nusabali

Cegah PMK di Kandang Ternak dengan Biosekuriti dan Awasi Pelabuhan Kecil Bali

  • www.nusabali.com-cegah-pmk-di-kandang-ternak-dengan-biosekuriti-dan-awasi-pelabuhan-kecil-bali

DENPASAR, NusaBali.com – Profesor Dr drh I Nyoman Suartha MSi, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH), Universitas Udayana (Unud), mengungkapkan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada prinsipnya dapat dicegah dengan vaksinasi, atau yang paling murah dan bisa dilakukan kapan saja yaitu penerapan biosekuriti yang ketat.

Penyakit yang diakibatkan oleh virus Serotipe O Subtipe 11 yang sudah ada di Indonesia sejak tahun 2005 itu, kata Prof Suartha, tidak ada obatnya sebab virus hanya bisa dilawan dengan sistem kekebalan tubuh oleh karena itu prosedur yang memperkuat kekebalan tubuh dan kondisi lingkungan yang mampu mencegah virus tersebut berkembang adalah kunci pencegahannya.

“Penyakit PMK yang disebabkan oleh virus, tidak ada obatnya, namun bisa dicegah dengan vaksinasi; pada prinsipnya, pencegahannya cuma satu yaitu vaksin dan biosekuriti di lingkungan,” kata Prof Suartha saat ditemui NusaBali.com di ruang kerjanya di Kampus FKH Unud, di Jalan PB Sudirman, Rabu (27/7/2022).

Untuk saat ini, ketersediaan vaksin sebagai pencegahan PMK bagi hewan sehat masih mengalami kendala karena vaksin tersebut sudah tidak beredar di Indonesia sejak tanah air terbebas dari PMK setelah tahun 2005.

Oleh karena itu, pencegahan yang bisa dilakukan para peternak saat ini adalah menerapkan prosedur biosekuriti yang ketat di kandang ternak dan lingkungannya masing-masing.

Virus yang menyerang hewan berkaki belah itu bisa menyebar melalui udara, menempel pada pakaian, sendal, sepatu, kendaraan, dan bahkan pada tangan manusia. Sebabnya, para peternak harus menjaga kebersihan diri dan apa pun yang melekat pada tubuh ketika masuk dan keluar kandang.

“Karena bisa disebarkan lewat udara, yang bisa menempel di kendaraan, pakaian, bahkan tangan manusia maupun di sepatu; biosekuriti dilakukan untuk mensterilkan lingkungan agar tidak ada kontak antara virus di lingkungan dengan hewan,” jelas Prof Suartha.

Hal senada juga disampaikan drh I Nyoman Oka Widiarta MSi yang bertanggung jawab atas sentra pembibitan sapi Bali terbesar di Pulau Dewata, Sentra Ternak Sobangan, di Kecamatan Mengwi. Ia mengutarakan bahwa perlu sterilisasi kandang dan pembatasan keluar masuk orang, barang, dan hewan untuk memutus mata rantai penyebaran PMK.

“Kita batasi orang, barang, dan hewan yang memasuki kandang, kalau petugas masuk harus menggunakan pakaian yang bersih, mencelupkan kaki ke bak dipping yang berisi disinfektan, kalau sudah steril baru boleh masuk,” kata drh Oka belum lama ini saat ditemui NusaBali.com.

Selain menjaga kebersihan diri para peternak dan sterilisasi kandang dan lingkungan di sekitar kandang dengan disinfektan maupun alternatifnya sebagaimana sudah diketahui masyarakat secara luas, hal lain yang perlu diwaspadai adalah penyebaran penyakit melalui lalat dan nyamuk yang biasanya mudah ditemui di kandang ternak.

Untuk pencegahannya, lakukan pemasangan kelambu atau jaring nyamuk yang mengelilingi kandang sehingga hewan terbebas dari lalat dan gigitan nyamuk pembawa penyakit.

“Biosekuriti ini bisa dengan disinfektan itu satu, kalau dibawa oleh pakaian, manusianya harus bersih, cuci dengan detergen, kemudian dibawa oleh lalat atau nyamuk, hindari nyamuk itu menggigit hewannya dengan kelambu, dengan jaring, supaya nyamuk tidak masuk kandang,” papar akademisi asal Desa Gulingan, Kecamatan Mengwi itu.

Prof Suartha berharap para peternak untuk bisa mengubah pola pikir lama seperti menganggap hewan ternak itu memang kotor sehingga untuk melakukan kontak tidak perlu memerhatikan kebersihan diri.

Padahal untuk PMK ini, penyebarannya berpotensi besar dilakukan oleh sang pemilik ternak yang bersentuhan dengan sumber penyakit maupun hewan lain yang sudah terinfeksi namun belum menunjukkan gejala klinis.

Selain pengetatan biosekuriti oleh peternak, Prof Suartha juga menekankan pentingnya pencegahan di semua pintu masuk Bali. Hal ini dikarenakan asumsi awal menunjukkan, bebasnya kendaraan lalu lalang antarpulau ketika PMK merebak di Jawa Timur menjadi salah satu faktor PMK menyeberang ke Bali.

“Di samping itu alat transportasi, truk yang melintasi Jawa Timur walaupun di sana zona merah, masuk mereka ke desa-desa (di Jawa Timur) di mana tanah (terkontaminasi) itu menempel ke ban truk, kemudian masuk mereka ke Bali, ke Denpasar, kemudian tanah itu jatuh dan bisa menyebarkan virus,” ungkap Prof Suartha.

Di luar itu, perlu juga pengawasan terhadap pelabuhan-pelabuhan kecil atau pelabuhan rakyat di Bali dikarenakan jalan tikus seperti itu bisa dijadikan saudagar nakal untuk menyelundupkan hewan sakit ke Pulau Dewata.

Sebab, berdasarkan pandangan Prof Suartha, penyebaran PMK di Jawa Timur diakibatkan adanya penyelundupan kambing dari Malaysia maupun Vietnam ke Sumatera dan provinsi di ujung timur Pulau Jawa itu, di mana kedua negara tersebut masih merupakan zona merah PMK.

Hal ini sangat mungkin terjadi sebab Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang dan banyak pelabuhan rakyat maupun pelabuhan tidak resmi yang tidak bisa dijaga oleh petugas karantina.

“Ada dugaan kemarin itu penyelundupan kambing-kambing yang dari Malaysia ke Sumatera dan Jawa Timur, dan petugas karantina tidak bisa menjaga seluruh pantai, sedangkan di Malaysia dan Vietnam itu masih zona merah PMK, maka kita harus tetap waspada,” cetus pria yang baru menjabat Dekan FKH Unud sejak Desember 2021 itu.

Prof Suartha pun menyatakan bahwa undang-undang karantina hewan yang ada sudah cukup kuat namun ia juga mengakui kelemahannya di mana wilayah-wilayah di luar kepabeanan tidak akan bisa dijangkau oleh undang-undang tersebut.

Karenanya, ia mendukung penguatan regulasi biosekuriti untuk melakukan pencegahan yang lebih dini terhadap penyebaran wabah penyakit.

“Dengan biosekuriti apa pun itu seperti kendaraan pasti disemprot, sekarang kan tidak, baru ada kasus baru disemprot; katakanlah biosafety itu kan seperti daging yang dikirim ini aman atau tidak, sedangkan lingkungan di sekitarnya tidak diperhatikan; biosekuriti sangat bagus untuk pencegahan sehingga lebih awal antisipasinya,” tegas Prof Suartha. *rat

Komentar