nusabali

Genta Danghyang Nirarta dan Sayembara Undagi, Nilai Sejarah Pura Luhur Giri Kusuma Desa Adat Blahkiuh

  • www.nusabali.com-genta-danghyang-nirarta-dan-sayembara-undagi-nilai-sejarah-pura-luhur-giri-kusuma-desa-adat-blahkiuh
  • www.nusabali.com-genta-danghyang-nirarta-dan-sayembara-undagi-nilai-sejarah-pura-luhur-giri-kusuma-desa-adat-blahkiuh

MANGUPURA, NusaBali.com – Pura Luhur Giri Kusuma adalah pura kahyangan jagat warisan Kerajaan Singasari yang berpusat di Desa Adat Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal sekitar abad ke-17.

Pada masa sekarang, pura warisan wilayah bawahan Kerajaan Mengwi ini berada di sebelah barat Pasar Rakyat Desa Adat Blahkiuh. Pada masa sekarang pula, pura seluas 1,3 hektare ini dikenal identik dengan Tradisi Ngerebeg Matiti Suara yang rutin diadakan pada Umanis Kuningan.

Sebagai pura yang sudah berdiri selama lebih kurang tiga abad, Pura Luhur Giri Kusuma memiliki arsitektur yang berbeda dari sebagian besar pura pada abad ke-21 ini.

Bendesa Adat Blahkiuh I Gusti Agung Ketut Sudaratmaja, 65, membeberkan bahwa pura ini menyimpan banyak rahasia yang belum banyak diketahui orang selain keunikan arsitekturnya.

“Pura Luhur Giri Kusuma kini sudah menjadi pura cagar budaya di Kabupaten Badung. Pada tahun 2019, pura ini sempat direnovasi dengan pendekatan restorasi karena arsitekturnya yang khas harus dipertahankan,” kata Agung Sudaratmaja ketika dijumpai serangkaian tradisi Ngerebeg Matiti Suara pada Minggu (15/1/2023) sore.

Dari segi arsitektur dan struktur terutama bangunan patung, terlihat jelas perbedaan dari seni patung di masa sekarang. Patung-patung kuno seperti druapala yang berjumlah 16 jenis rupa ini dibangun dengan tumpukan bata paras.

Foto: Arsitektur salah satu palinggih di Pura Luhur Giri Kusuma. -NGURAH RATNADI

Teknik ini membuat patung-patung tersebut tidak terlihat utuh lantaran masih terlihat sambungan bata paras yang ditumpuk. Cara membangun struktur patung semacan ini dinilai lumrah pada masa itu. Selain patung, ornamen patra punggel pada palinggih pun dibuat dengan teknik yang sama.

Bendesa Adat Blahkiuh asal Banjar Tengah menjelaskan bahwa ukiran yang terdapat di Pura Luhur Giri Kusuma merupakan hasil sayembara dan perlombaan undagi. Undagi ukir tersebut diundang oleh Kerajaan Singasari untuk memahat ornamen pura yang dikemas lewat festival pacentokan undagi.

“Karena ini pacentokan (lomba), para undagi itu memberikan yang terbaik dalam mengekspresikan bentuk. Oleh karena itu, bisa dilihat bahwa ukiran satu dengan yang lain itu tidak sama persis,” tutur mantan Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung.

Selain bentuk ukiran yang beragam lantaran diukir oleh puluhan seniman yang berbeda dalam kondisi berkompetisi, ragam patra punggelnya pun sangat khas. Berbeda dengan patra punggel di masa sekarang yang sangat padat dan rapat, ukiran Pura Luhur Giri Kusuma ini lebih jarang dan besar-besar.

Di samping gaya arsitektur yang menawan, pura di pusat Kecamatan Abiansemal ini juga memiliki satu palinggih magis berbentuk bale pawedan. Bale pawedan merupakan tempat sulinggih untuk berjapa mantra ketika memimpin sebuah upacara.

Di Pura Luhur Giri Kusuma, bale pawedan ini merupakan sebuah palinggih tempat menstanakan genta dan beberapa alat-alat pawedan yang disebut Siwakrana. Kata Agung Sudaratmaja, bale pawedan ini adalah representasi penguasa Singasari yang memuliakan Danghyang Nirarta atau Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh.

Foto: Palinggih bale pawedan yang menstanakan Siwakrana. -NGURAH RATNADI

Palinggih tersebut ditempati genta yang ditedunkan ketika ada upacara apa pun di pura. Ketika muput (menyelsaikan) setiap upacara, genta tersebut dibunyikan dan dicelupkan ke dalam tirta. Tirta dari genta inilah yang dijadikan pamuput setiap upacara di Pura Luhur Giri Kusuma.

“Semua sulinggih yang muput upacara di Pura Luhur Giri Kusuma mengetahui bahwa ketika beliau muput karya tidak boleh bale pawedannya tinggi. Bahkan di beberapa kesempatan, sulinggih yang muput di sini tidak memakai bale pawedan melaikan duduk di atas lantai,” ungkap Agung Sudaratmaja.

Sementara itu, rahasia lain yang berkaitan dengan Pura Luhur Giri Kusuma adalah fungsinya sebagai pura agraris. Di pura ini berstana Sang Hyang Lingga Bhuana, simbol penciptaan dan kesejahteraan. Secara filosofi Hindu, Sang Hyang Lingga Bhuana memiliki tiga sakti yakni Sari Mentik, Sari Mentik Sari, dan Sari Mandel.

Ketiga sakti Sang Hyang Lingga Bhuana ini disebut Tri Sukla Dewi. Dilihat dari istilah yang digunakan untuk menyebut ketiga sakti tersebut, sangat berkaitan dengan dunia agraris. Oleh karena itu, Pura Luhur Giri Kusuma sempat disungsung oleh 33 sekaa subak di wilayah Kecamatan Abiansemal dan Petang di masa lalu.

Atas keunikannya ini dan statusnya sebagai cagar budaya, Agung Sudaratmaja mengaku memiliki rencana untuk mengenalkan Pura Luhur Giri Kusuma lebih luas. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah menjadikan pura ini sebagai atraksi wisata. Hingga saat ini, sudah ada beberapa tour guide kenalannya yang membawa turis ke pura tersebut. *rat

Komentar