nusabali

Dua Pasang Walaka Jalani Upacara Diksita

  • www.nusabali.com-dua-pasang-walaka-jalani-upacara-diksita

AMLAPURA, NusaBali
Dua pasang walaka menjalani upacara diksita untuk menjadi sadhaka, wiku atau sulinggih. Guru nabe, guru saksi, dan guru waktra muput upacara tersebut di Geria Giri Natha, Banjar Caniga, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, Karangasem pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (24/1) pukul 10.00 Wita.

Sepasang walaka Ida Bawati Ketut Mangku, 64, bersama istri Ida Bawati Istri Ni Nengah Sutini, 62, dari Banjar Caniga, Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, berganti nama menjadi Ida Pandita Mpu Pramayoga Daksa Semadhi dan Ida Pandita Istri Pramayoga Daksa Semadhi, setelah napak dengan guru nabe Ida Pandita Mpu Nabe Dharma Yoga Semadhi dari Geria Pucak Sari, Banjar/Desa Pesaban, Kecamatan Rendang, guru saksi Ida Pandita Nabe Mahayoga dari Geria Giri Angsoka, Banjar Triwangsa, Desa Macang, Kecamatan Bebandem, dan guru waktra Ida Pandita Mpu Nabe Prama Yoga Dharma Dyaksa dari Geria Ashram Giri Winangun, Banjar Pegending, Desa Sangkan Buana, Kecamatan Klungkung.

Sedangkan sepasang walaka lagi mengikuti upacara Rsi Yadnya di tempat yang sama, atas nama Ida Bawati I Ketut Pasek, 50, bersama istri Ida Bawati Istri Ni Luh Suarmika, 48, berganti nama menjadi Ida Pandita Mpu Dwi Daksa Dharma Mahayoga dan Ida Pandita Istri Mpu Dwi Daksa Dharma Mahayoga dari Geria Agung Taman Harum, Banjar Buana Pule, Desa Tianyar Barat, Kecamatan Kubu.

Gelar sulinggih mereka sandang melalui ritual guru nabe Ida Pandita Mpu Nabe Dharma Winatha dari Geria Taman Bahdrika Sari, Banjar Kelod, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, guru waktra Ida Pandita Mpu Nabe Tri Sadhu Daksa Natha dari Geria Agung Taman Narmada, Banjar Wates Tengah, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat, dan guru saksi Ida Pandita Mpu Nabe Mahayoga dari Geria Giri Angsoka Pura, Banjar Triwangsa, Desa Macang, Bebandem, Kecamatan Bebandem.

Prosesi diksita di Geria Giri Natha, Banjar Caniga, Desa Dukuh, diawali muspa di hadapan sang nabe, disusul mabiakala kemudian masiram (mandi) berganti wastra (pakaian), kembali muspa di hadapan sang nabe. Selanjutnya keduanya ketapak lalu muspa berganti nama, dari walaka jadi sulinggih, dan berlanjut rangkaian upacara lainnya.

Sebanyak 28 sulinggih menyaksikan prosesi tersebut termasuk Ida Pandita Mpu Acharya Jaya Daksa Veda Nanda atau saat walaka bernama Prof  Dr I Made Titib dari Geria Taman Giri Pati, Banjar Gede, Desa Muncan, Kecamatan Selat, yang memberikan dharma wacana.

Setelah tuntas melaksanakan upacara diksita, geria mulai berfungsi dan umat sedharma bisa mulai nunas (mohon) tirta. “Sebab, kehidupan sulinggih bagaikan air jernih, yang selalu memberikan jalan dharma,” kata mantan guru besar IHDN (Institut Hindu Dharma Negeri) Denpasar.

Kewajiban sebagai sang sulinggih, lanjut Ida Pandita Mpu Acharya, wajib menjalankan loka phala sraya (tempat mohon petunjuk), nyurya sewana (memuja Dewa Surya, menyucikan diri, dan mendoakan agar semesta selalu damai).

Tujuan lain melaksanakan upacara Rsi Yadnya itu, sebagai umat MGPSSR (Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi), menjalankan bhisama untuk melayani sameton, meningkatkan kualitas kesucian, dan yang lainnya. *k16

Komentar