nusabali

Instalasi Anyaman 'Tree of Life' di Bandara Ngurah Rai Karya Seniman Desa Gulingan, Mengwi, Badung

Dibuat untuk KTT G20, Diprediksi Bisa Bertahan Lebih dari 5 Tahun

  • www.nusabali.com-instalasi-anyaman-tree-of-life-di-bandara-ngurah-rai-karya-seniman-desa-gulingan-mengwi-badung

Instalasi Tree of Life menghabiskan 4 kilogram rotan, 700 pelepah daun kelapa, dan 150 kilogram tali berbahan pelepah pisang.

MANGUPURA, NusaBali

Ida Bagus Gede Ari Artana, 45, perajin anyaman berbahan daun kelapa, tali pelepah pisang, rotan, dan daun lontar, dipercaya PT Angkasa Pura I untuk menggarap dan memajang karyanya, Tree of Life, sebagai penghias terminal kedatangan internasional untuk menyambut delegasi KTT G20. Karya pria dari Griya Lebah Sari, Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung yang akrab disapa Gus Ari, ini terbilang mencolok dan berbeda dari 6 karya lainnya yang juga dipajang di beberapa titik di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kecamatan Kuta, Badung. Ciri khas tersebut ditunjukkan dengan penggunaan bahan natural dari tumbuhan, tanpa finishing pewarnaan, dan tanpa podium.

Selain itu, rupa karya yang berbentuk pohon raksasa ini sepenuhnya dibuat dengan teknik anyaman kontemporer, meskipun masih dipengaruhi kekhasan anyaman dan tetuasan piranti upacara di Bali.

“Ini sebenarnya bagian dari beautifikasi bandara yang dilakukan Angkasa Pura (AP) I. Mungkin user (AP I) melihat akun Instagram saya dan kebetulan mereka suka dan sejalan dengan misi mereka (instalasi seni ramah lingkungan), jadi diajaklah kami untuk memperindah terminal kedatangan internasional,” tutur Gus Ari, Sabtu (19/11), selaku leader dari Bali Kui, kelompok usaha seni anyaman yang dia dirikan bersama 25 warga desa pada tahun 2016.

Kata Gus Ari, dirinya didekati perantara AP I sekitar Juni 2022. Kemudian di bulan yang sama dia mengajukan tema untuk memasang instalasi dengan 90 persen berbahan natural dari anyaman daun kelapa, anyaman dan tetuasan daun lontar, anyaman rotan, dan anyaman tali berbahan pelepah pisang. Sisanya digunakan metal sebagai struktur dalam agar instalasi tersebut dapat berdiri dan tahan menopang beban dari bahan lain dalam kurun waktu yang lama.

Setelah mengalami penyesuaian dari segi desain dan model, Gus Ari dan 25 stafnya mulai mengerjakan instalasi berbentuk pohon setinggi 6,8 meter tersebut pada Agustus. Dalam kurun waktu satu bulan, instalasi seni tersebut dirampungkan menjadi lebih dari 20 bagian. Bagian-bagian yang sudah rampung tersebut membentuk dua bagian utama yakni akar dan dahan.

Untuk bagian akar termasuk batang, tampak luar didominasi bahan dari anyaman rotan dan anyaman tali pelepah pisang, meskipun yang menjadi penutup dalam adalah anyaman daun kelapa. Kedua bahan tersebut dianyam sedemikian rupa sehingga memberikan tekstur seperti ulir serat dari rotan dan tali pelepah pisang. Kemudian pada bagian dahan ke atas juga terdiri dari dua bahan tersebut namun ditambah bagian daun yang dibuat dari anyaman daun kelapa.

Selain bagian utama ini, terdapat 8 anyaman dan tetuasan yang tergantung pada 8 dahan pohon sesuai penjuru mata angin. Tetuasan ini menyerupai sampian penjor dengan perbedaan bentuk dan kombinasi yang mencolok. Masing-masing 8 sampian penjor pada bagian dalam dan gantungannya terdapat tetuasan berbentuk senjata Nawa Dewata sesuai posisi dewa penjaga penjuru mata angin.

“Anyaman yang dipakai pada instalasi ini memang terinspirasi dari teknik anyaman Bali. Namun, tidak bisa dipersepsikan ini anyaman kelabang, ini anyaman mantri. Karena yang digunakan ini adalah teknik kontemporer dengan bentuk yang sama sekali berbeda,” jelas jebolan SMKN 1 Denpasar tahun 1995.

Sementara itu, pemilihan narasi Tree of Life tersebut tidak terlepas dari kearifan lokal yang menganggap pohon sebagai sumber kehidupan dan salah satu cara alam memberikan makan kepada makhluk hidup. Awalnya, filosofi Tree of Life ini lahir dari orang Bali yang tidak bisa lepas dari yang namanya pohon kelapa. Pohon ini dimanfaatkan dari ujung daun hingga ujung akarnya baik di ranah pribadi maupun ranah adat.

