nusabali

Di Balik Cangkul yang Digunakan Para Pemimpin G20 Menanam Mangrove di Tahura Ngurah Rai

Dibikin Perajin asal Batuyang, Sukawati, Berbahan Kayu Suar

  • www.nusabali.com-di-balik-cangkul-yang-digunakan-para-pemimpin-g20-menanam-mangrove-di-tahura-ngurah-rai
  • www.nusabali.com-di-balik-cangkul-yang-digunakan-para-pemimpin-g20-menanam-mangrove-di-tahura-ngurah-rai

Cangkul spesial itu berbahan kayu suar dengan desain ukiran Bali dan motif batik di ujung gagang dan cincin mulut cangkul, serta ada laser cutting logo G20 pada gagangnya

GIANYAR, NusaBali

Masih ingat moment saat para pemimpin dunia yang tergabung dalam Group of Twenty (G20), termasuk Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping angkat cangkul menanam bibit mangrove di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar saat gelaran KTT G20, Rabu (16/11) lalu. Aksi para pemimpin dunia ‘mencangkul’ di bawah koordinasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu pun menjadi bahan perbincangan dunia.

Ternyata cangkul-cangkul yang digunakan para pemimpin G20 itu dibuat oleh pasangan suami istri (Pasutri) asal Banjar Puseh, Desa Adat Batuyang, Desa Batubulan Kangin, Kecamatan Sukawati, Gianyar, I Wayan Sugita,52, dan Ni Wayan Budiani,52. Pasutri ini dipercaya Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Bali untuk menggarap cangkul berbahan kayu yang dipakai pemimpin dunia itu.

Kepada NusaBali, Wayan Sugita mengaku didekati oleh Disperindag Bali melalui sang istri, Budiani, ketika usaha kerajinan patung kayu beraromanya, yakni Lembong Gita, mengikuti pameran di IKM Bali Bangkit Tahap VIII di Taman Budaya Bali (Art Centre) Denpasar. Dalam pameran yang digelar pada bulan Oktober 2022 lalu itu, Sugita menjelaskan bahwa dirinya ditantang oleh Kepala Disperindag Bali, I Wayan Jarta.

“Bapak Kadisperindag waktu itu menantang saya. Kata Beliau, kalau buat patung serumit ini saja saya bisa, masa kerjaan kecil buat cangkul saja tidak bisa. Ya, tetap saya pertimbangkan dulu karena acara ini acara besar,” kata Sugita ketika ditemui di tokonya di Jalan Pasekan, Batubulan Kangin, Selasa (22/11) pagi.

Pada saat didekati oleh Disperindag Bali pada 26 Oktober 2022 lalu, Lembong Gita menjadi satu-satunya peserta kerajinan patung kayu yang terlibat dalam pameran yang digelar Dekranasda Bali itu. Oleh karena itu, Sugita menjadi kandidat tunggal yang dipilih. Meski demikian, Sugita dan istrinya Budiani sempat ragu mengingat kaliber acaranya yang sangat besar. Sampai akhirnya, ia meyakinkan diri untuk memanfaatkan kesempatan yang belum tentu datang lagi ini.

Selama 5 hari hingga tanggal 1 November 2022, purwarupa pertama cangkul kayu tersebut diserahkan kepada Gubernur Bali Wayan Koster. Bentuk awal tersebut memiliki gagang cangkul sepanjang 55 cm dengan mulut cangkul 17 x 13 cm. Ternyata, ukuran tersebut terlalu kecil dan kurang menyerupai ukuran ideal cangkul pada umumnya. Sugita pun merevisi cangkul tersebut sedemikian rupa hingga ditemukan komposisi gagang sepanjang 90 cm dan mulut cangkul 28 x 19 cm.

Hasil revisi kedua tersebut diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Bali dan diteruskan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Cangkul kayu berbahan kayu suar dengan desain ukiran khas Bali dan motif batik di ujung gagang dan cincin mulut cangkul, serta memiliki laser cutting logo G20 Indonesia pada gagangnya tersebut disetujui Presiden Jokowi untuk diproduksi sebanyak 41 buah plus 4 buah.

“Sebelum mulai dibuat, saya sempat pusing tujuh keliling karena material habis. Kayu yang dipakai itu kayu suar yang didatangkan dari Jawa, sedangkan saat itu cuacanya ekstrem dan di Jembrana akses tertutup,” jelas Sugita yang merupakan jebolan Sekolah Menengah Industri Kerajinan (SMIK) Batubulan ini.

