nusabali

Partai Paling Bertanggung Jawab Lahirkan Pemimpin

  • www.nusabali.com-partai-paling-bertanggung-jawab-lahirkan-pemimpin

Pengamat politik dan pemerintahan Dr Nyoman Subanda MSi mengingatkan partai politik paling bertanggung jawab dalam melahirkan pemimpin berkualitas di Pilkada serentak gelombang ketiga, Juni 2018 depan.

Dari Seminar ‘Evaluasi Pilkada 2017 Menyongsong Pilkada Serentak 2018’


DENPASAR, NusaBali
Partai politik pun dituntut keluarkan calon pemimpin yang pas bagi rakyat di daerah, untuk menekan angka Golput.

Pemaparan ini disamaikan Nyoman Subanda di sela acara Seminar Pilkada Pengelolaan Pemilu dan Penguatan Partai Politik bertajuk ‘Evaluasi Pilkada Tahun 2017 dalam Rangka Menyongsong Pelaksanaan Pilkada Serentak Gelombang III Tahun 2018’ yang digelar di Inna The Grand Bali Beach Hotel Sanur, Denpasar Selatan, Kamis (18/5). Dalam seminar yang digelar Kemenko Polhukam tersebut, Subanda jadi na-rasumber bersama Prof Siti Zuhro (peneliti LIPI), Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi (Ketua KPU Bali), dan Titi Angraini (peneliti dari Perludem).

Subanda menyebutkan, selama ini sistem penjaringan calon pemimpin dari akar rumput (button-up) sering dikalahkan dengan kebijakan sentralisitik DPP (Dewan Pimpinan Pusat) Partai. Pola ini memunculkan pemimpin yang tidak berdasarkan keinginan akar rumput yang mewakili masyarakat. Yang dijaring pengurus partai di tingkat kabupaten/kota, belum tentu dapat rekomendasi dari DPP.

“Terjadi jual beli tiket rekomendasi, sehingga calon yang berkantong tebal saja bisa dapat tiket rekomendasi dari DPP Partai. Ini terjadi dalam proses penjaringan calon kepala daerah,” tegas akademisi yang juga Dekan FISIP Undiknas Denpasar ini.

Menurut Subanda, sebuah rekomendasi calon kepala daerah, baik Cagub-Cawagub maupun Cabup-Cawabup/Cawali-Cawawali, yang diterbitkan atas kebijakan penuh DPP Partai sangat berperan melahirkan pemimpin. “Jadi, berkualitas atau tidaknya pemimpin yang dilahirkan dalam Pilkada, partai politik yang bertanggung jawab,” katanya.

“Pola sentralisitik ini perlu diubah. Kalau tidak, pemimpin yang lahir adalah produk lobi-lobi di lingkaran elite saja, yang diawali jual beli tiket rekomendasi,” lanjut tokoh asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng ini.

Subanda mengingatkan, pengalaman seorang pemimpin lahir dari kocok-kocokan dan keinginan DPP, juga membuat pertarungan di internal partai sangat sengit dengan permainan uang. Kader partai yang sejak lama menunjukan dedikasi, loyalitas, dan menempa diri menjadi calon pemimpin yang berkualitas, menjadi tidak ada artinya, karena dikalahkan pola rekrutmen yang tersentral di pusat. “Apa keinginan pusat, daerah juga nggak berani menolaknya. Pola pikir di partai ini yang harus diubah,” jelas Subanda.

Seharusnya, kata Subanda, partai politik berperan melahirkan sistem yang demokratis dengan desentralisasi dalam penjaringan yang calon pemimpin berkualitas. “Partai harusnya menjadi benteng menjaga demokrasi, bukan malah menciptakan proses yang sentralisitik dalam melahirkan bibit pemimpin.”

Subanda juga mengingatkan pentingnya optimalisasi pendidikan politik kepada masyarakat, untuk menekan angka golongan putih (Golput) alias pemilih tidak menggunakan hak pilihnya di Pilkada 2018 nanti. "Perlu menengaskan kembali peran pemerintah daerah, KPU, Bawaslu terhadap Pilkada. Misalnya mengenai peran untuk melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, sosialisasi Pemilu nasional, dan Pilkada," katanya.

