nusabali

Pentaskan Pragmen Kala Rawu Saat Pangrupukan Nyepi

  • www.nusabali.com-pentaskan-pragmen-kala-rawu-saat-pangrupukan-nyepi

Miliki 70 anak didik, Sanggar Ayu Karya yang didirikan Ni Luh Ayu Robiana Dewi pada November 2016 ini belum pungut bayaran, karena mereka rata-rata dari keluarga miskin

Sanggar Tari ‘Ayu Karya’ di Desa Purwekerti Rekonstruksi Tarian Sakral

AMLAPURA, NusaBali
Sanggar Tari ‘Ayu Karya’ di Banjar Biaslantang Kaler, Desa Purwekerti, Kecamatan Abang, Karangasem punya garapan khusus menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939. Sanggar tari pimpinan Ni Luh Ayu Robiana Dewi ini merekonstruksi tiga tarian sakral. Selain itu, juga siapkan pementasan Pragmen ‘Kala Rawu’ saat Pangrupukan Nyepi, Senin (27/3) malam.

Ketiga tarian sakral yang direkonstruksi Sanggar Ayu Karya masing-masing Tari Rejang Dewa, Tari Rejang Renteng, dan Tari Baris Gede. Tarian sakral rekonstruksi ini rencananya akan ditampilkan untuk piodalan di Pura Ratu Gede, Desa Pakraman Tukad Besi, Kecamatan Abang pada Purnamaning Kalima, 3 November 2017 mendatang.

Namun, sebelum pementasan di Pura Ratu Gede tersebut, Sanggar Tari Ayu Karya terlebih dulu akan menampilkan Pragmentari dengan lakon ‘Kala Rawu’ pas Tilem Kasanga pada Pangrupukan Nyepi (sehari menjelang Nyepi Tahun Baru Saka 1939), Senin, 27 Maret 2017 lusa. hampir semua penari tiga tarian sakral rekonstruksi tersebut juga akan dilibatkan dalam pementasan Pragmentari ‘Kala Rawu’ nanti.

Pengasuh Sanggar Tari Ayu Karya, Ni Luh Ayu Robiana Dewi, mengatakan selain merekonstruksi tarian sakral, pihaknya juga menggarap Tari Janger, Pragmen, dan Tari Wirayuda. Seluruh garapan ini melibatkan 70 anak didik (penari) yang tergabung di Sanggar Ayu Karya. Rinciannya, 20 laki-laki dan 50 perempuan, yang berasal dari berbagai jengang pendidikan mulai  PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), SD, hingga SMP.

Mereka mulai berlatih sejak Sanggar Ayu Karya dibangun, 28 November 2016 silam, di bawah arahan langsung Luh Ayu Robiana Dewi dengan dibantu putrinya, Ni Kadek Can-dra Dewi. Awalnya, latihan digelar sepekan setelah pada hari Minggu. Namun, sejak awal Maret 2017 ini, latihan dilangsungkan setiap hari.

“Jika hujan turun, latihan praktis gagal, karena tempatnya terbuka. Lagipula, banyak siswa yang tidak bisa datang jika hujan. Maklum, sebagian dari mereka harus datang ke sanggar dengan melintasi sungai,” cerita Luh Ayu Robiana Dewi saat ditemui NusaBali di sela kesibukannya melatih di Sanggar Ayu Karya, beberapa hari lalu.

Ayu Robiana Dewi mengisahkan, dari tiga tari sakral yang direkonstruksi di Sanggar Ayu Karya, yang melibatkan penari terbanyak adalah Tari Rejang Renteng dengan 20 penari, disusul Tari Rejang Dewa sebanyak 10 penari, dan Tari Baris Gede sebanyak 9 penari. Sebagian penari merangkap. Khusus untuk Tari Pendet, dilibatkan 30 penari.

Menurut Ayu Robiana, dirinya yang bertindak langsung sebagai pelatih tari sakral tersebut. “Saya dibantu putri saya (Kadek Candra Dewi, Red),” jelas perempuan paruh baya ini. Disebutkan, tarian sakral yang direkonstruksi inilah dipakai sarana ngayah jika ada piodalan di pura.

Sanggar Ayu Karya sendiri, kata Ayu Robiana, memang didirikan berawal dari spirit untuk ngayah. Semula, Ayu Robiana tidak ada niat untuk mendirikan sanggar tari. Namun, karena ingin ngayah di Pura Ratu Gede, Desa Pakraman Batu Besi pada Purnamaning Kalima, 3 November 2017 mendatang, Ayu Robiana mengajak sejumlah siswa yang berasal dari internal keluarga besarnya berlatih menari.

“Ternyata, begitu memulai latihan, banyak anak-anak dari luar internal keluarga yang datang bergabung. Maka, dibentuklah Sanggar Ayu Karya (sejak November 2017),” kenang Ayu Robiana.

Namanya juga terbantuk dadakan, banyak ken daa yang dihadapi Sanggar Ayu Karya. Apalagi, sejauh ini 70 anak didik yang berlatih di Sanggar Ayu Karya tanpa dipungut bayaran. Menurut Ayu Robiana, sanggarnya belum memiliki pakaian menari.

Selain itu, latihan juga harus digelar di tempat terbuka, karena tidak memiliki bangunan khusus. Bukan hanya itu, sanggar ini kekurangan instruktur di mana 70 anak didik hanya diarahkan berdua oleh Ayu Robiana dan putrinya, Kadek Candra Dewi.

“Makanya, kalau mau pentas dengan pakaian khas penari, belum bisa. Dari mana dapat biaya membeli pakaian? Sanggar ini kan tidak memungut biaya,” jelas Ayu Robiana. “Mau memungut biaya, tidaklah mungkin. Sebab, anak-anak yang bergabung rata-rata dari keluarga kurang mampu,” sambung Kadek Candra Dewi sembari menyatakan bersyukur, karena para orangtua siswa antusias mendukung patra-putri mereka dengan mengantar jemput ke sanggar. * k16

Komentar