nusabali

Penyalahguna Narkoba Harus Direhabilitasi

Kepala BNNP Bali, Brigjen Gde Sugianyar

  • www.nusabali.com-penyalahguna-narkoba-harus-direhabilitasi

DENPASAR, NusaBali
Upaya pemberantasan terhadap peredaran gelap narkoba oleh aparat penegak hukum, baik Badan Narkotika Nasional (BNN) maupun kepolisian terus dibenahi.

Dalam hal ini, bandar ataupun pengedar harus dihukum. Sebaliknya, penyalahguna atau pecandu bisa direhabilitasi. Ibaratnya, orang sakit diobati, penyalahguna atau pecandu harus direhabilitasi.

Hal itu diungkapkan Kepala BNN Provinsi Bali, Brigjen Pol Gde Sugianyar Dwi Putra kepada wartawan, Selasa (26/7). Mantan Kepala BNNP Nusa Tenggara Barat ini mengungkapkan sejumlah payung hukum ini merupakan upaya perang terhadap bahaya narkoba dan perlindungan kepada masyarakat yang menjadi korban.

Adapun payung hukum dimaksud adalah Instruksi Presiden Nomor 2 tahun 2020 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kabareskrim Polri dengan Deputi Rehabilitasi BNN RI, dan UU RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

"Payung hukum ini diharapkan dapat menekan peredaran gelap narkoba di Indonesia. Dalam penerapannya, tidak hanya keras terhadap bandar atau pengedar, tetapi memberikan perlindungan terhadap korban pecandu atau penyalahguna lewat rehabilitasi," ungkap Brigjen Sugianyar didampingi Kabag Publikasi dan Media Sosial Biro Humpro Settama BNN RI, Kombes Pol Riki Yanuarfi kemarin siang.

Sugianyar mengatakan, UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, saat ini sedang direvisi. Dalam revisi ini, nantinya pendekatan rehabilitasi terhadap pecandu akan dilakukan. Namun demikian, rehabilitasi ini tidak mudah diberikan kepada pecandu.

Penyidik harus memperhatikan Surat Edaran Mahkamah Agung tentang limitasi barang bukti saat pelaku ditangkap. Misalnya, barang bukti shabu 1 gram dan ganja 5 gram. Pemberian rehabilitasi itupun melalui proses. Tiga hari setelah pelaku ditangkap dengan barang bukti sesuai dengan limitasi yang tertuang dalam SE MA, penyidik sudah mengajukan permintaan assessment kepada BNN. Kemudian, enam hari setelah ditangkap, BNN harus sudah mengeluarkan hasil assement.

"Di dalam assessment, ada dua hal, yaitu assement hukum dan assessment kesehatan. Assessment hukum melibatkan penyidik dari BNN, kepolisian, dan Kejaksaan. Tiga pihak inilah yang menentukan apakah pelaku adalah jaringan atau korban penyalahguna. Sementara assessment medis melibatkan tenaga medis, psikolog, dan psikiater. Bila hasil assessment dinyatakan bukan pecandu, penyidik bisa melakukan rehabilitasi terhadap pelaku," beber jenderal bintang satu di pundak ini.

Brigjen Sugianyar mengatakan, rehabilitasi terhadap pemakai ini sebagi bentuk upaya dari negara untuk menekan jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Saat ini seluruh Lapas di Indonesia sebagian besar dihuni oleh Narapidana narkoba.

"Di Lapas Kerobokan, Bali, 70 persen dihuni oleh Napi narkoba. Akibatnya Lapas penuh sesak. Dalam hal ini BNN melakukan berbagai gerakan yang sering kami kampanyekan sampai ke desa-desa melalui war on drugs baik melalui strategi soft, hard, maupun smart power approach. *pol

Komentar