Menurut Subanda, Golput merupakan salah satu isu krusial dalam pelaksanaan Pilkada serentak. Subanda mencontohkan fenomena menurunnya tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada Buleleng 2017 lalu, di mana angka Golput hampir 50 persen. Padahal, dalam Pemilu 2014, partisipasi masyarakat di Bali dalam menggunakan hak pilihnya masih di atas 70 persen alias Golput hanya 30 persen.

Sementara terkait dengan evaluasi Pilkada yang sudah berjalan Subanda mencontohkan di Bali harus ada evaluasi terutama soal partisipasi pemilih yang sangat rendah. Disini peran penyelenggara dan partai politik sangat besar untuk mewujudkan pemilu yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. “Peran partai dan penyelenggara harus sejalan,” tegas Subanda.

Rendahnya angka partisipasi pemilih dalam Pilkada ini, kata Subanda, tidak terlepas karena munculnya calon pemimpin yang dinilai tidak pas. “Masyarakat enggan memilih, karena tidak ada calon yang dinilai tepat. Ini juga kembali kepada peran partai politik dalam melahirkan calon,” tandas Subanda.

Dalam kasus di Buleleng, kata Subanda, tidak ada penantang yang diusung parpol untuk menghadapi pasangan incumbent (diusung PDIP-Gerindra-Hanura-NasDem-PPP-PAN-PKB). Partai politik lainnya (Golkar-Demokrat-PKS) justru pilih mendukung pasangan calon indepenmden. “Jadi, masyarakat banyak yang malas datang memilih ke TPS, karena tidak punya figur. Ada pula masyarakat yang tidak dapat surat panggilan untuk memilih dan masalah lainnya.”

Subanda mengatakan, hal ini menjadi introspeksi bagi penyelenggara Pemilu, partai politik, dan calon itu sendiri. Partai politik dituntut masyarakat mengeluarkan calon yang punya kapabilitas dan bisa merealisasikan program yang dibutuhkan rakyat. “Tidak sekadar program di awang-awang. Rakyat kan mengawasi dan sekarang sudah ceredas menentukan calon,” ujarnya.

Dalam pemilihan kepala daerah serentak gelombang III tahun depan, akan digelar tiga Pilkada di Bali, yakni Pilgub Bali 2018, Pilkada Gianyar 2018, dan Pilkada Klungkung 2018. Dari sini, incumbent yang potensial maju di Pilgub Bali 2018 hanya Ketut Sudikerta, Ketua DPD I Golkar Bali yang kini masih menjabat Wakil Gubernur Bali 2013-2018.

Sedangkan di Gianyar, incumbent yang potensial maju ke Pilkada 2018 hanya Made Agus Mahayastra, Ketua DPC PDIP yang kini Wakil Bupati Gianyar 2013-2018. Sebaliknya, pasangan incumbent Nyoman Suwirta-Made Kasta kemungkinan besat akan kembali diusung Gerindra di Pilkada Klungkung 2018.

Sementara itu, Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengajak seluruh komponen masyarakat untuk sukseskan pelaksanaan Pilkada serentak 2018. "Saya harap yang ikut dalam seminar kali ini mampu berperan aktif dalam menyukseskan Pilkada 2018, dengan cara menyebarkan informasi kepada masyarakat tentang arti pentingnya Pilkada," kata Pastika dalam sambutan yang disampaikan Wakil Gubernur Ketut Sudikerta di acara seminar kemarin.

Pastika menginginkan masyarakat agar cerdas dalam memilih calon pemimpin. Dengan begitu, pemimpin yang terpilih mampu memberikan kesejahteraan sesuai dengan harapan masyarakat.

Sedangkan Deputi Bidang Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam, Mayjen  TNI Yoedhi Swastono, menyatakan Indonesia mengalami sejarah panjang dalam pelaksanaan Pilkada langsung sejak 2005. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk evaluasi dalam meningkatkan kualitas. Pihaknya mengakui masih terdapat banyak masalah yang perlu diperbaiki, di antaranya fenoimena calon tunggal, politik uang, kurang netral dan profesionalnya penyelenggara, dan isu SARA. "Tidak kalah penting adalah maraknya pemanfaatan media sosial untuk menyebarkan berita tidak benar," katanya. *nat

Komentar