nusabali

Sering Hujan, Panen Kopi di Daerah Anjlok

  • www.nusabali.com-sering-hujan-panen-kopi-di-daerah-anjlok

DENPASAR,NusaBali
Produksi kopi Bali, musim panen Juli – September 2022 menurun.

Penyebabnya curah hujan tinggi, disaat tanaman kopi sedang berbunga. Akibatnya bunga banyak  yang busuk dan rontok, sehingga gagal  menjadi buah. Penurunan produksi mencapai 30 persen.

I Made Sianta, petani asal Pupuan, Tabanan menjelaskan dalam kondisi normal,  per 1 hektare kopi menghasilkan  1 ton biji  kopi kering. Namun karena cuaca yang tidak mendukung, per hektare hanya menghasikan 700 kilogram saja.

 “Karena turun sekitar 30 persen,” jelas Sianta, Kamis (29/9). Penurunan produksi panen, menjadikan pasokan terbatas, sehingga harga kopi terangkat. Di tingkat petani, harga kopi (kopi kering)  berkisar antara Rp 2.800  - Rp 2.900 perkilogram. Atau Rp 2,8 juta – Rp 2,9 juta per kwintal atau per 100 kilogram.

 “Harga itu yang menolong petani, sehingga tidak sampai merugi,” jelasnya. Sedangkan tahun 2021 lalu, harga perkilo kopi antara Rp 2.100 sampai Rp 2.200.

Kawasan Kecamatan Pupuan, merupakan salah satu sentra perkebunan kopi, dengan budidaya kopi robusta.  Salah satunya di kawasan Desa Padangan. Luasnya sekitar 250 hektare.

Budidaya  kopi dengan pola tumpang sari,  diantaranya salak, manggis, durian dan tanaman buah  yang lain. Kopi produksi petani di Pupuan, dikatakan Sianta banyak dikirim ke Singaraja sebagai bahan industri kopi olahan.

 “Ada pengepul yang nanti mengirim ke pabrik di Singarja,” ujarnya. Sebelumnya I Komang Sukarsana, seorang petani kopi asal Kintamani juga menyampaikan akibat cuaca produksi kopi menurun. “ Karena faktor alam, tahun 2022 ini kopi tidak  berbuah banyak,” kata Sukarsana.

Bukan saja  di Bali saja, namun hampir semua daerah penghasil kopi mengalami penurunan produksi akibat cuaca tersebut.  Walau demikian, bagi Sukarsana kebutuhan  bahan baku kopi untuk olahan untuk konsumsi domestik  masih terpenuhi.

 “Untuk kami, kebutuhan 1 ton, baik dalam bentuk green bean maupun untuk goreng(roastery) masih bisa dipenuhi. Tidak masalah,”  ucap petani muda asal Desa Songan, Kecamatan Kintamani.

Hanya kalau untuk kebutuhan ekspor bahan baku dalam bentuk green bean menjadi berkurang. Karena itu ke depan Sukarsana mengatakan akan lebih  fokus  pada roastery atau penggorengan. “Termasuk merintis kopi shop,”  ucapnya.  *K17.

Komentar