nusabali

Hari Raya Kuningan Gunakan Sarana Nasi Kuning, Ada Maknanya

  • www.nusabali.com-hari-raya-kuningan-gunakan-sarana-nasi-kuning-ada-maknanya

SEMARAPURA, NusaBali.com – Saat perayaan hari Raya Kuningan, yang menjadi ciri khas upacara ini adalah dari segi isi sesajen atau persembahan umat Hindu berupa nasi kuning. Nasi kuning memiliki makna lebih dari sekadar santapan khas hari raya.

Nasi kuning disimbolkan sebagai lambang sebuah kemakmuran yang telah dianugerahkan Sang Pencipta dan juga menghaturkan persembahan lainnya sebagai ucapan terima kasih manusia, berikut syukur atas segala anugerah dari Tuhan.

“Ajengan nasi kuning itu simbol kemakmuran. Makna dari persembahan ajengan nasi kuning itu adalah menghaturkan puji syukur angayubagia kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar kita dianugerahi kemakmuran dan kesejahteraan hidup,” papar Putu Ayu Ida Wijayanti, Guru Agama Hindu SMAN 2 Semarapura, Jumat (13/1/2023).

Wanita kelahiran Bandung itu mengatakan, seluruh umat Hindu di Bali akan melakukan persembahyangan dengan menghaturkan sesajen yang berisi nasi kuning yang cara pembuatannya sama dengan perayaan hari raya lainnya. 

Adapun tiga bentuk nasi kuning yakni berupa penek, ada pula berupa tumpeng, atau berupa nasi oyaran (nasi yang diletakkan pada suatu wadah tanpa dibentuk menjadi lancip ataupun bundar, Red).

“Biasanya dibuat saat hari raya Kuningan, supaya persembahan itu masih segar, tidak jamuran, karena selesai upacara akan dilungsur atau dinikmati sebagai anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” jelasnya.

Sarana upakara lainnya yang khas dalam perayaan hari raya Kuningan adalah Tamiang yang berbentuk bulat seperti perisai, dirajut dari janur atau daun kelapa muda menyimbolkan sebuah tameng yang menjadi perisai dalam perang.

Lebih lanjut Ayu menjelaskan, Tamiang pun sering dimaknai sebagai simbol perlindungan diri karena bentuknya seperti perisai, bentuknya yang bulat dipahami juga sebagai lambang Dewata Nawa Sanga yang merupakan penguasa sembilan arah mata angin.

“Tamiang juga diartikan sebagai roda alam atau cakraning manggilingan yang dipahami sebagai roda kehidupan yang selalu berputar. Semuanya menjadi warisan budaya Hindu yang terjaga dengan baik yang berkaitan dengan kehidupan beragama di pulau Dewata Bali,” tutur dara kelahiran 21 November 1993 itu.

Selain Tamiang, ada pula sarana yang digunakan saat hari Raya Kuningan berupa Endongan dan sarana Ter. Sarana Endongan biasanya berbentuk seperti sebuah tas, yang berisikan perbekalan sebagai simbol dari bekal bagi para leluhur dan juga bekal bagi umat Hindu untuk mengarungi kehidupan ke depan. Dalam hal ini bekal yang dimaksud adalah bekal jnana (pengetahuan, Red).

Lain halnya dengan Sarana Ter yang menyimbolkan dari panah yang berarti senjata untuk kelengkapan perang dalam kehidupan. Dalam hal ini senjata yang dimaksud adalah senjata paling ampuh seperti ketenangan pikiran.

Selain sarana upacara hari Raya Kuningan yang memiliki ciri khas, pada saat hari Raya Kuningan pun, Kata Ayu sangat penting untuk melaksanakan persembahyangan sebelum siang hari pada pukul 12.00 Wita.

“Persembahyangan dalam rangkaian hari raya Kuningan pun, dilakukan hanya setengah hari saja antara jam 06.00 Wita sampai jam 12.00 Wita atau sebelum tajeg surya (Matahari tepat berada di atas kepala, Red),” jelasnya. *ris



Komentar