nusabali

Freedom of Harmony Gambaran Spirit Nasionalisme

  • www.nusabali.com-freedom-of-harmony-gambaran-spirit-nasionalisme

JAKARTA, NusaBali
Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menghadiri pameran lukisan bertema "Freedom Of Harmony" yang digelar dalam memperingati HUT ke-77 RI di Hotel Grand Cempaka, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Selasa (23/8).

Pameran lukisan menampilkan 40 karya pelukis yang tergabung dalam Komunitas K3. Hasto mengatakan, lukisan yang ditampilkan di pameran itu menunjukkan semangat nasionalisme dan patriotisme. "Ada lukisan tentang Bung Karno, Bu Fatmawati menjahit bendera Merah Putih, lukisan menggambarkan rakyat Marhaen agar berkehidupan lebih baik, dan tentang alam raya Indonesia yang indah," ucap Hasto dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/8).

Hasto lalu menggambarkan kemerdekaan Indonesia yang baru dirayakan 17 Agustus lalu, bukanlah sebuah capaian mudah. Hasto pun, menceritakan penuturan dr Soeharto yang merupakan dokter pribadi Bung Karno yang saat ini sedang diusulkan menjadi Pahlawan Nasional.

“Menurut buku testimoni dr Soeharto, saat Soekarno-Hatta membacakan proklamasi kemerdekaan, ada beberapa pemuda yang semula memaksa kemerdekaan justru tak hadir. Karena memang situasi keamanan pada saat itu sangat genting. Dimana tentara sekutu yang diboncengi NICA berusaha kembali lagi," jelas Hasto.

Suasana kebatinan saat teks Proklamasi dibacakan, lanjut Hasto, ada ancaman todongan senjata dan penuh tekanan. Terlebih adanya suasana kevakuman kekuasaan dan tentara sekutu sudah berdatangan di Jakarta sehingga keamanan terancam, termasuk keamanan Bung Karno-Hatta. Untuk itu, membaca proklamasi adalah sebuah keberanian karena senjata siap ditembakkan.

Terbukti, usai pembacaan Proklamasi, beberapa waktu kemudian, dalam upaya konsolidasi negara yang baru saja merdeka, Bung Karno dihadang tentara sekutu yang diboncengi NICA di sekitar Kwitang. Mereka ingin mengadili dan langsung mengeksekusi Bung Karno di tengah jalan. Mengetahui itu, dr Soeharto langsung mengontak tentara sekutu yang berasal dari India dan bersimpati pada kemerdekaan Indonesia agar datang.

Mereka cepat bergerak, lalu bernegosiasi dengan tentara sekutu yang berniat melakukan eksekusi. “Kemudian terjadi perdebatan keras, akhirnya Bung Karno diijinkan meninggalkan mobil itu. Begitu Bung Karno keluar dari mobil, mobilnya ditembak habis. Sehingga ringsek mobil itu,” papar Hasto.

Peristiwa itulah yang kemudian memicu dipindahkannya ibukota negara dari Jakarta yang dianggap tak aman, ke Yogyakarta. Tak lama kemudian Bung Karno, Ibu Fatmawati, dan Guntur Soekarnoputra ke Yogyakarta. “Sedikit cerita ini menggambarkan kemerdekaan Indonesia dicapai dengan tidak mudah, dengan pertarungan nyawa,” tegas Hasto.

Oleh karenanya, kata Hasto, ketika merdeka, semangat dan percaya pada kekuatan sendiri. Tak boleh sedikit-sedikit menggantungkan diri kepada asing. "Ketika kita mampu memproduksi sendiri, janganlah kita malah tergantung pada produk asing. Lalu untuk apa kita merdeka? Makanya Bung Karno mendorong semangat berdikari,” ucap Hasto.

Bagi Hasto, tiap karya seni termasuk lukisan di pameran itu, menggambarkan kehendak dan imajinasi para senimannya.

“Maka itu saya undang juga para kepala daerah ini untuk melihat dan ikut membeli, karena kita menghormati kebebasan berekspresi, menghormati karya seni,” tutur Hasto.

Tampak hadir sejumlah kepala daerah seperti Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bekasi Tri Adhianto, Bupati Majalengka, Karna Sobahi, dan Wakil Wali Kota Tegal, M. Jumadi. Hasto sendiri turut membeli sebuah lukisan berjudul Bu Fat karya Harun Al Rasyid yang menggambarkan bagaimana Ibu Fatmawati menjahit bendera Sang Saka Merah Putih. *k22

Komentar