nusabali

Kuningan: Ajarkan Umat Hindu Mendisiplinkan Diri dan Rona Kebahagiaan

  • www.nusabali.com-kuningan-ajarkan-umat-hindu-mendisiplinkan-diri-dan-rona-kebahagiaan

DENPASAR, NusaBali.com – Sebagian besar umat Hindu percaya bahwa yadnya Kuningan tidak boleh lewat dari tengai tepet atau tengah hari.

Banyak versi yang menjelaskan mengapa lewat tengah hari menjadi pantangan pelaksanaan yadnya yang jatuh pada Saniscara Kliwon Kuningan ini.

Ada yang menjelaskan setelah tengah hari, para dewa yang turun ke marcapada pada saat Galungan, telah kembali ke swargaloka. Melanjutkan versi ini, dikatakan bahwa Kala Berung yang akan datang merusak banten.

Ada pula yang mengisahkan bahwa pukul 12.00 merupakan puncak kulminasi energi alam semesta. Setelah tengai tepet ini, energi tersebut berangsur-angsur meredup.

Akan tetapi benarkah versi-versi penjelasan tatwa dari Kuningan tersebut? Apabila dilogikakan, yadnya dan persembahyangan yang dilakukan dengan ketulusikhlasan akan selalu diterima oleh Ida Sang Hyang Widhi dan segala manifestasi-Nya.

Seperti yang dimuat dalam Bhagavadgita Bab IX Sloka 26. Dalam sloka ini disebutkan bahwa siapa pun yang bersujud mempersembahkan setangkai daun, sekuntum bunga, sebiji buah, dan seteguk air, maka akan diterima oleh Tuhan dan segala manifestasi-Nya sebagai bakti dari orang yang tulus.

Apabila ditelisik lebih jauh, yadnya sebenarnya tidak terikat waktu dan tempat bahkan latar belakang dari seorang bhakta. Dapat diresapi bahwa bahkan raksasa pun diberikan anugerah oleh para dewa karena begitu kuatnya niat dan ketulusan mereka saat bertapa.

Ida Bhagawan Agra Segening dari Griya Tegeh Kori Sanggulan Tabanan menjelaskan bahwa Tumpek Kuningan merupakan ajang mendisiplinkan diri. Pernyataan ini diutarakan oleh Ida Bhagawan pada sebuah seminar mengenai rangkaian hari raya Hindu, baru-baru ini.

“Kalau soal beryadnya dan bhakti, kapan pun bisa,” tegas Ida Bhagawan kepada peserta seminar yang digelar oleh Pinandita Sanggraha Nusantara Korwil Bali tersebut.

Foto: Ida Bhagawan Agra Segening. -IST

Sulinggih dengan latar belakang ilmu arsitektur ini mengimbuhkan bahwa umat Hindu tidak boleh keliad-keliud (malas-malasan) saat menjalankan yadnya. Hari Raya Kuningan ini, kata Ida Bhagawan, dapat dikatakan sebagai hari kebahagiaan yang harus disambut dengan kedisiplinan tinggi.

Kuningan merupakan rentetan besar terakhir dari Hari Raya Galungan. Umat Hindu diajarkan berdisiplin dengan diri dan waktu agar dapat memiliki masa untuk menyukacitakan diri. Entah melalui kegiatan matemu wirasa bersama sanak keluarga maupun saling memaafkan antarwarga dan keluarga.

“Kita diajarkan untuk naik (kualitas diri) satu level. Kita berbicara soal manajemen waktu. Ketika yadnya itu sudah selesai lebih awal maka akan ada waktu bagi kita untuk beristirahat dan bersukacita setelah rangkaian yadnya yang panjang,” tutur Ida Bhagawan memberi pencerahan.

Tidak heran bahwa cukup banyak tradisi unik berlangsung secara turun temurun pada saat maupun pasca Hari Raya Kuningan. Sebagian besar tradisi tersebut bersifat festival alias perayaan atas sesuatu. Ini merepresentasikan bahwa para leluhur menyalurkan sukacita pada Hari Raya Kuningan.

“Hari Raya Kuningan ini adalah masa di mana kita berbahagia, jangan di hari ini kita ruwet lagi,” tutur Ida Bhagawan.

Meskipun tidak menyanggah maupun menyetujui versi penjelasan yang berkembang di masyarakat soal batas pelaksanaan Hari Raya Kuningan, Ida Bhagawan menegaskan satu hal. Sulinggih alumni Universitas Udayana ini memastikan soal Kala Berung tersebut cukup sulit diterima secara nyasa (ritual).

Ida Bhagawan menegaskan, yadnya yang dilakukan di sanggah merajan itu ditujukan kepada swahloka sehingga spirit di luar dari swahloka tidak akan muncul di parahyangan rumah.

Soal benar-salah dan banyak versi penjelasan dari tatwa agama Hindu di Bali dilihat oleh Ida Bhagawan sebagai hal yang wajar. Lantaran, umat Hindu tidak pernah diajarkan soal penyeragaman nyasa.

Tidak diperkenalkan dengan penyeragaman pemahaman alias doktrin. Namun satu hal yang harus dipahami yaitu akar dari semua akar tatwa adalah Weda. *rat

Komentar