nusabali

Bukan Asal Jepret, Fotografi Harus Mampu Sampaikan Pesan

  • www.nusabali.com-bukan-asal-jepret-fotografi-harus-mampu-sampaikan-pesan

DENPASAR, NusaBali
Perkembangan teknologi fotografi di Bali saat ini sangat pesat, apalagi dengan adanya media sosial yang dapat digunakan untuk berbagi hasil jepretan.

Namun begitu ada yang mulai terkikis dalam karya-karya fotografi yang bertebaran saat ini. Banyak karya fotografi yang tidak mampu menyampaikan pesan di balik sebuah foto.

Hal itu seperti disampaikan fotografer profesional Bali, I Gusti Agung Wijaya Kusuma, 34, pada workshop fotografi ISee Photography National Event yang digelar UKM fotografi ISee Undiknas Denpasar, di Gedung Dharma Negara Alaya, Lumintang, Denpasar Utara, Minggu (4/9) siang.

Gung Ama, panggilan akrab I Gusti Agung Wijaya Kusuma, melihat dengan perkembangan teknologi saat ini setiap orang bisa menjadi ‘fotografer’. Produk foto pun bisa dihasilkan dalam sekejap dan pelan-pelan apresiasi terhadap karya fotografi semakin berkurang.

“Pelan-pelan mengikis, apa sih yang ingin disampaikan dari foto ini, jadi motivasinya untuk apa? Semakin dekat fotografi dengan masyarakat, semakin kurangnya juga penghargaan untuk fotografi itu sendiri,” ujarnya.

Dia berharap fotografi bisa kembali ke jati dirinya sebagai sebuah medium penyampaian pesan. Sebagai salah satu genre seni yang bisa menyampaikan sesuatu baik secara personal maupun kelompok.

“Harus banyak yang menggunakan medium fotografi ini mulai memiliki sikap, sikap kalian seperti apa di fotografi ini,” tandas alumnus ISI Denpasar, ini.

Media sosial, lanjutnya, bisa menjadi media yang baik untuk berbagi fotografi yang memiliki pesan.

Gung Ama diketahui memiliki proyek rekonstruksi Bali 1930 melalui medium fotografi. Melalui proyek tersebut Gung Ama mendapati bagaimana kain (wastra) memiliki makna lebih dari sekadar penutup tubuh.

Dia mengatakan, leluhur Bali mampu menampilkan pesan melalui media apa saja, termasuk dari media wastra itu sendiri.

“Banyak pesan yang terkandung pada motif-motif kain itu, kain sebagai strata sosial, kain digunakan sebagai upacara, kain digunakan sehari-hari. Jadi banyak spirit yang ditanamkan di situ,” kata Gung Ama yang kini juga mengulik fotografi alternatif melalui penggunaan afghan box camera.

Ketua Panitia Workshop I Kadek Purwita Adi Santosa, menyampaikan workshop fotografi mengangkat tema ‘Start Everything with Why?’. Dengan tema yang diangkat, panitia berharap audiens lebih terstruktur dalam menghasilkan karya fotografi, hingga mampu menghasilkan satu cerita dari sebuah karya foto khususnya pada genre human interest.

“Supaya tidak foto asal jepret, jadi,” sebut mahasiswa Undiknas yang juga Koordinator Fotografi UKM ISee.

Dia berharap dengan adanya workshop ini bisa lebih mempopulerkan lagi dunia fotografi yang berkualitas pada masyarakat luas.

Kegiatan workshop akan dilanjutkan dengan pameran dari 10 besar peserta lomba I See Photography National Event, di Gedung Dharma Negara Alaya, Senin (5/9). *cr78

Komentar