nusabali

Wisata Lumba-lumba di Lovina Menggeliat

  • www.nusabali.com-wisata-lumba-lumba-di-lovina-menggeliat

SINGARAJA, NusaBaliSempat surut karena pandemi Covid-19, saat ini wisata menonton lumba-lumba di laut lepas perairan Bali utara kembali menggeliat.

Sejumlah wisatawan memadati dermaga Pantai Lovina di Desa Kalibukbuk, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Seperti tampak pada beberapa pekan terakhir. Dengan perahu jukung milik warga desa setempat, mereka di antar ke titik-titik lumba-lumba yang muncul di permukaan Perairan Lovina.

Kerumunan jukung pengantar wisatawan berangkat dari dermaga Lovina ke tengah laut mulai pukul 06.00 Wita. Suara mesin tempel jukung terdengar menderu dan bersahutan. Sesekali jukung berhenti dan bergoyang-goyang di tengah laut. Pemandu wisata yang menjadi pengemudi jukung mengarahkan pandangan berkonsentrasi menemukan wujud mamalia gemar melompat itu.

Salah seorang pengemudi jukung memberitahu kemunculan lumba-lumba pada wisatawan. Teriakan ini pun didengar pengemudi jukung lainnya, mesin kembali dihidupkan dan mengejar gerombolan lumba-lumba yang melompat rendah di permukaan. Para penumpang jukung bersemangat tak mau kehilangan momen dengan memotret lumba-lumba dari jarak dekat.

Wisata menonton lumba-lumba di perairan Bali utara merupakan ikon pariwisata di Buleleng yang telah ada sejak lama. Wisata ini sempat mati suri karena pandemi Covid-19 melanda. Namun saat ini sudah kembali bergeliat begitu pandemi mereda dan pemerintah mencabut pembatasan kegiatan masyarakat. Ditambah dengan momen libur panjang Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2023.

Made Rudita, Ketua Kelompok Pemandu Wisata Bahari Catur Karya Bhakti Segara Lovina Desa Kalibukbuk, menyampaikan saat pandemi Covid-19 lalu, hampir tak ada wisatawan yang datang ke Pantai Lovina untuk menonton lumba-lumba di Pantai Lovina. Bahkan, wisata ini sempat ditutup sementara dengan adanya pembatasan kegiatan masyarakat.

Saat ini Pantai Lovina mulai ramai dikunjungi wisatawan yang ingin menyaksikan lumba-lumba di alam lepasnya. Bahkan, saat akhir pekan wisatawan yang datang bisa mencapai ratusan orang. "Sudah jauh meningkat dibanding saat pandemi Covid-19. Sekarang setiap hari rata-rata ada sekitar 300-an wisatawan, bisa lebih. Kalau sebelumnya, saat pandemi hampir tidak ada, paling banyak 20 itupun hanya wisatawan lokal," kata dia.

Dia menyebutkan, saat weekend wisatawan yang datang membeludak bisa mencapai 600-an orang. Mereka berdatangan ke kawasan Pantai Lovina yang ada di wilayah Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Desa Kalibukbuk dan Desa Anturan, Kecamatan Buleleng. "Apalagi kemarin ini libur akhir tahun sampai tahun baru. Kalau tamu western puncaknya bulan Juli dan Agustus. Tamu domestik biasanya ramai saat libur Lebaran," imbuh Rudita.

Mulai ramainya kembali wisatawan ini menjadi berkah bagi hampir 250 orang pelaku wisata bahari di kawasan Pantai Lovina. Mereka mulai mengantar wisatawan ke laut dari jam 06.00 Wita hingga 08.00 Wita. Untuk durasi menonton lumba-lumba di tengah laut pun menyesuaikan. Dengan rata-rata waktu antara satu jam hingga dua jam.

Dalam sehari satu perahu jukung bisa dua kali berangkat bolak-balik mengantar wisatawan ke tengah laut. Namun, kata Rudita, saat ini wisata menonton lumba-lumba terkendala cuaca buruk. Ia hanya berangkat saat cuaca cerah. Jika terjadi angin kencang dan gelombang tinggi pihaknya tak mau ambil risiko mengantarkan wisatawan.

Selain itu, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi juga menjadi kendala karena biaya operasional bahah bakar otomatis menjadi naik. "Rata-rata kami menghabiskan Rp 100 ribu lebih untuk bahan bakar perahu. Karena kenaikan, dulu Rp 75 ribu sudah dapat 10 liter. Itu cukup untuk sehari," ujar Rudita.

Sementara, tarif untuk mengantar wisatawan ke tengah laut masih sama, yakni Rp 100.000/orang. Pihaknya belum memutuskan apakah akan menaikkan tarif. "Tarif sementara belum dinaikkan. Harganya disepakati bersama dengan anggota kelompok di desa kami. Jadi minimal dua wisatawan yang diantar, itu hanya untuk menutupi operasional bahan bakar," ucapnya.

Soal tarif mengantar wisatawan menonton lumba-lumba ini, kata Rudita, ada perbedaan antara pemandu kelompoknya dengan pemandu di kelompok desa lainnya. Menurutnya, harus ada kesesuaian tarif, sehingga sama rata. "Harga seharusnya menyesuaikan, jangan terlalu rendah. Karena ada yang mematok harga Rp 20.000," sebutnya.

Rudita mengungkapkan, di sisi lain, pemandu wisata menonton lumba-lumba ini juga mesti ditingkatkan keterampilannya. Ia meminta Dinas terkait rutin menggelar pembinaan rutin pemandu wisata. "Misalnya keterampilan berbahasa asing dan basis penyelamatan. Untuk antisipasi jika ada kecelakaan, jangan sampai kami sebagai pemandu malah dibantu wisatawan. Karena pelatihan secara khusus belum ada," tukasnya.*mz

Komentar