nusabali

Debat Mabasa Bali di Badung Berlangsung Seru Meski Terkendala Penguasaan Bahasa

  • www.nusabali.com-debat-mabasa-bali-di-badung-berlangsung-seru-meski-terkendala-penguasaan-bahasa

MANGUPURA, NusaBali.com – Wimbakara debat atau paricarca mabasa Bali yang diikuti peserta SMA sederajat serangkaian Bulan Bahasa Bali V di Badung berlangsung seru meskipun penguasaan Bahasa Bali yang baik dan benar masih menjadi kendala.

Kompetisi debat berbahasa Bali yang pada saat lomba berlangsung diikuti oleh 13 dari 14 tim ini rata-rata diikuti oleh pemula. Hal ini terlihat dari cara mereka mengutarakan argumen dan penggunaan ragam Bahasa Bali. Walaupun demikian, perlombaan berlangsung seru dan sengit begitu para peserta berusaha mempertahankan arugumen masing-masing timnya.

Moderator debat sekaligus Penyuluh Bahasa Bali Kelurahan Legian, I Wayan Warsa menuturkan bahwa setiap tim yang terdiri dari tiga orang diberikan kesempatan selama tiga menit untuk case building. Kemudian masing-masing pembicara dalam satu tim mendapat jatah tiga menit untuk berargumen.

“Total satu tim mendapat waktu berargumen selama sembilan menit ditambah dua menit untuk mengutarakan kesimpulan,” ujar Warsa.

Selama berlangsungnya perlombaan, cukup kentara bahwa penguasaan Bahasa Bali, dalam hal ini Basa Bali alus masih menjadi kendala. Meskipun diberikan waktu berargumen selama tiga menit, peserta cenderung mengakhiri sekitar setengah perjalanan. Kosa kata dan argumen itu pun diulang beberapa kali.

Pembina tim SMK Widiatmika Jimbaran, Sang Made Widarta, 59, menuturkan bahwa kendala pada saat melatih anak didiknya adalah penguasaan Bahasa Bali itu sendiri. Pria yang akrab disapa Ajik Wida ini membeberkan bahwa anak didiknya lebih dominan menggunakan Bahasa Indonesia dalam keseharian.

“Anak-anak itu jarang berbahasa Bali baik di rumah maupun di sekolah. Jadi kendalanya itu adalah Bahasa Bali itu sendiri,” tutur Ajik Wida ketika dijumpai usai anak didiknya tampil pada sesi pertama berhadapan dengan SMK Kharisma Mengwi.

Guru tata hidangan ini menjelaskan, timnya hanya mempersiapkan diri selama seminggu saja dengan bekal mendalami delapan mosi yang akan dipertandingkan. Walaupun masih banyak kendala untuk pengalaman pertama kali ini, Ajik Wida cukup puas bahwa anak didiknya dapat mengecap pengalaman sekaligus menjadi tonggak memperdalam penggunaan Bahasa Bali ke depan.

Sebagai guru, Ajik Wida berharap agar mata pelajaran umum Bahasa Bali yang diajarkan di sekolah dapat dimaksimalkan. Sebab, terkadang Bahasa Bali diajarkan dengan bahasa pengantar Bahasa Indonesia sehingga Bahasa Bali jadi sekadar mata pelajaran bukan suatu identitas yang harus dilestarikan dan dipertahankan.

Ternyata, kesulitan dalam penggunaan Bahasa Bali terutama undagan basa alus juga dirasakan oleh salah satu peserta dari tim SMAN 1 Kuta, I Wayan Laksana Dharmawangsa, 17. Wayan mengaku cukup kesulitan untuk mencari pola penggunaan Bahasa Bali yang pas.

“Selain dalam hal menyusun materi, bagaimana agar Bahasa Bali itu digunakan dengan fasih, dengan baik dan benar masih menjadi tantangan. Karena istilah ‘baik dan benar’ untuk Bahasa Bali ini masih berbeda-beda tergantung perspektif masing-masing,” ujar Wayan ketika ditemui usai tampil berhadapan dengan SMAN 1 Kuta Selatan.

Siswa kelas XII ini pun membeberkan bahwa dalam keseharian, generasinya lebih dominan berbahasa Indonesia. Sedangkan untuk penggunaan Bahasa Bali cenderung berupa ragam pergaulan dan kapara.

Namun masih beruntung bahwa tim SMAN 1 Kuta sendiri diisi oleh tiga orang siswa termasuk Wayan yang sudah memiliki pengalaman dalam perlombaan dengan penggunaan Bahasa Bali. Wayan sendiri sebelumnya pernah menjadi pangartos kakawin ketika bertanding di ajang Bhaskara Budaya Provinsi Bali pada akhir bulan Januari lalu.

“Sebagai generasi penerus, kita harus bisa melestarikan budaya Bali. Sebagai budaya sendiri, masa kita tidak bisa mencintai budaya kita sendiri. Sedangkan budaya luar itu harus bisa disaring agar tidak terumbang-ambing,” tandas Wayan. *rat

Komentar