Namun karena instalasi ini ditujukan kepada masyarakat internasional, filosofi tersebut diperluas. Oleh karena itu, bentuk yang diambil tidak serta merta pohon kelapa melainkan suatu bentuk yang dapat dipersepsikan oleh orang dari latar belakang budaya manapun sebagai perwujudan pohon dengan nilai yang universal.

“Filosofi pohon itu sangat universal. Di sini, saya gambarkan pohon sebagai keseimbangan dalam kehidupan, karena dalam pohon itu ada akar yang menopang, ada batang yang membentuk, dan ada daun yang melindungi. Dalam keseimbangan ini muncullah sebuah kehidupan, makanya saya kasih nama Tree of Life,” tutur Gus Ari yang mempopulerkan desain gayor berbahan natural pada 2016 lalu.

Meskipun instalasi berdiri dan berbentuk raksasa ini dirampungkan dalam waktu satu bulan, tantangan terbesar justru bukan pada pembuatannya yang dilakukan di workshop di Banjar Lebah Sari, Desa Gulingan. Namun, tantangan tersebut ada pada saat proses pemasangan atau perakitan di bandara. Tantangan tersebut terjadi karena ada faktor-faktor tertentu yang menyulitkan proses loading barang hingga proses perakitan.

Pertama, akses masuk titik penempatan tergolong sempit untuk instalasi yang berdimensi 6,8 x 6 meter. Akses masuk tersebut, menurut Gus Ari, lebarnya 2 – 3 meter. Selain itu, standar keamanan bandara yang ketat juga sempat menjadi tantangan dikarenakan yang dibawa masuk bukan hanya bagian-bagian instalasi, melainkan perkakas dan juga 11 orang staf yang terdiri dari dua shift. Kemudian, karena akses masuk sempit, kalkulasi diperhitungkan kembali dengan seksama termasuk memotong bagian anyaman yang seharusnya solid dan terhubung satu sama lain.

Dengan tantangan tersebut, Gus Ari dan kawan-kawan tetap berusaha menyelesaikan instalasi tersebut berturut-turut dalam kurun waktu 24 jam selama beberapa hari, dibantu mekanisme dua shift yang diberlakukan. Setelah tiba di bandara pada 24 September 2022, instalasi tersebut akhirnya untuk sementara dan secara umum dianggap rampung pada 27 September 2022. Namun, baru dinyatakan final pada 1 Oktober 2022.

Instalasi berbahan natural ini menghabiskan 4 kilogram rotan, 700 pelepah daun kelapa, dan 150 kilogram tali berbahan pelepah pisang. Walaupun bukan instalasi terbesar secara kuantitas yang pernah dikerjakan Bali Kui, Gus Ari menegaskan bahwa instalasi ini secara kualitas merupakan yang paling prestisius. Hal ini dikarenakan lokasi penempatannya yang berada di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Ngurah Rai dan dipajang serangkaian penyambutan delegasi KTT G20.

“Inilah mengapa saya dapat dikatakan sangat bangga, karena eksposurnya pasti akan tinggi melihat lokasi penempatannya. Kemudian karena prestisius acara KTT G20 ini. Dengan eksposur yang baik, saya rasa akan membuka ruang bagi saya untuk dapat berkembang dan mengeksplorasi terobosan baru untuk berinovasi,” kata pria yang pernah mendekorasi Istana Negara pada HUT ke-77 RI dengan anyaman daun kelapa.

Kata Gus Ari, berdasarkan kontrak dengan AP I, instalasi Tree of Life ini mampu bertahan dan dapat dipajang lebih dari 5 tahun. Indikator yang dia pakai untuk menentukan daya tahan ini adalah berdasarkan karya sebelumnya. Sekitar tahun 2018, Gus Ari sudah pernah membuat instalasi dengan bahan yang sama dan dipajang di kondisi lingkungan yang serupa. Hingga kini, instalasi di salah satu perusahaan perhiasan dan butik berjaringan internasional di Bali itu masih awet dan tidak lapuk.

Ke depan, pria yang awalnya minder karyanya disatukan dalam ‘periuk’ yang sama dengan seniman besar lain ini, berharap dapat menembus pasar internasional. Sejauh ini, sudah pernah ada tawaran dari Singapura, Maladewa, dan Inggris, namun kendala aturan, material, dan biaya kargo menjadi tantangan terbesar yang menghambat mitra meneruskan kontrak kerja sama.

Tetapi, Gus Ari percaya apabila diberikan kesempatan lagi dan ada campur tangan pemerintah dalam mendorong seni anyaman semacam ini untuk go international, maka bukan tidak mungkin karyanya bisa dipajang di luar negeri. *ol1

Komentar