nusabali

Gusti Made Warsika, Ketua FKUB Kabupaten Klungkung

Sejak Kanak-kanak Suka Cerita, Kini Jadi Penggiat Sejarah

  • www.nusabali.com-gusti-made-warsika-ketua-fkub-kabupaten-klungkung

SEMARAPURA, NusaBali
Ketua Forum Komunikasi Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Klungkung, I Gusti Made Warsika, 75, merupakan salah seorang tokoh penggiat sejarah.

Pengetahuannya tentang sejarah menjadikan pria kelahiran 17 Agustus 1947 ini menjadi tempat bertanya banyak kalangan. Mulai dari mahasiswa jurusan sejarah, arkeologi, termasuk masyarakat umum. Mereka bertanya tentang sejarah, babad, asal-usul trah atau klan.

Gusti Warsika berkisah, kesenangannya pada sejarah bermula mendengar cerita rakyat (foklore) dan menonton wayang sejak kanak-kanak, baik Wayang Parwa maupun Wayang Ramayana. “Setiap ada pertunjukan wayang di Klungkung, tiang selalu menonton,” ungkap Gusti Warsika saat ditemui di Jero Petandakan, Jalan Puputan, Banjar Mergan, Kelurahan Semarapura Klod, Klungkung, belum lama ini. Kisah-kisah wayang yang bersumber pada epos Ramayana dan Mahabharata menjadi hiburan sekaligus memberi ilmu yang mengilhaminya sehingga makin tertarik dengan sejarah.

Gusti Made Warsika mengaku beruntung dapat menimba ilmu dan belajar sejarah dari sejarawan Bali Gora Sirikan di Kota Gianyar. Sepekan sekali, tiap hari Minggu dia diantar ayahnya, I Gusti Ngurah Putu, ke rumah Gora Sirikan di Gianyar. “Tiang memanggilnya Pekak Jelada. Nama aslinya I Nyoman Gede (Gora Sirikan),” ungkap Gusti Made Warsika. Dia pun bercerita tentang Gora Sirikan, sejarawan yang banyak menyimpan naskah dan arsip lama terkait sejarah Bali. Naskah maupun arsip utamanya dari zaman penjajahan Belanda diselamatkan jelang Jepang masuk ke Indonesia sekitar bulan Maret 1942. “Belanda minta naskah-naskah itu dibakar agar tidak jatuh ke tangan Jepang. Pekak Jelada diam-diam menyelamatkannya agar bisa diketahui generasi penerus,” tutur Gusti Warsika.

Berkat kegemarannya belajar sejarah, Gusti Warsika sering bepergian mengunjungi situs-situs sejarah. Ilmu sejarah mengantarkannya menjalin korespondensi dengan radio gelombang pendek di luar negeri. Dari koresponden, Gusti Warsika kemudian bergabung dalam wadah Perhimpunan Pecinta Radio Gelombang Pendek antara lain VOA (Amerika Serikat), BBC (Inggris), ABC (Australia), dan Radio Nederland (Belanda) di Klungkung. “Saya ketuanya ketika itu (1962-1970-an). Beberapa naskah tentang Bali disiarkan oleh radio-radio tersebut. Naskah-naskah yang saya kirim ke radio antara lain tentang desa-desa tua di Bali,” ungkap suami Desak Nyoman Sekarini ini.

Naskah desa tua di Bali yang disiarkan di radio di antaranya Desa Pemenang di Klungkung, Desa Tenganan di Karangasem, dan Desa Trunyan di Bangli. “Kalau wartawan radio itu datang ke Bali, mereka sering menginap di rumah saya,” kenang putra kedua dari tiga bersaudara pasanga suami istri (pasutri) I Gusti Ngurah Putu (alm) dan Ni Jro Gadung ini. Berkat senang sejarah, Gusti Warsika kerap diajak mendampingi Kepala Balai Peninggalan Sejarah dan Suaka Purbakala (BPSSP) Bali, Dr Soekarto Karto Atmodjo, turun ke lapangan melakukan penelitian. Antara lain membaca prasasti-prasasti kuna dan naskah-naskah lawas lainnya. Ayah tiga anak ini paham tentang huruf atau aksara dan bahasa kuna. Khususnya Jawa Kuna dan Bali Kuna. “Jadi belajar dan mendapatkan ilmu dari Pak Soekarto,” ungkap jebolan S1 Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai ini.

Tidak saja dalam bertutur, Gusti Warsika juga menuliskan pengetahuannya tentang sejarah dalam bentuk terbitan buku. Ada dua buku yang telah ditulisnya, Selayang Pandang Kerta Gosa (bangunan bekas Istana Kerajaan Klungkung) dan Bali Kuna; Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan Pengaruhnya Terhadap Bali. “Sejarah bukan ditentukan oleh asumsi-asumsi. Tetapi berdasarkan kajian akademik, data ilmiah, dan bukti atau tinggalan arkeologi di zamannya,” ujarnya. Gusti Made Warsika terbuka dan mau berbagi pengetahuan dan pemahanan tentang sejarah. Bahkan dengan senang hati mengajak generasi muda untuk belajar dan mencintai sejarah. “Teruslah belajar sejarah agar tidak lupa dengan jati diri. Ingat pesannya Bung Karno agar berkepribadian dalam kebudayaan,” pesan mantan anggota DPRD Klungkung (1997-1998) ini. *k17

Komentar