nusabali

Gedong Kirtya dan 3 Tempat Ibadah Diusulkan Jadi Cagar Budaya

  • www.nusabali.com-gedong-kirtya-dan-3-tempat-ibadah-diusulkan-jadi-cagar-budaya
  • www.nusabali.com-gedong-kirtya-dan-3-tempat-ibadah-diusulkan-jadi-cagar-budaya

SINGARAJA, NusaBali
Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng tahun ini berencana mengusulkan sejumlah tempat untuk ditetapkan menjadi cagar budaya.

Total ada 4 tempat yang sedang disusun kelengkapan administrasinya sebelum diserahkan ke Dinas Kebudayaan Provinsi Bali dan dikaji oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Bali. Keempat usulan itu, di antaranya Museum Lontar Gedong Kirtya Buleleng di Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Pura Pajenengan Panji Sakti di Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Pura Sari Abangan Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng dan Gereja Protestan GPIB PNIEL Singaraja di Jalan Ngurah Rai, Kelurahan Banjar Jawa, Kecamatan/Kabupaten Buleleng.

Kepala Dinas Kebudayaan Buleleng I Nyoman Wisandika didampingi Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Gede Angga Prasaja ditemui, Kamis (9/6) menjelaskan sejumlah tempat yang akan diusulkan menjadi cagar budaya sudah melalui sejumlah kajian. Salah satu di antaranya Museum Lontar Gedong Kirtya yang merupakan satu-satunya museum lontar di Indonesia.

“Gedong Kirtya satu-satunya museum lontar di Indonesia. Kami sedang usulkan sebagai cagar budaya dari segi bangunan dan juga buku-buku kuno dan ribuan lontar yang tersimpan hingga saat ini. Begitu juga usulan lainnya rata-rata sudah berumur lebih dari 50 tahun yang perlu mendapat perlindungan melalui penetapan cagar budaya,” ucap Wisandika. Menurutnya Museum Lontar Gedong Kirtya Singaraja sendiri didirikan 2 Juni 1928, namun baru beroperasi mulai 14 Desember 1928. Pendirian Museum Lontar Gedong Kirtya diprakarsai oleh sejarawan Belanda, Dr HN van Der Tuuk.

Saat itu, Dr HN van Der Tuuk datang ke Bali dan bertemu dengan para raja serta tokoh agama. Kemudian, mereka berdiskusi mengenai kekayaan dan kesenian sastra (lontar) yang ada di Bali. Pada awalnya, HN van Der Tuuk baru berhasil mengumpulkan beberapa lontar, sebelum meninggal dunia. Niat baik almarhum HN van Der Tuuk untuk mendirikan museum lontar kemudian dilanjutkan oleh LJJ Caron, sebuah yayasan yang di dalamnya tergabung beberapa sastrawan ternama, seperti Ng Purbacaraka, Dr W R Stutterheim, Dr R Goris, Dr H Pigeand, dan Dr C Hooykaas.

Demi menghormati jasa almarhum HN van Der Tuuk, museum lontar pun dibangun di Kota Singaraja, yang kemudian diberi nama Museum Lontar Gedong Kirtya pada 2 Juni 1928, sekitar 4 bulan lebih sebelum diikrarkannya Sumpah Pemuda.

Nilai sejarah yang sangat kental juga terkandung di Pura Pajenengan Panji Sakti. Pura yang berlokasi di Desa Panji ini memiliki keunikan pamereman (tempat tidur) raja pertama Buleleng I Gusti Panji Sakti, yang masih original dan dipertahankan sampai saat ini.

Pengempon pura pun tetap menjaga bentuk asli hingga tempat pamereman I Gusti Panji Sakti, meskipun sempat dilakukan renovasi beberapa kali, hingga saat ini menjadi pura. Pura Pajenengan Panji Sakti ini merupakan satu pura yang dikeramatkan, karena tidak sembarang orang dapat melihat dan masuk ke dalam pamereman I Gusti Panji Sakti.

Nilai sejarah dan peninggalan unik juga ditemukan di Pura Sari Abangan dan Gereja Protestan GPIB PNIEL Singaraja. “Seluruh dokumennya sedang disusun, begitu sudah lengkap kami langsung akan bawa ke provinsi,” ungkap mantan Sekretaris Dinas BKPSDM Buleleng ini.

Sementara itu upaya penetapan cagar budaya di Buleleng menurut Wisandika terus diupayakan setiap tahunnya. Meskipun Kabupaten Buleleng belum memiliki TACB kabupaten yang bertugas menetapkan cagar budaya, namun tetap diupayakan dengan mendompleng program di Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.

Hal itu didasari karena potensi tinggalan baik situs maupun benda yang diduga cagar budaya di Buleleng sangat banyak. Tahun 2021 lalu misalnya dua tempat bersejarah ditetapkan menjadi cagar budaya, yakni rumah masa kecil ibunda Soekarno Nyoman Rai Srimben dan Masjid Agung Jami’ Singaraja yang memiliki kisah akulturasi dan toleransi antar umat di Buleleng.

Bahkan cagar budaya rumah Nyoman Rai Srimben saat ini sedang dikaji untuk ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat Provinsi Bali. Selanjutnya akan diajukan menjadi cagar budaya tingkat nasional di tahun mendatang. *k23

Komentar