nusabali

Kenali Penyebab Anak Kecanduan Gadget dan Kiat Pencegahannya

  • www.nusabali.com-kenali-penyebab-anak-kecanduan-gadget-dan-kiat-pencegahannya

MANGUPURA, NusaBali.com – Dewasa ini, gadget menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Kondisi ini pun mengubah cara pandang orang dalam memakai gadget, tidak terkecuali bocah yang belum cukup umur pun sudah dicekoki teknologi ini.

Akibatnya ‘sirkuit senang’ dalam otak mereka terbentuk dan terorientasi pada gadget yang mampu menstimulasi dopamine dan endorphin (dua zat yang bertanggung jawab memunculkan rasa senang) anak-anak secara terus menerus seiring frekuensi pemakaian gadget.

Tentu sudah tidak asing ketika para orangtua melihat anak sering marah-marah, berteriak, bahkan senyum-senyum sendiri ketika bermain game online. Anak-anak seperti ini bahkan tahan untuk tidak makan seharian asalkan daya baterai gadget mereka tetap terisi penuh.

Menurut ahli kejiwaan dari RSD Mangusada, dr Putu Risdianto Eka Putra SpKJ, kecanduan terhadap gadget bisa disebabkan karena gadget dinilai sebagai sesuatu yang menyenangkan, kemudian dilakukan secara berulang-ulang, dan akhirnya menjadi kebiasaan serta tidak terkendali.

“Ketika tidak dapat dikendalikan menjadi keterusan. Setelah keterusan, ketika tidak dilakukan menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan, ada perasaan tidak puas,” terang dokter psikiater yang akrab disapa dr Eka ini, Senin (3/10/2022) siang ketika ditemui di Klinik Kejiwaan RSD Mangusada.

Ketidakpuasan tersebut terjadi lantaran sirkuit senang dalam otak sebelumnya sudah dimanjakan setiap kali meminta ‘reward’, dalam hal ini melakukan hal yang sudah menjadi candu. Ketika hal tersebut tidak dilakukan lagi, sirkuit senang ini akan terus meminta ‘reward’ yang biasa diberikan.

Dr Eka menjelaskan tidak ada yang salah untuk mengenalkan gadget kepada anak sejak dini karena memang merupakan tuntutan zaman. Namun pencegahan agar anak tidak sampai mengalami kecanduan gadget perlu dilakukan. Pencegahan ini dimulai dari memotong jembatan antara level berulang-ulang atau kebiasaan dan level tidak terkendali.

Untuk memotong jembatan candu tersebut, sirkuit otak yang meminta kesenangan berulang-ulang dan tidak terkendali tersebut mesti diposisikan menjadi sirkuit yang terkontrol sejak awal.

“Sesuatu yang berulang-ulang dan tidak terkendali ini seharusnya ada pengendalinya supaya tidak menjadi suatu kebiasaan,” ungkap dr Eka.

Oleh karena itu, dokter yang pernah bertugas di RS Ari Canti Gianyar ini menyarankan orangtua melakukan pengawasan terhadap penggunaan gadget sejak awal ketika diperkenalkan kepada anak.

“Kalau orangtua belum yakin mampu memberikan pengawasan terhadap pemakaian gadget, sebaiknya jangan diberikan (gadget) dulu,” tegas dokter spesialis kedokteran jiwa ini.

Pengawasan ini, kata dr Eka, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama dapat dilakukan dengan membatasi waktu bermain gadget. Selain mencegah kecanduan terhadap gawai tangan ini, pembatasan durasi pemakaian juga memberikan kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan lingkungan riilnya.

Selain pengawasan, konten yang dapat dikonsumsi anak-anak juga perlu disaring dengan mengaktifkan Kids Mode pada gadget bila ada. Jika tidak, bisa dibatasi aplikasi yang digunakan terutama yang berpotensi memunculkan konten bukan untuk anak-anak.

Jika anak sudah dibiasakan untuk diberlakukan pembatasan, maka anak dapat dilatih untuk mendisiplinkan diri sendiri. Ketika anak sudah mulai mampu mengawasi diri sendiri, pengawasan orangtua dapat dikendurkan sedikit demi sedikit.

Dengan demikian, tidak ada alasan lagi bagi orangtua untuk tidak mengawasi anak karena sibuk bekerja dan lain hal. Keberlangsungan tumbuh kembang anak di era digital ini sangat bergantung terhadap bagaimana orangtua mengenalkan anak-anak mereka terhadap dunia yang penuh dengan kemudahan teknologi ini. *rat

Komentar