nusabali

Tutup Pintu Mediasi, Segera Lapor KPK

Sengketa Tanah di Kampung Bugis, Serangan

  • www.nusabali.com-tutup-pintu-mediasi-segera-lapor-kpk

DENPASAR, NusaBali
Siti Sapura alias Ipung sebagai ahli waris tanah leluhurnya di Kampung Bugis, Serangan, Denpasar Selatan akhirnya memutuskan akan melaporkan kasus dugaan penyerobotan tanahnya ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Dia pun sudah menutup pintu mediasi untuk kasus ini. Pasalnya, sudah beberapa kali Ipung meminta pertanggungjawaban atas hilangnya tanah leluhurnya di kawasan kampong Bugis, Serangan, Denpasar tapi tak kunjung mendapat respon positif dari pihak-pihak terkait. Karena itu, dalam keterangan pers di kantornya, Kamis (2/6) Ipung akan menempuh langkah hukum. “Saya ini masyarakat biasa, tidak punya apa-apa seperti diinjak-injak,” ungkap Ipung.

Langkah hukum yang akan dilakukan yaitu mengadukan pihak atau oknum yang diduga bermain ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung RI atas dugaan adanya praktik korupsi proses pengambilalihan tanahnya. Selain itu, ia juga mengadukan ke Kementerian ATR, Kementerian Lingkungan Hidup. “Surat pengaduan kita kirim per hari ini, tembusan ke Kejati Bali, BPN Bali dan Ombudsman RI,” sebut Ipung.  

Sementara Lurah Serangan dan Bendesa Adat Serangan disomasi dengan batas waktu tujuh hari sejak surat diterima. “Kalau sampai tujuh hari tidak diindahkan atau tidak ada tanggapan saya akan tutup jalan yang dibangun diatas tanah milik saya,” ujarnya berapi-api.

Ipung menyebutkan tanah yang dipersoalkan itu merupakan warisan dari orang tuanya. Hak atas tanah itu diperkuat keluarnya putusan PN Denpasar hingga Mahkamah Agung. Persoalan baru muncul saat keluarnya SK Wali Kota Denpasar Nomor 188.45/575/HK/2014. SK tersebut mengacu pada surat berita acara tertanggal 2 Mei 2016 Di Kantor Lurah Serangan tentang penyerahan tanah dari PT BTID selaku pihak pertama, dan I Made Sedana mewakili Desa Adat Serangan sebagai Pihak II. BerdasarSK itu, tanah Ipung dibangun jalan raya di kawasan Serangan oleh Pemkot Denpasar.  

Ipung juga merasa heran dengan Wali Kota Denpasar saat itu yang telah mengeluarkan SK pada tahun 2014. Pasalnya hal itu tidak sinkron dengan berita acara penyerahan pada tanggal 2 Mei 2016.

Di mana di dalam SK Wali Kota tahun 2014 disebutkan bahwa yang dimaksud adalah Jalan Tukad Punggawa I. Sementara Jalan Tukad Punggawa I telah diputus dengan Jalan Tukad Guming. Namun ketika masuk ke tanah miliknya, nama jalan menjadi Jalan Tukad Punggawa dan di potong lagi dengan Jalan Tukad Penataran menuju Jalan Tukad Punggawa I di sebelah utara.

"Bapak-bapak yang terhormat Jero Bendesa, Lurah Serangan, Camat Denpasar Selatan dan Bapak Wali Kota sekarang, saya bukan masyarakat yang bodoh. Kalau Jalan Tukad Punggawa I itu jalan Pemkot, memang benar. Tapi kalau Jalan Tukad Punggawa tanpa I, itu punya Pemkot, itu darimana? Ini penyelundupan," ucapnya.

"Siapa yang menerima upeti di sini, siapa yang menerima konpensasi di sini, siapa yang mewakili keluarga besar saya atau keluarga Daeng Abdul Kadir di sini, tentu saya berhak tahu. Karena saya yakin ada mafia dan siapa yang diuntungkan, yakni pasti yang mengeluarkan SK ini," imbuh Ipung. *rez

Komentar