nusabali

ST Ekarnawa Yowana Siapkan Ogoh-Ogoh ‘Kala Sunia’, Tinggi 12 Meter dan Berat 2 Ton

  • www.nusabali.com-st-ekarnawa-yowana-siapkan-ogoh-ogoh-kala-sunia-tinggi-12-meter-dan-berat-2-ton

MANGUPURA, NusaBali.com – Menyambut Hari Raya Nyepi, 22 Maret 2023 mendatang, ST Ekarnawa Yowana, Banjar Pande, Desa Adat Bualu, Kuta Selatan membuat ogoh-ogoh setinggi 12 meter!

Bahkan sebelumnya perancang ogoh-ogoh, I Wayan Adi Setiawan menyiapkan ketinggian ogoh-pgoh hingga 17 meter. Namun karena kondisi berat beban dan lokasi, sehingga skala ogoh-ogoh diperkecil menjadi 12 meter. Berat ogoh-ogoh diperkirakan akan mencapai 2 ton.

“Skala tinggi 17 meter sesuai rencana, namun karena kondisi berat dan lokasi sehingga kita perkecil sekitar 12 meter dan kita pecah lagi menjadi 7 modul,” ujar Adi Setiawan ketika di temui di Banjar Pande, Desa Adat Bualu, Kuta Selatan, Badung pada Selasa (31/1/2023) malam.

Membuat ogoh-ogoh dengan skala tinggi mencapai 12 meter itu, Adi menerangkan harus memecah bagian ogoh-ogoh menjadi 7 modul dengan menggunakan sistem knock down (bongkar pasang, Red). 

Jika menggunakan sistem permanen, maka sangat mustahil kata Adi ogoh-ogoh bisa keluar dari Banjar dan proses menuju lokasi pengrupukan di catus pata pun akan sulit. 

Soal pengerjaan, kata Adi memerlukan waktu satu bulan untuk meminimalisir konsumsi biaya yang semakin banyak, karena ia yakin jika menggunakan waktu yang lebih lama maka biaya pun akan lebih banyak. Sehingga diperlukan banyak pihak untuk membantu penggarapan ogoh-ogoh setinggi 12 meter ini. 

“Tentu ini dibuat oleh seluruh pemuda STT, karena perlu banyak orang agar pengerjaan cepat selesai,” tuturnya.

Kesulitan perakitan ogoh-ogoh, kata Adi mulai dari konstruksi badan ogoh-ogoh dilihat dari beban dan dimensinya. Tentunya turut memperhatikan keselamatan kerja yakni dengan cara membuat kerangka dasar terlebih dahulu. 

Setelah itu, seluruh rangka akan ditutup dengan bedeg yang sudah dipecah menjadi kotak persegi ukuran 80 cm yang membuat pemasangan lebih mudah dan aman. Ketika pada saat pangrupukan ogoh-ogoh akan diarak, ogoh-ogoh yang telah jadi, modulnya akan dipecah lalu dirakit di lokasi pangrupukan. 

“Kalau kami bawa dari banjar ke Catus Pata tidak mungkin bisa, karena terhalang kabel listrik dan beban ogoh-ogoh dengan berat 2 ton juga yang terlalu berat. Sehingga akan dirakit ulang di lokasi,” bebernya.

Dengan beban berat 2 ton tersebut, Adi menjelaskan memerlukan sekitar 30 orang dengan badan yang setara untuk mengangkat ogoh-ogoh tersebut. Perkiraan sanan (tatak/alas) ogoh-ogoh sekitar 8,5 x 9,7 meter. 

Disinggung soal bahan-bahan yang digunakan, Adi dengan tegas mengatakan pembuatan ogoh-ogoh menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan. Pemilihan bahan tersebut tetap mengikuti peraturan pemerintah yakni menggunakan bahan-bahan organik, seperti bambu dan kertas yang bertujuan agar tidak mencemari lingkungan.

Agar dapat merealisasikan ogoh-ogoh tersebut, pihaknya dibantu oleh dana yang didapat  dari pemerintah Kabupaten Badung, Desa Bualu, Banjar Pande, LPD, sumbangan dari para donatur, penjualan baju, dan seluruh elemen lainnya. 

“Perkiraan dana tidak melewati Rp 60 juta. Tetapi tahun sebelumnya sebelum pandemi, kami bisa habis Rp 100 juta, namun untuk tahun ini maksimal dana harus 60 juta. Semoga tahun depan para STT bisa berkreativitas dengan baik, berjiwa sosial lebih tinggi, kerja sama dan idenya tetap terjaga agar perkembangan ogoh-ogoh nantinya bisa lebih baik lagi,” harapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua ST Ekarnawa Yowana, Gede Satria Brilian Putra mengatakan pihaknya ingin menonjolkan semangat pemuda yang berani tampil beda, berani untuk melestarikan budaya yang sempat tertunda karena pandemi. 

“Jadi di sini kami membangkitkan semangat pemuda dengan gebrakan baru. Di sini kita juga membuat ogoh-ogoh sebesar ini tidak hanya dikhususkan untuk sekadar pawai tetapi ingin menyebarkan kekompakan dan kebersamaan antara krama Banjar Pande dan juga ST Ekarnawa Yowana,” ujarnya.

Brilian Putra pun turut membeberkan, ogoh-ogohnya bertemakan ‘Kala Sunia’ yang diadopsi dari kisah Sang Buta Kala yang suka membuat kegaduhan dan mengganggu ketenteraman masyarakat di pesisir pantai selatan. 

Dikisahkan, selain suka mengganggu ketenteraman masyarakat, Sang Buta Kala juga suka menyakiti anak kecil yang sedang bermain di pantai. “Mendengar kegaduhan yang ada di pesisir pantai, Sang Pasupati pun mencetus Sang Putra Jaya untuk menghadapi Sang Kala Sunia. 

Perang pun tak terelakkan yang pada akhirnya dimenangkan oleh Sang Kala Sunia. Karena jika Sang Putra Jaya kewalahan menghadapi Sang Pasupati, akhirnya Sang Putra Jaya meminta bantuan kepada Sang Pasupati untuk menghadapi Sang Kala Sunia,” tutupnya. *ris





Komentar