Kondisi ini menyebabkan truk pengangkut kayu material tersebut terjebak di pintu masuk Bali sehingga terjadi kelangkaan. Beruntung karena daerah Desa Adat Batuyang ini merupakan sentra kerajinan patung, setelah ditelisik oleh Sugita, kebutuhan material sebanyak 2 meter kubik kayu suar tersebut akhirnya dapat dipenuhi dengan bantuan kerabatnya.

Pemilihan kayu suar (Samanea saman) sebagai bahan baku cangkul ini pun didasari atas beberapa keunggulan kayu asal Amerika Latin ini. Pertama karena tampilan kayu suar ketika difinishing memberikan kesan warna merah keemasan. Kemudian, kayu suar mentah memiliki karakter yang elastis, namun ketika semakin kering daya tahannya semakin tinggi.

Mengingat sudah memasuki bulan November, waktu pengerjaan pun dalam hitungan hari. Kata istri Sugita, Budiani, yang turut membantu suaminya untuk memproduksi cangkul tersebut, mereka harus lembur selama delapan hari hingga tanggal 12 November 2022, hari di mana cangkul-cangkul tersebut dijemput oleh pihak panitia KTT G20.

Dalam proses produksi tersebut Budiani bertugas dalam urusan pengamplasan, mengecat dasar ukiran sebelum diprada (dicat warna emas), dan melakukan finishing. “Bentuk cangkul dan ukirannya dibuat suami saya. Kemudian, begitu ukiran itu selesai langsung saya amplas dan beri cat merah untuk warna dasar ukiran sebelum diprada. Setelah itu, untuk pengerjaan laser di bagian logo diserahkan ke rekanan di Desa Batuan, Sukawati, Gianyar,” ungkap Budiani yang setia mendukung suaminya merintis usaha tersebut sejak akhir tahun 1990-an ini.

Oleh karena itu, pengerjaan 45 buah cangkul tersebut dapat dikatakan melibatkan dua tenaga outsourcing, yakni satu untuk laser cutting dan satu lagi untuk membantu proses pengecatan prada pada ukiran. Prosesnya pun cukup memakan waktu khususnya pada saat proses perpindahan dari Lembong Gita menuju jasa laser cutting kemudian kembali ke Lembong Gita untuk difinishing.

Kata Sugita, sebanyak 45 buah cangkul tersebut menghabiskan dana sekitar Rp 46 juta. Dengan demikian, satu buah cangkul berbahan kayu suar yang sudah jadi secara utuh tersebut ditaksir bernilai sekitar Rp 1 juta. “Saya tidak bisa menutupi rasa bangga bahwa karya kerajinan yang saya buat tersebut dipegang oleh pimpinan negara besar. Rasa bangganya bukan main, untuk perajin seperti saya diberikan kesempatan untuk berkontribusi,” ungkap Sugita.

Viralnya para pemimpin negara G20 menanam mangrove menggunakan cangkul kayu suar tersebut membuat sang perajin juga sontak menjadi selebriti khususnya di lingkungan desanya. Kata Sugita, banyak tetangga dan beberapa prajuru desa mengenal hasil karyanya itu digunakan oleh para pemimpin negara besar.

Saat ini, kerajinan Lembong Gita sudah memiliki puluhan produk patung dengan berbagai bentuk. Mulai dari patung, pratima, dan tapakan dari tradisi Bali dan Hindu, ada pula Buddha, Kong Hu Chu, dan beberapa kerajinan bergenre kontemporer penghias ruangan lainnya. Pasar dari kerajinan patung Lembong Gita masih dominan dari masyarakat lokal Bali meskipun sudah mulai ada konsumen dari India.

Pasangan yang dikenal sebagai Bapak dan Ibu Lembong ini berharap para perajin semakin diberikan ruang untuk berkembang sehingga warisan tradisi ini dapat diteruskan kepada generasi yang akan datang. Selain itu, Sugita sendiri berharap para perajin seperti dirinya diberikan bantuan pendampingan dan pelatihan untuk optimalisasi pemasaran, branding, dan promosi produk.

“Semoga ke depannya semakin maju pariwisata kita, karena kalau pariwisata sudah membaik maka ekonomi juga mengikuti. Semoga juga selalu diberikan kesehatan. Karena akibat Covid ini luar biasa pengaruhnya. Para perajin hanya bisa berusaha dan berdoa,” tandas Budiani. *ol1

Komentar