nusabali

Nama Desa Dapdap Putih di Kecamatan Busungbiu, Buleleng Dikukuhkan Kembali

Dapdap Putih Memiliki Jejak Sejarah Panjang Terkait Perjalanan Rsi Markandeya

  • www.nusabali.com-nama-desa-dapdap-putih-di-kecamatan-busungbiu-buleleng-dikukuhkan-kembali
  • www.nusabali.com-nama-desa-dapdap-putih-di-kecamatan-busungbiu-buleleng-dikukuhkan-kembali
  • www.nusabali.com-nama-desa-dapdap-putih-di-kecamatan-busungbiu-buleleng-dikukuhkan-kembali

Entah apa sebabnya mengapa sebelumnya Desa Dinas Dapdap Putih berganti nama menjadi Desa Dinas Tista, masyarakat merasa tidak pernah mengetahuinya.

SINGARAJA, NusaBali
Desa Dapdap Putih, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng kini resmi ditetapkan sebagai nama desa menggantikan Desa Tista. Peresmian ini dilakukan pada, Minggu (1/1) ditandai dengan pengukuhan nama Desa Dapdap Putih.

Hadir dalam kegiatan ini Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Buleleng Nyoman Agus Jaya Sumpena, Perbekel Dapdap Putih I Gede Marjaya, serta sejumlah tokoh masyarakat Desa Dapdap Putih.

Penetapan nama Desa Dapdap Putih ini berdasarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.116117 Tahun 2022, tertanggal 9 November 2022. Desa dengan luas wilayah 912 kilometer persegi yang berpenduduk 4.640 jiwa ini ditetapkan kembali dengan nama Desa Dapdap Putih menggantikan nama Desa Tista.

Perbekel Dapdap Putih I Gede Marjaya menerangkan proses panjang pergantian nama desa dilakukan warga masyarakat bersama para pengurus adat dengan mengajukan ke pemerintah pusat melalui Kemendagri RI. 

"Astungkara atas dukungan seluruh masyarakat nama Desa Dapdap Putih kembali digunakan sebagai nama Desa yang memiliki sejarah penting mewarisi jejak leluhur yang harus dilestarikan," terang Marjaya. Dia mengungkapkan Desa Dapdap Putih terdiri 4 Banjar Dinas dan 3 Desa Adat, yakni Desa Adat Tista yang dipimpin Bendesa I Nyoman Astawa, Desa Adat Munduk Mengenu yang dipimpin Bendesa I Nyoman Sandi, dan Desa Adat Munduk Tengah yang dipimpin Bendesa I Nyoman Suija. Marjaya yang didampingi ketiga Bendesa Adat menuturkan sejarah perubahan nama desa. 

Mulanya, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Pemerintah Kabupaten Buleleng Nomor  9 Tahun 1996 tentang Pembentukan 3 Desa Pakraman (Adat), yaitu Desa Pakraman Tista, Desa Pakraman Munduk Mengenu, dan Desa Pakraman Munduk Tengah. 

Pada saat itu terjadi pula perubahan nama Desa Dinas Dapdap Putih menjadi Desa Dinas Tista. "Entah apa sebabnya, masyarakat merasa tidak pernah mengetahuinya," ujarnya. Sejalan dengan perubahan tata pemerintahan desa adat dan perubahan nomenklatur nama Desa Dinas Tista, maka dalam satu wilayah pemerintahan desa, terjadi duplikasi penamaan antara Desa Pakraman Tista dengan Desa Dinas Tista.

"Hal tersebut menimbulkan kerancuan administrasi pemerintahan desa. Sering terjadi salah sasaran komunikasi, karena kebiasaan penyebutan nama desa jarang diembel-embeli dengan kata ‘Dinas’ atau ‘Pakraman’ sehingga sering terjadi salah sasaran," ungkapnya. Bendesa Adat Tista, Nyoman Astawa menambahkan ada beberapa alasan pengusulan yang mendasari pengembalian nama Dapdap Putih. 

Di antaranya nama Tista di Bali cukup banyak, seperti Desa Tista di Karangasem, Tabanan dan di Buleleng sendiri ada di Kecamatan Buleleng dan di Kecamatan Sukasada. Dia menambahkan, nama Dapdap Putih sendiri memiliki irisan sejarah perjalanan Ida Rsi Markandeya, berdasarkan Lontar Batur Kelawasan Petak dan Lontar Bhuwana Tattwa Maharsi Markandheya. Terdapat jejak-jejak situs yang ditinggalkan orang suci tersebut di Bali, khususnya menjadi cikal bakal nama Dapdap Putih yang hingga kini diyakini memiliki cerita.

Bendesa Nyoman Astawa menambahkan, dalam naskah tersurat bahwa pada awal abad ke-18 Masehi, datanglah seorang Rsi Agung bernama Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Madura ke hutan Besturi di Desa Sepang untuk napak tilas perjalanan (ngetut pemargin) ‘Pamoksan Ida Maharsi Markandheya’ di Gunung Bhujangga (Gunung Patas). 

Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Madura beberapa waktu melakukan yoga semadi dan membangun tempat pemujaan di hutan Besturi dan penyiwian Tirtha Sudamala di Tukad Mesiwi (Madewi). Kemudian membangun Pura Pemujaan Maharsi Markandheya di Asah Danu yang diberi nama Pura Kahyangan Maharsi Markandheya.

Suatu ketika, Ida Rsi Madura meneruskan perjalanan Dharma Yatra dan tiba di hulu sebuah sungai (Yeh Leh) dalam alas atau hutan rimba. "Di sana, Beliau melakukan puja semadhi dan menempatkan 5 buah batu sebagai tanda yang di kemudian hari oleh masyarakat Dapdap Putih didirikan Parahyangan Widhi yang diberi nama Pura Taulan," katanya.

Konon diceritakan, ada beberapa pemburu Warga Pasek Tangkas dari Desa Bujak (Sepang) dengan maksud berburu kijang. Sang pemburu secara tidak sengaja mengalami suatu musibah. Atas petunjuk niskala, pemburu tersebut diharuskan menghaturkan upacara maguru piduka di suatu tempat yang terdapat Batu Taulan, di hulu sebuah sungai petilasan Ida Rsi Madura.

Sebelumnya diketahui bahwa Ida Rsi melakukan perjalanan menyusuri Tukad Panghyangan menuju ke selatan, maka kelompok pemburu tersebut mencari Batu Taulan tersebut di sekitar hulu Tukad Panghyangan. Namun, Batu Taulan tersebut tidak ditemukan. Dalam keputusasaan, para pemburu secara kebetulan berjumpa seorang yang disucikan bernama Ida Mpu Dada Putih dari Desa Gumuk Kancil, Banyuwangi.

Ida Mpu Dada Putih itu memberi petunjuk, bahwa upacara tersebut dapat dilakukan di tempat yang dirasa cukup baik dengan membuat  'Turus Lumbung' dari pohon dapdap, sebagai 'penyawangan' Batu Taulan dimaksud. Ternyata pohon Dapdap  tersebut tumbuh subur dan berbunga putih.

Di kemudian hari, di tempat penyawangan ini dibangun oleh masyarakat  sebagai tempat suci yang diberi nama Pura Kahyangan Dapdap Putih. 
Sekitar tahun 1918, banyak orang dari berbagai desa berdatangan ke wilayah tersebut untuk bertani, berkebun menanam pohon kopi, dan membangun pemukiman baru dan berkembang menjadi sebuah Desa. Desa tersebut dinamai Desa Dapdap Putih. 7 mzk

Komentar