nusabali

Perupa I Nyoman Bratayasa Pamerkan Kekayaan Laut Lewat Lukisan

  • www.nusabali.com-perupa-i-nyoman-bratayasa-pamerkan-kekayaan-laut-lewat-lukisan

GIANYAR, NusaBali
Perupa I Nyoman Bratayasa, 42, menggelar pameran bertajuk ‘A Dive Into The Sea’ di TiTian Art Space @ Biji World, Jalan Raya Mas, Ubud, Gianyar, Kamis (8/12).

Pameran berlangsung hingga 7 Januari 2023 mendatang. Perupa kelahiran Desa Lodtunduh, Ubud ini memamerkan kekayaan laut lewat lukisan. Ada juga karya pahatan dari batu padas dan teracotta.

Pria kelahiran 16 Mei 1980 ini tertarik menggarap tema kehidupan bawah air. Terutama kehidupan di dalam lautan Indonesia. “Saya sendiri agak terkejut, mengapa tiba-tiba saya menceburkan diri ke dalam samudera,” ungkap Nyoman Bratayasa. Inspirasinya mengalir begitu saja, di kanvasnya yang bermacam ukuran tergambar aneka tetumbuhan air dan beragam ikan. Alga atau ganggang laut cokelat (Phaeophyta), hijau (Chiorophyta), dan merah (Rhodophyta) terlihat bergoyang disentuh angin dasar lautan.

Ikan neon netra, clown fish, yellow tang, butterfly fish, banggai, watchman goby, blue devil sampai angel fish terlihat berenang-renang riang. Bahkan tetumbuhan laut berbunga yang disebut lamun atau lalamong, setu, samo-samo, juga ikut menghiasi dan menciptakan suasana. Dalam lukisannya yang lain, Bratayasa menggambarkan ikan mas koki (Carassius Auratus). Sejenis ikan air tawar yang berasal dari familia Cyprinidae serta ordo Cyprintifoermes dan dikenal sebagai favorit pencinta satwa air. Ikan air tawar yang dipercaya mendatangkan hoki ini dipersilakan menari di kedalaman danau, dengan batu-batu tanah dan kehalusan pasir menjadi lantai dansanya.

Bratayasa juga membuat pahatan di atas batu padas yang menghadirkan corak terawang. Udang, kuda laut, kerang, oktopus ada dalam pahatannya. Uniknya, jika dalam lukisan ia membentuk objek dengan goresan dan besutan bebas, dengan sentuhan gaya impresionisme-ekspresif, dalam pahatan ia mengambil pola dekoratif, seperti ukiran tradisional Bali. Sehingga sejajaran pahatannya mengingatkan kepada lukisan maestro Anak Agung Gede Raka Turas atau Pande Ketut Bawa. Seniman senior yang sering mengeskplorasi satwa air dalam kanvas.

“Yang melatarbelakangi saya melukis dunia air sebagai wujud kekhawatiran saya kepada rusaknya laut, yang seringkali tidak diperhatikan habitatnya dan agak dilupakan eksistensinya,” ungkap Nyoman Bratayasa. Menurutnya, kekhawatiran itu muncul berkali-kali. Apalagi ketika berjumpa dengan berita-berita di majalah, koran, televisi serta di gawainya. Bratayasa merasa sangat gundah ketika melihat dengan mata kepala sendiri tentang sampah yang berulang memenuhi Pantai Kuta akibat terbawa arus balik. “Saya rasa laut Bali dan laut di seluruh Indonesia juga akan celaka seperti Teluk Jakarta apabila tidak dijaga. Padahal, kalau kita menjaga, bangsa Indonesia akan hidup makmur selamanya dari hasil laut,” ujarnya.

Bratayasa tetap aktif sebagai seniman yang bekerja untuk komunitas di lingkup desa dan banjar. Ia juga mendirikan Kelompok Perupa Sari Lotus Lodtunduh, disusul sanggar seni rupa anak-anak Bares di tahun 2017. Dia mengasuh tak kurang dari 50 anak untuk melukis bersama dan belajar bersama. Di Sanggar Bares generasi dini itu dipererat dengan lukisan klasik dan tradisional Bali, dikenalkan seni rupa modern dan kontemporer dunia. Ia juga sosialisasikan karya anak-anak itu lewat pasar, pameran, kompetisi nasional, dan internasional. *nvi

Komentar