nusabali

Pariwisata Mulai Bangkit, Pedagang di Kawasan Uluwatu Masih ‘Ngos-ngosan’

  • www.nusabali.com-pariwisata-mulai-bangkit-pedagang-di-kawasan-uluwatu-masih-ngos-ngosan

MANGUPURA, NusaBali.com - Geliat pariwisata di Bali memang sudah sedikit membaik sejak dibuka untuk kunjungan turis asing pada bulan Februari 2022 silam. Walaupun demikian, kunjungan wisatawan mancanegara tersebut masih terbilang sepi.

Seperti halnya pelaku usaha di kawasan wisata Pura Luhur Uluwatu yang terletak di Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, Badung. Jumlah pengunjung yang datang saat ini masih terbilang sepi dibandingkan sejak sebelum pandemi melanda Bali pada tahun 2020 silam. 

Hal ini diungkapkan oleh salah satu pedagang souvenir di sebelah selatan Pura Uluwatu, Nyoman Sariani mengungkapkan jika penghasilan yang ia dapatkan sehari-hari masih belum pulih total.

“Saat ini terkadang dapat Rp 200 ribu tetapi sehari pernah tidak dapat jualan sama sekali. Saya harus tetap bersyukur berapa saja dapat karena saat ini masih dalam tahap pemulihan juga,” ujar wanita asal Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Kamis (17/11/2022) siang.

Soal pendapatan sebelum pandemi, dalam satu hari Nyoman Sariani bisa mendapatkan penghasilan sebanyak Rp 500 ribu bahkan sampai Rp 1 juta. 

Saat ini wisatawan yang mampir ke kiosnya rata-rata dari wisatawan asal Australia, Amerika, dan juga India. Namun, tak sedikit wisatawan lokal dan juga pelajar atau mahasiswa yang sedang melakukan study tour di kawasan tersebut singgah ke toko miliknya.

“Yang paling sering dibeli itu, kerajinan patung, kain Bali, gelang atau souvenir lainnya. Tidak ada barang yang dominan terjual karena para tamu itu punya selera yang berbeda-beda,” paparnya.

Setelah tutup selama dua tahun akibat pandemi, ia mulai membuka kiosnya pada bula Maret 2020. Saat awal-awal buka, ia hanya membersihkan toko dan memenuhi stok barang yang akan dijual. Namun, pengunjung yang datang ke kiosnya saat itu hanya sekadar mampir untuk melihat-lihat saja. 

“Awal-awal buka tamu yang datang ke sini hanya lihat-lihat saja. Tetapi mulai ramai itu di bulan Agustus sampai sekarang,” ujarnya.

Tak hanya Nyoman Sariani, pedagang souvenir lain yang menggantungkan hidup di daerah wisata tersebut juga mengatakan hal yang sama. Mereka selama ini bertahan dengan pengunjung yang tak seberapa dan bersedia membeli dagangan. 

“Dari awal buka sampai sekarang masih kurang normal seperti saat sebelum pandemi. Kadang ada yang belanja, kadang juga tidak ada sama sekali,” kata Nyoman Sukadi sembari menata barang dagangannya.

Mirisnya, dalam sehari ia hanya mendapatkan satu atau dua orang pelanggan dan mendapat penghasilan paling banyak Rp 100 ribu dalam sehari. 

Produk yang ia jual pun beragam mulai dari baju pantai khas Bali, aneka souvenir, kain dan lainnya berkisar Rp 20.000 sampai Rp 50.000 saja. 

“Masalah penjualan per hari itu barang dagangan yang dapat terjual satu atau dua pieces. Kalau dulu sebelum pandemi bisa mengantongi uang paling tidak Rp 500 ribu. Sekarang masih belum seberapa karena belum normal betul,” jelasnya lirih.

Dikonfirmasi secara terpisah, pedagang kios makanan, Ketut Sulastri mengungkapkan ada sedikit perubahan pendapatan dari yang awalnya tidak ada sama sekali. Saat pandemi melanda dan mengharuskan menutup kiosnya, ia hanya diam dirumah dan tidak memiliki pekerjaan sampingan. 

“Saya diam di rumah saja sembari menunggu pariwisata di buka kembali. Saat ini Astungkara ada saja yang belanja ke kios saya,” ujar wanita yang tinggal di kawasan Pantai Suluban, Pecatu, Bali.

Ia pun mengatakan kondisi ini akibat belum adanya tamu asal negara China yang datang ke Bali. Saat sebelum pandemi ia bisa menghasilkan lebih dari Rp 500 ribu kini hanya mendapatkan rata-rata Rp 200 ribu. 

“Ramainya di sore hari karena ada yang mau menonton tari kecak. Hari Sabtu dan Minggu lebih ramai dan bisa dapat Rp 300 ribu sehari,” terangnya. 

Produk yang dijualnya pun dominan minuman berasa dan kelapa muda. Harga  yang diberikan untuk wisatawan asing ataupun lokal ia ungkapkan berbeda namun kenaikannya pun terbilang tidak signifikan. 

Untuk wisatawan asing harga satu kelapa muda utuh seharga Rp 25.000 dan untuk wisatawan lokal akan berbeda sesuai dengan hasil negosiasi dengan konsumen. 

Dilihat dari pantauan NusaBali.com, kios-kios yang berjejer tepat di dekat parkiran wisata Pura Uluwatu ini sudah terisi penuh walau  Kamis (17/11/2022) ini sebagian besar tutup akibat ada upacara keagamaan umat Hindu. 

“Kios kosong ini karena ada upacara agama, sebelumnya memang sudah buka semua,” terangnya.

Ia pun berharap wisatawan yang berkunjung ke wisata Pura Uluwatu kembali meningkat dan dirinya ingin pariwisata di Bali semakin naik daun seperti dulu sebelum adanya Covid19. *ris

Komentar