nusabali

Mekotek Masuk Tradisi Ruwatan Nusantara

  • www.nusabali.com-mekotek-masuk-tradisi-ruwatan-nusantara
  • www.nusabali.com-mekotek-masuk-tradisi-ruwatan-nusantara

Tradisi Mekotek akan menjadi salah satu dari 28 tradisi ruwatan di Nusantara yang akan ditampilkan di ajang KTT G20 Tahun 2022.

MANGUPURA, NusaBali
Tradisi Mekotek di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi kembali digelar pada Saniscara Kliwon Kuningan atau bertepatan dengan Hari Suci Kuningan, Sabtu (18/6). Namun kali ini, Tradisi Mekotek terasa istimewa lantaran didokumentasikan secara khusus dan utuh oleh pemerintah pusat melalui Kemendikbud RI.

“Pada kesempatan yang baik ini, tradisi kami di Desa Adat Munggu yakni Mekotek direkam oleh Kemendikbud RI. Nantinya akan diputar di acara G20 pada bulan September mendatang. Dari 28 tradisi ruwatan di Nusantara, tradisi Mekotek ini mewakili Bali,” ungkap Bendesa Adat Munggu, I Made Rai Sujana, di sela pelaksanaan tradisi Mekotek, kemarin.

Dipilihnya tradisi Mekotek menjadi sajian untuk acara G20, kata Rai Sujana, karena tradisi ini memiliki makna ruwatan. Selama turun temurun, tradisi Mekotek dipercaya sebagai penolak bala atau memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pada perekaman yang dilakukan oleh Kemendikbud RI, perekaman dilakukan secara utuh, mulai wawancara dengan tokoh, panglingsir dan sulinggih, proses pencarian kayu pulet sebagai sarana utama Mekotek, hingga prosesi pelaksanaan Mekotek saat Hari Raya Kuningan.

Sementara itu, untuk pelaksanaan tradisi Mekotek kemarin seluruh masyarakat Desa Adat Munggu tumpah ruah ngaturang ayah. Dengan adanya kebijakan pelonggaran setelah kasus Covid-19 terus menunjukkan penurunan yang signifikan bahkan melandai, pelaksanaan tradisi Mekotek kali ini tidak ada pembatasan.

“Kalau saat Covid-19 sedang tinggi-tingginya, kami tetap adaka tradisi ini. Hanya saja jumlahnya terbatas. Kami hanya melibatkan pemuda saja sebanyak 100 orang. Tapi untuk saat ini seluruh krama diizinkan untuk ngayah Mekotek,” terangnya sembari menyebut Desa Adat Munggu terdiri dari 1.138 KK atau lebih dari 3.000-an krama yang ikut ngayah Mekotek.

Tradisi Mekotek berdasarkan sejarah, diperkirakan sudah dilaksanakan pada masa jaya Kerajaan Mengwi tahun 1.700 Masehi. Tradisi Mekotek mulanya dilaksanakan sebagai simbol kegembiraan atas kemenangan Pasukan Taruna Munggu atau disebut pula Pasukan Guak Selem yang diutus Kerajaan Mengwi untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Kerajaan Mengwi di daerah Blambangan, Jawa Timur.

Menurut Rai Sujana, tradisi Mekotek ini pantang untuk ditiadakan karena diyakini akan terjadi musibah atau hal yang tidak diinginkan bila tidak melaksanakan tradisi tersebut. Sebab tradisi Mekotek pernah dilarang oleh Pemerintah Kolonial Belanda karena dikira akan melakukan pemberontakan. “Karena larangan tersebut, krama Desa Adat Munggu sempat mengalami wabah penyakit misterius, susah disembuhkan, hingga banyak yang meninggal dunia. Sehingga sampai saat ini kami tidak berani untuk tidak melaksanakan tradisi Mekotek,” katanya.

Pada awalnya, tradisi Mekotek menggunakan sarana tombak. Namun karena dilarang, maka para tokoh masyarakat, adat, dan agama kemudian melakukan negosiasi agar Mekotek bisa digelar kembali. Akhirnya, Mekotek yang semula menggunakan tombak, kemudian diganti dengan kayu jenis pulet dengan panjang 3,5 sampai 4 meter dan berlaku hingga saat ini. Adapun pelaksanaan Mekotek ini dipercaya sebagai penolak bala. Kayu pulet dihiasi dengan ujung daun pandan sebagai simbol ujung tombak, serta tamiang sebagai simbol tameng.

Mengelilingi Desa Adat Munggu, setiap bertemu perempatan dan pertigaan jalan, maka kayu pulet akan disatukan. “Setiap ketemu perempatan dan pertigaan akan dilakukan penyatuan kayu pulet atau Mekotek ini. Terakhir penyatuan kayu pulet dilakukan di depan Pura Puseh,” pungkasnya. *ind

Komentar