nusabali

Banyak Perusahaan Startup PHK Karyawan

  • www.nusabali.com-banyak-perusahaan-startup-phk-karyawan

Pengamat sebut saat ini tengah terjadi fenomena ledakan gelembung startup

JAKARTA, NusaBali
Banyak perusahaan yang telah mengadopsi sistem digital ternyata tidak dapat juga menghindari tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK), seperti JD.ID, Zenius, dan LinkAja.

Melihat fenomena ini, Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan Dita Indah Sari berpendapat, perusahaan rintisan atau startup harus lebih meningkatkan produktivitas bukan bergantung dana investor.

"Sub sektor startup itu kompetisinya kan cukup ketat sehingga untuk bisa survive mereka harus punya produktivitas tinggi sehingga efisien. Jadi perusahaan tumbuh karena produktivitas, bukan sekadar karena banyak investor taruh uang di situ," katanya seperti dilansir Kompas.com, Senin (30/5).

Sementara itu, menurut Pengamat Ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak, perusahaan yang mengadopsi teknologi akan terus berlanjut.

"Memang perusahaan-perusahaan pada umumnya sekarang ini akan menggunakan semakin banyak teknologi digital. Tren ini akan terus berlanjut. Para pekerja harus siap-siap alih profesi," ujarnya.

Untuk itu ia berharap pemerintah untuk mengantisipasi hal tersebut, supaya tidak terjadi lonjakan jumlah pengangguran.

"Pemerintah harus siap-siap dengan program diklat meningkatkan kompetensi kerja SDM," kata Payaman.

Sementara pihak lain beranggapan,  banyaknya PHK yang melanda perusahaan startup, karena saat ini tengah terjadi fenomena bubble burst atau ledakan gelembung startup Tanah Air.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena technology bubble burst bukan suatu hal yang mustahil terjadi di Tanah Air. Menurutnya, setidaknya terdapat 5 penyebab utama perusahaan rintisan ramai-ramai melakukan PHK terhadap karyawannya.

Pertama, produk yang kalah bersaing, sehingga kehilangan pangsa pasar atau market share secara signifikan, mengingat saat ini startup terus bermunculan.  Kemudian, perusahaan rintisan juga dinilai mulai kesulitan mencari pendanaan baru akibat investor lebih selektif memilih perusahaan.

"Faktor makro ekonomi secara global penuh ketidakpastian, sehingga investor menghindari pembelian saham startup yang persepsi risikonya tinggi," kata Bhima, Minggu (29/5).

Bhima menilai, pasar mulai jenuh dan sangat sensitif terhadap promo dan diskon, di mana jika aplikasi tidak memberikan diskon maka pengguna akan menurun drastis.

Terakhir, dengan semakin meredanya penyebaran Covid-19, aktivitas masyarakat kembali pulih, sehingga saat ini transaksi tidak hanya dilakukan secara daring saja. *

Komentar