nusabali

Klinik Pecandu Heroin Tabanan Terapi 10 Pasien

  • www.nusabali.com-klinik-pecandu-heroin-tabanan-terapi-10-pasien

TABANAN, NusaBali
Kabupaten Tabanan memiliki klinik Program Terapi Rumata Metadon (PTRM) yang berlokasi di Puskesmas Tabanan III, di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan.

Saat ini ada 10 pasien yang menjalani perawatan di klinik tersebut dengan kategori pecandu napza sudah status ringan.
Klinik PTRM dibuat di Tabanan berawal saat Tabanan banyak menemukan kasus pecandu narkotika terinfeksi HIV karena penggunaan lewat jarum suntik. Kondisi ini pun membuat Kementerian Kesehatan menunjuk Tabanan membentuk PTRM.

Tak hanya Tabanan membentuk klinik PTRM ini, di Bali ada lima klinik yang disebar untuk membentuk terapi metadon tersebut. Klinik tersebut diantaranya, di Rumah Sakit Umum Pusat Prof Ngoerah (RS Sanglah), Puskesmas Ubud II, Puskesmas Kuta I, Lapas Kerobokan dan Puskesmas Abiansemal.

Metadon adalah sejenis obat untuk merawat dari kecanduan menggunakan morfin, heroin, maupun kodein. Pasien yang menjalani perawatan di klinik ini seluruhnya adalah warga Tabanan yang dulunya pemakai narkotika berat. Bahkan ada satu pasien yang meninggal karena terinfeksi HIV.

Petugas Klinik PTRM, Ns Gusti Ayu Kade Dewi Mahayani SKep mengatakan klinik PTRM di Tabanan aktif tahun 2010, setelah petugas mendapatkan pelatihan di Bogor. "Klinik kita di Tabanan mulai aktif tahun 2010 paling belakang mendapat pelatihan dari klinik yang lain. Sehingga sebelumnya pasien kita yang di Tabanan sempat menjalani terapi di PTRM Puskesmas Abiansemal. Namun sekarang yang di Abiansemal kosong tidak sedang merawat pasien. Tapi klinik ini tidak boleh ditutup," ungkap Mahayani, Minggu (2/10).

Selama aktif tahun 2010 sekitar 14 pasien yang sempat dirawat. Namun seiring berjalannya waktu tinggal 10 pasien. Tidak semua pasien datang ke klinik, lantaran ada yang kembali dipenjara, sudah meninggal, hingga pasien pindah ke luar daerah. "Sekarang yang 10 pasien ini rutin terapi. Harus minum tiap hari metadon agar tidak ketergantungan obat lain, " katanya.

Mayahani menyebutkan 10 pasien yang dirawat ini dosis metadon yang mereka konsumsi bervariasi. Paling tinggi sampai 92 ml dan terendah 50 ml per sekali minum. Namun sebelum itu petugas ada sampai memberikan diatas 100 ml. "Jadi pasien yang ikut terapi metadon ini datang langsung ke klinik untuk mencari obat. Ada memang yang bisa dibawa pulang asalkan pasien sudah stabil. Saat ini klien yang dirawat rata-rata sudah stabil," akunya.

Menurutnya agar bisa para pasien ikut terapi metadon mereka terlebih dahulu memerlukan assement. Assement ini semacam konseling ditanya seputaran napza apa yang pernah digunakan, konsling keluarga, hingga konseling adiksi.

"Ketika sudah sanggup baru dilakukan terapi. Klien yang ikut terapi setiap mengambil obat satu dosis dikenakan biaya Rp 5.000 yang digunakan untuk membeli campuran sirup dan permen untuk mencegah air liur mereka berlebihan," katanya.

Dan rata-rata 10 pasien yang dirawat kata Mahayani semua menjalani terapi dengan disiplin. Bahkan ada pula pasien yang mengaku tidak berani melepas terapi ini meskipun dosis terapi bisa dikurangi. "Kata klien kami takut melepas terapi, sebab khawatir akan kecanduan obat lain. Ada kata pasien kami kalau konsumsi obat lain rasanya tidak enak," jelasnya.

Usia klien yang dirawat 25 sampai 50 tahun. Seluruhnya klien laki-laki. Dengan adanya terapi metadon ini masyarakat ataupun keluarga mendukung untuk bisa salah satu keluarganya lepas dari keketergantungan. "Terapi metadon harus mendapat dukungan dari keluarga. Kami juga bekerjasama dengan komunitas, jadi mereka yang menginformasikan orang kecanduan ingin terapi. Karena kalah mencari sendiri susah sebab mereka yang kecanduan susah membuka diri," beber Mahayani. *des

Komentar