nusabali

Menolak Punah, Westside MuzeeQ Lestarikan Piringan Hitam

  • www.nusabali.com-menolak-punah-westside-muzeeq-lestarikan-piringan-hitam

MANGUPURA, NusaBali.com –Walaupun zaman sudah berubah, piringan hitam (vinyl) masih memiliki cukup banyak penggemar di kalangan pecinta musik. Animo itu pula yang membuat Andhika Gautama menekuni usaha Westside MuzeeQ Record Store.

Usaha yang dibuka di  Atrium Park23 Creative Hub per 9 Desember 2021 lalu, masih eksis hingga saat ini.  Pelanggan tokonya pun beragam mulai dari orang tua berusia 60 sampai 70 tahunan hingga  kaum milenial yang baru mengenal keberadaan piringan hitam. 

Apalagi tokonya yang berlokasi tak jauh dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai semakin memudahkan wisatawan mampir berbelanja. Bukan hanya wisatawan Nusantara, melainkan juga wisatawan dari Asia Tenggara, Australia hingga Eropa.

“Sejak setahun terakhir penjualan piringan hitam, pita kaset, dan CD cukup baik. Bahkan tidak, karena saya mikirnya orang sudah lari ke streaming jadi tidak mungkin ada orang yang membeli fisiknya. Namun saya salah, ternyata banyak yang masih mencari ini,” jelas pria kelahiran Belanda ini.

Harga untuk satu buah piringan hitam pun biasa ia banderol Rp 25.000 sampai Rp 300.000. Bahkan berbagai ada beberapa album lawas  yang dijual di angka Rp 10 juta. Harga tersebut ditentukan oleh kelangkaan barang, popularitas band/ penyanyinya atau karena terdapat tanda tangan langsung penyanyinya. 

Di Westside MuzeeQ Record Store juga mensuport rilisan musik Indonesia dengan harapan agar musik Indonesia nantinya dapat tumbuh dan berkembang.  

 “Tersedia lagu-lagu barat, Indonesia, serta beberapa dari Eropa Timur dan Afrika. Tetapi hampir semua bahasa ada,” jelasnya.

Andhika Gautama mengaku inspirasi membuka store terjadi saat pandemi Covid-19. Saat itu, kata Andhika, banyak venue di area Canggu dan sekitarnya mencari DJ dengan genre musik tahun 1970an soul, funk and disco dengan format piringan hitam. 

Alhasil ia bisa tampil setiap minggu dengan format menggunakan piringan hitam. Tampilan berbeda ini mengundang orang  bertanya dimana membeli piringan hitam tersebut. 

“Akhirnya saya bilang ke diri sendiri kalau ada orang ke-20 bertanya ke saya beli dimana piringan hitam, berarti saya berindikasi untuk harus berbisnis di bidang ini. Tercapailah selama satu minggu ada 20 orang yang bertanya, akhirnya saya memutuskan untuk membuka toko ini,” ujarnya. 

Pria yang memiliki nama panggung Westside MuzeeQ mengaku saat awal membangun toko ini harus menjual sekitar 60 persen koleksi miliknya dan kemudian 40 persen lainnya ia beli dengan sistem restock. 

Hingga saat ini, ia menjual hampir 3.000-4.000 lebih produk yang terbagi dari piringan hitam, kaset pita ataupun compact disc (CD).

Menurut Andhika Gautama, piringan hitam atau vinyl ini bisa memberikan kepuasan tersendiri bagi para penggemarnya. Karena hasil suara yang jernih bisa menjadi nilai tambah tersendiri yang dimiliki piringan hitam yang tentu berbeda dengan musik digital.

Namun untuk mendengarkan rekaman piringan hitam, tentunya wajib memiliki turn table, phono amplifier dan speaker. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumennya, ia pun juga menjual alat yang sudah dilengkapi dengan fitur bluetooth. 

Andhika Gautama pun berharap, tokonya tidak hanya sekadar menjual berbagai produk piringan hitam saja, namun ia juga sering mengundang para kolektor lain untuk tampil dengan konsep live streaming di kanal YouTubenya.

“Jadi saya ingin sharing kalau saya tidak hanya sekadar jualan saja, tetapi saya juga mengundang komunitas jika mereka memiliki album yang ingin di-launching. Sehingga itu bisa menjadi salah satu momen untuk kita bisa saling erat sesama kolektor dan sesama band mempunyai kedekatan tersendiri,” pungkas sosok yang mengoleksi piringan hitam sejak masih berusia 8 tahun ini. *ris

Komentar