nusabali

Dear Calon PMI, Hati-Hati LPK Bodong Bertebaran di Bali, AWK Bongkar Modus-modusnya

  • www.nusabali.com-dear-calon-pmi-hati-hati-lpk-bodong-bertebaran-di-bali-awk-bongkar-modus-modusnya

DENPASAR, NusaBali.com - Senator DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati terhadap Lembaga Pendidikan dan Ketrampilan (LPK) yang tidak berizin, namun menjanjikan dan memberangkatkan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) asal Bali untuk bekerja di luar negeri.

"Kalau LPK yang resmi di Bali sekitar 150an, sementara yang bodong saya rasa jumlahnya dua kali lipat. Ada yang bergerak sendiri, ada yang atas nama komunitas, LSM, dan juga atas nama yayasan. Yang yayasan ini menyalahi aturan, karena dalam penyaluran tenaga kerja ke luar negeri harus mengacu pada undang-undang penempatan tenaga kerja ke luar negeri," ungkap AWK, seusai diskusi Bali Art Of Law, Jumat (16/9/2022) sore, di Gedung Conefo, Jalan Ken Arok, Peguyangan, Denpasar Utara.

Senator dengan raihan suara terbesar di Bali dalam Pemilu 2019 lalu ini, juga menyoroti beragam modus yang dilakukan LPK dalam merekrut tenaga kerja ke luar negeri yaitu bekerjasama dengan oknum sekolah-sekolah, di mana perekrutan melalui brosur disebar di sekolahan, dan oknum sekolah akan mendapatkan komisi.

"Selain itu ada perekrutan seperti multi level marketing. Jadi ada oknum PNS, oknum ormas yang mencari mahasiswa atau calon pekerja di desa-desa, seperti kasus di Bangli. Tugas mereka cuma memperkenalkan saja, kalau sukses ada yang minat, maka mereka akan mendapatkan komisi atas jasa tersebut," ungkap AWK.

Menurut AWK tak sedikit dari mereka yang tergiur dengan iming-iming tersebut, apalagi di tengah masa pandemi ini yang sangat berdampak pada faktor ekonomi sebagian besar masyarakat. 

Namun kondisi ini justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum LPK dan agen ilegal yang tidak bertanggungjawab untuk mencari keuntungan dengan mengesampingkan perlindungan kepada CPMI yang akan berangkat ke luar negeri.

AWK  mengingatkan bahwa yang berhak menyalurkan tenaga kerja ke luar negeri bukanlah LPK-LPK, melainkan yang boleh menyalurkan hanyalah perusahaan (PT) dan PT itu haruslah mendapatkan izin dan terdaftar di BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia).

"Dan dari temuan saya, PT-PT yang legal ini ada juga yang nakal. Mereka tidak bisa menyalurkan ke seluruh dunia, melainkan izinnya hanya per negara, jadi misalkan contoh beberapa waktu lalu, ada satu PT izinnya hanya menyalur ke Turki dan Polandia, tetapi merekrut untuk ke Australia, itu sudah melanggar aturan," tutur AWK.

Maraknya kasus ini berawal dari para pekerja yang berangkat bekerja ke luar negeri tetapi tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Bahkan dimasa pandemi lalu sampai saat ini banyak juga calon pekerja yang gagal berangkat karena beberapa negara tujuan mereka masih lockdown.

Namun mirisnya pihak agen dan LPK yang ada di Bali tetap menjanjikan keberangkatan mereka, dan meminta dana di muka untuk biaya pelatihan sebelum berangkat ke luar negeri.

"Pertama dari sisi kemasyarakatan saya harap anak-anak muda yang berminat bekerja ke luar negeri, tingkatkan literasinya untuk mengecek mana agen resmi. Apalagi pemerintah sudah sangat transparan saat ini, diwebsite semua sudah tercantum," jelasnya 

Selain upaya represif yang dilakukan pemerintah dalam hal ini Dinas Tenga Kerja (Disnaker) di seluruh Bali bersama institusi penegak hukum yakni kepolisian, perlu juga tindakan preventif  secara rutin dan berkelanjutan.

Seperti melakukan sosialisasi mengenai peraturan perundang-undangan perlindungan pekerja migran dengan prosedur keberangkatan yang legal dan rutin mensosialisasikan agen resmi yang terdaftar di Disnaker/BP2MI.

"Sementara dari program DPD RI, target kita sampai Desember ini kita rapikan masalah hukumnya. Dan untuk instansi seperti dinas, imigrasi, sekolah-sekolah saya harap untuk satu frekuensi dengan kita, agar kita dapat bereskan semua. Supaya Januari 2023 sudah clear dan tak ada kasus seperti ini lagi," pungkas AWK yang juga Anggota Komite I Bidang Hukum DPD RI. *aps

Komentar