nusabali

I Wayan Bogayasa, Dulu Nyabu Kini Menyadarkan Korban Sabu

  • www.nusabali.com-i-wayan-bogayasa-dulu-nyabu-kini-menyadarkan-korban-sabu
  • www.nusabali.com-i-wayan-bogayasa-dulu-nyabu-kini-menyadarkan-korban-sabu

GIANYAR, NusaBali.com – I Wayan Bogayasa, 50, adalah anggota Intervensi Berbasis Masyarakat (IBM) Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng. Siapa sangka, sebagai bagian dari IBM, dulunya ia adalah pengguna sabu-sabu pasif sejak tahun 2003.

Bogayasa mengaku mengenal metamfetamin kristal ini karena dipengaruhi teman sejawatnya saat bekerja di sektor pariwisata pada tahun 2000-an. Saat itu, pria asal Banjar Peken, Desa Sangsit ini bekerja sebagai sopir yang mengantar jemput turis di Bandara I Gusti Ngurah Rai.

“Sabu-sabu itu kan membuat si pemakai itu jadi bersemangat, kuat begadang. Karena saat itu saya kerja di pariwisata, jemput tamu di bandara jam sekian. Kalau tidak ada sabu-sabu itu susah dan jadi ketergantungan setelah dipakai,” tutur Bogayasa ketika ditemui usai mengisi sesi penyadartahuan bahaya narkoba di acara Sayan Rumaket, Sabtu (8/10/2022) lalu.

Kata Bogayasa, alasan pekerjaan yang berat dan memerlukan energi besar pada setiap saat itulah yang ia jadikan pembenaran untuk mengonsumsi sabu-sabu.

Meskipun merupakan pengguna pasif, kata pria yang kini juga berprofesi sebagai tukang ojek online ini, sangat sulit untuk berhenti menggunakan sabu-sabu. Ia mengaku badannya sempat sakit sekujur tubuh begitu memutuskan untuk menjauhi kristal terlarang tersebut pada tahun 2018.

“Awalnya sangat sulit. Badan sakit-sakit semua,” ujar pria yang sempat indekos di wilayah Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung ketika masih aktif mengonsumsi sabu-sabu ini.

Keputusannya untuk berhenti lebih awal pun lebih sulit lantaran Desa Sangsit sempat menjadi zona merah peredaran narkoba. Pada tahun 2010 ke belakang, kata Bogayasa, warga Desa Sangsit bahkan dapat memeroleh narkoba dari bandarnya langsung hanya dengan bertransaksi di pasar.

“Narkoba itu bisa ditransaksikan di pasar desa, karena bandarnya itu warga desa sendiri. Tetapi itu dulu sebelum IBM ada,” kata Bogayasa.

Meski demikian, keinginannya untuk berhenti tetap kukuh lantaran bertahan di Denpasar pada tahun 2018 tersebut tidak memungkinkan. Bogayasa mengaku, saat itu, ia hanya bermodal kaos oblong dan celana di ibukota kemudian memilih pulang untuk berubah.

“Beruntung, ada dua anak saya yang sangat berandil dan mendukung saya untuk berubah. Begitu juga dengan keluarga saya dan lingkungan saya yang cukup mendukung,” ucap Bogayasa.

Setelah berhasil keluar dari belenggu metamfetamin kristal yang menyemangatkan sekaligus merusak saraf pada tahun 2018, ia memutuskan untuk bergabung sebagai konselor di IBM Desa Sangsit. IBM Desa Sangsit ini merupakan rumah rehabilitasi binaan BNN Kabupaten Buleleng yang berbasis masyarakat. Konselor IBM Desa Sangsit adalah orang-orang yang dikenal langsung oleh korban penyalahgunaan narkoba sebab kliennya adalah warga desa sendiri.

Lewat IBM Desa Sangsit, Bogayasa berandil dalam menyadarkan rekan-rekannya yang masih terbelenggu obat-obatan terlarang. Terlibatnya Bogayasa dalam IBM terbilang sangat efektif lantaran ia adalah penyintas yang bukan sekadar menggurui klien, melainkan menjadikan dirinya sebagai contoh. *rat

Komentar