.

Meskipun dinilai masih belum mencapai target 18 peserta atau tiga wakil dari masing-masing kecamatan, tren peningkatan partisipasi ini patut disyukuri. Imbuh Indrawati, pada tahun ini peserta tidak diharuskan berstatus bendesa adat melainkan bisa diwakilkan prajuru desa adat.

Mobilitas dan tanggung jawab tinggi seorang bendesa mengurus dinamika adat menjadi pertimbangan atas keputusan ini. Sebab, apabila dibuat saklek, tingkat partisipasinya bakal semakin menurun.

“Boleh diwakilkan oleh prajuru desa adat atau kelian adat, misalnya. Karena pada dasarnya mereka sama-sama pemimpin adat. Kalau bendesa itu, kami tahu mobilitasnya tinggi mengurus upacara dan permasalahan adat,” tegas Indrawati.

Meskipun demikian, tidak sedikit bendesa yang terjun langsung mewakili desa adat masing-masing. Apabila bukan bendesa yang tampil, desa adat akan mengeluarkan surat keputusan pendelegasian tugas kepada pihak yang berkompeten sekaligus masih bagian dari prajuru, seperti contohnya Patajuh Desa Adat Peminge, Kelurahan Benoa, Kuta Selatan.

I Wayan Suartawan, 50, adalah Wakil Bendesa atau Patajuh Desa Adat Peminge. Selain karena sang bendesa sibuk mengurusi permasalah adat, alasan lain pria yang akrab disapa Wayan Candra ini ditunjuk mewakili desa adalah hobi seninya.

Sejak di bangku sekolah dasar, Wayan Candra sudah aktif menekuni bidang dharma wacana dan masatua Bali. Maka tidak heran, pria yang juga sosok penari ini tampil lepas dengan nada suara yang rapi saat tampil membawakan materi pidarta.

“Hanya saja, kalau generasi saya ini disuruh tampil, tantangannya itu soal hafalan naskah. Dulu dua, tiga hari mungkin sudah hafal tapi sekarang agak susah,” sebut Wayan Candra.

Foto: I Wayan Suartawan alias Wayan Candra, Patajuh Desa Adat Peminge saat tampil. -NGURAH RATNADI

Walaupun sudah sering tampil di hadapan krama sebagai pragina dan prajuru, Wayan Candra ternyata masih merasakan grogi. Menurutnya, hal itu wajar karena mental dan tubuh sedang menyesuaikan diri.

Sebagai bagian dari organisasi adat, Wayan Candra menyambut baik keberadaan wimbakara yang melibatkan prajuru desa adat semacam ini. Sebab, sebagai seorang pemimpin adat sudah semestinya memahami uger-uger dan sor-singgih basa.

Sementara itu, dewan juri menyatakan puas dengan penampilan para peserta yang cukup antusias meskipun ada satu peserta tidak hadir karena alasan kesehatan. Setelah dewan juri melihat penampilan peserta, ditemukan satu kekurangan yang perlu ditingkatkan oleh seluruh peserta.

Kata salah satu juri, Drs I Nyoman Putra Suarjana MSi, 61, kondisi masyarakat Kabupaten Badung yang bukan merupakan penutur dialektika standar atau baku menjadi tantangan tersendiri. Kata Suarjana, dialektika adalah ragam bahasa yang berkembang pada suatu komunitas, salah satunya terlihat dari ragam pengucapan kosa kata.

“Dialektika standar itu sederhananya seperti ini. Bagaimana kata itu ditulis maka demikian pula kata itu diucapkan. Namun dialektika di Badung tidak seperti itu,” cetus alumni Jurusan Bahasa Bali, Fakultas Sastra (Ilmu Budaya), Universitas Udayana.

Jika disebut dengan istilah populer, masyarakat Badung sering disebut sebagai penutur bahasa ‘nungkak’ (tidak tuntas). Sebab, dalam pengucapan kosa kata, ada saja bunyi huruf yang dihilangkan.

Misalnya kata ‘bapané’ diucapkan ‘bapaé’. Kemudian kata ‘malénan’ dihilangkan akhirannya (-an) namun suara é diucapkan lebih panjang. Contoh lainnya adalah frasa ‘tusing saja kéto’ akan lumrah diucapkan di Badung dengan ‘aing ja kéto’.

Dikarena kebiasaan menggunakan dialektika ‘basa nungkak’ ini, peserta perlu lebih banyak belajar ketika dihadapkan pada naskah pidarta yang menggunakan dialektika standar. Walaupun demikian, dewan juri memuji ragam sor-singgih basa yang sudah dikuasai oleh semua peserta.

“Yang terpenting dalam ajang ini adalah aspek pelestarian bahasa, aksara, dan sastranya. Kalau berlomba, menang dan kalah itu sudah biasa. Siapa pun yang kami pilih nanti untuk menjadi duta Kabupaten Badung di provinsi niscaya adalah yang terbaik dari yang terbaik,” tandas Suarjana.

Sebagai juara bertahan, Kabupaten Badung dihadapkan pada tantangan berat untuk memeroleh hattrick di wimbakara pidarta bendesa ini. Oleh karena itu, pemenang wimbakara tingkat Kabupaten Badung ini memikul beban yang berat karena dihantui ekspektasi tinggi dari kompetitor duta kabupaten lain dan jajaran Pemkab Badung. *rat

Komentar