nusabali

Pemuda Katolik Membedah Stoisisme dalam Filosofi Teras

  • www.nusabali.com-pemuda-katolik-membedah-stoisisme-dalam-filosofi-teras

DENPASAR, NusaBali.com – Jika kita hidup hanya berfokus pada apa yang dapat dikendalikan, maka kita akan bahagia. Namun, apabila hanya memikirkan apa yang tidak dapat kita kendalikan maka itulah penyebab dari ketidakbahagiaan.

Penulis Henry Manampiring dalam buku ‘Filosofi Teras’, secara sederhana menjelaskan bahwa manusia pada intinya dapat menentukan hal-hal yang dapat dikendalikan, maupun hal yang tidak dapat dikendalikan.

Prinsip stoisisme dalam Filosofi Teras juga mengajarkan untuk tidak mudah khawatir terhadap suatu hal atau kejadian yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Stoisisme itu pun menepikan filsafat yang biasanya membicarakan konsep-konsep abstrak, seperti eksistensialisme, nihilisme, strukturalisme hingga post-strukturalisme. Filsafat juga identik dengan perenungan yang serba berat dan mengawang-awang.

Bedah buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring ini diselenggarakan Pemuda Katolik bersama Komunitas Intelektual Strategis (Katalis) Institute, Minggu (3/7/2022) malam. 

Tujuannya mengupas lebih dalam soal stoisme tersebut adalah sebagai ajang pengembangan kualitas intelektual kader dan organisasi.

Filosofi stoisisme atau stoa ini dinilai bukan sekadar mengajarkan  untuk positive thinking atau negative thinking, namun mengajak kita untuk realistic thinking. “Buku ini bagus mengajarkan kita untuk menerima dan ikhlas, seperti Yesus yang memberikan teladan yang orientasinya untuk orang banyak bukan untuk diri sendiri,” ujar Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Pemuda Katolik, 

Johannes Sitohang, yang menjadi salah satu pembicara dalam ‘Bedah Buku Filosofi Teras.  menyebut stoisme ini bagus untuk didiskusikan di setiap anggota cabang Pemuda Katolik, sehingga mampu membuka cakrawala baru dan menjadi momentum untuk mengenali karakter sesama.

Pemaparan berbeda diungkapkan oleh Eduardo Edwin Ramda dari Katalis Institute. “Buku ini harus menggali lebih dalam lagi untuk mengajak orang berpikir realistis dan tidak hanya pada kepasrahan semata. 

Jika Filosofi Teras ini dibaca tanpa bimbingan pakar, maka pembaca bisa tergiring pada situasi batin kepasrahan yang akhirnya kontraproduktif,” pesan Eduardo yang juga seorang Analis Kebijakan pada Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD).

Menurut pemikiran pria ramah senyum ini, dengan berpikir realistis serta dipadukan dengan dikotomi kendali, maka pengambilan keputusan akan menggiring pada hal-hal yang produktif.
Narasumber lainnya Rovin Bou, menyatakan pemikiran stoisisme ini sangat relevan diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, sebab sangat mudah dipelajari.

“Dalam kapasitas sebagai kader, buku Filosofi Teras ini sangat baik dipelajari dan mudah dipahami, kunci dasar menjadi seorang stoisisme adalah mulai membedakan apa yang tergantung padaku dan tidak tergantung padaku kemudian belajar mengutamakan keutamaan serta mengelola emosi negatif yang datang dari luar diri dan mampu menggunakan dikotomi kendali dengan baik,” tutur Rovin Bou seorang filsafat kontemporer asal Denpasar yang juga Founder dari Institute Rumah Akal.

Buku Filosofi Teras sendiri sudah hadir di Indonesia sejak 2019, dengan tebal 320 halaman, di dalamnya  memperkenalkan filsafat stoisisme atau stoa, di mana stoa berasal dari bahasa latin yang berarti teras. Stoa adalah aliran filsafat atau mazhab filsafat Romawi kuno yang berkembang dari 2300 sebelum masehi yang bisa membantu mengatasi emosi negatif dan menghasilkan mental tangguh dalam menghadapi kehidupan yang tak menentu.*aps

Komentar