nusabali

Jaksa Banding Putusan Anak Eks Sekda Buleleng

  • www.nusabali.com-jaksa-banding-putusan-anak-eks-sekda-buleleng

DENPASAR, NusaBali
Kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan terdakwa Dewa Gede Radhea Prana Prabawa, 34, yang merupakan anak mantan Sekda Buleleng (2011-2020), Dewa Ketut Puspaka memasuki babak baru.

Setelah divonis 4 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, jaksa resmi mengajukan banding. Bukan tanpa alasan, putusan majelis hakim pimpinan Heriyanti yang dibacakan Selasa (17/1) lalu turun jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya yaitu 7 tahun penjara. Selain itu, dalam putusan hakim juga menghapus uang pengganti kerugian negara Rp 4,8 miliar subsider 3,5 tahun penjara sesuai tuntutan jaksa.

Kasi Penkum Kejati Bali, Luga Harlianto mengatakan setelah pembacaan putusan, jaksa langsung banding. “Jaksa penuntut umum nyatakan banding atas vonis terdakwa I Dewa Gede Rhadea Prana Prabawa. Pernyataan Banding disampaikan Kamis (19/1) lalu," ujar Luga saat dikonfirmasi Selasa (24/1).

Dalam putusan yang dibacakan hakim Heriyanti, terdakwa Radhea dinyatakan terbukti melanggar pasal  5 ayat 1 UU RI No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, sebagaimana dakwaan kedua subsidair.

Seperti diketahui, penetapan Radhea sebagai terdakwa merupakan pengembangan kasus ayahnya, eks Sekda Buleleng Dewa Ketut Puspaka yang terlibat gratifikasi sejumlah pembangunan di Buleleng. Diantaranya proses perijinan pembangunan Terminal Penerima dan Distibusi LNG di Celukan Bawang dan penyewaan lahan Desa Adat Yeh Sanih.

Dari hasil penyidikan, penyidik menemukan bukti-bukti keterlibatan Gede Radhea dalam perkara ini. Salah satunya, yaitu penerimaan secara langsung maupun melalui transfer ke rekening Radhea terkait pengurusan ijin pembangunan Terminal LNG dan penyewaan lahan di Desa Adat Yeh Sanih. Dari sini, ada uang yang mengalir ke rekening Radhea terkait perijinan tersebut sebesar Rp 4 miliar hingga Rp 7 miliar. “Dalam perkara ini, Radhea diduga menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan Harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana korupsi,” lanjut JPU. *rez

Komentar