nusabali

Bangkitkan Tari Gambuh Khas Pesedahan

  • www.nusabali.com-bangkitkan-tari-gambuh-khas-pesedahan

Salah seorang tokoh Desa Pakraman Pesedahan, Kecamatan Manggis, Karangasem I Nyoman Sumadi, belakangan dikenal sebagai motivator krama desa.

Karena ia getol membangkitkan generasi muda agar bersatu untuk belajar tarian gambuh mulai tahun 1990 hingga 2000-an. Kebangkitan itu dilakukannya karena  seni tari sakral ini sempat punah.

Kepunahan itu ditandai bahwa tarian ini di Pesedehan hanya tersisa berupa gelung gambuh yang disusung di palinggih Ida Bhatara Bagus Panji. Gelung ini diyakini sebagai taksunya gambuh Pesedahan dan diupacarai setiap enam bulan  (210 hari) sekali.

Sebagaimana tradisi di desa tua ini, Tari Gambuh wajib dipentaskan dalam setiap piodalan di Pura Penataran Tangkas Kori Agung dan di Pura Pasek Gelgel, Desa Pakraman Pesedahan, setiap Buda/Rabu Wage Kelawu.

Di Pesedahan kini ada Sanggar Angripta Santhi Buana, dan Sumadi sendiri sebagai pembina sanggar. Setiap penari dari generasi muda digiring untuk mempelajari dan menguasai tari gambuh, dengan peran masing-masing.

Untuk melestarikan Tari Gambuh Pesedahan, Sumadi membuat terobosan dengan mendatangkan seniman tari dari Banjar Triwangsa, Desa Budakeling, Kecamatan Bebandem, Ida Wayan Oka Adnyana dan Ida Ayu Karang Adnyani Dewi. Dua seniman ini berbagi tugas. Ida Wayan Oka Adnyana membina di kelompok penari laki-laki dan Ida Ayu Karang Adnyani Dewi di kelompok penari perempuan. Mereka merekonstruksi tari gambuh sejak Purnama Kasa atau Anggara Kliwon Kulantir, Selasa,19 Juli 2016. Kegiatan ini diawali dengan menggelar upacara Matur Piuning dan muspa bersama di palinggih Ida Batara Bagus Panji. Tujuannya, agar semua penari dikaruniai taksu sebagai penari gambuh. Para penari pun berlatih dari nol, selama empat bulan. Selanjutnya, pentas bertepatan Usaba Sambah, Sukra/Jumat Kliwon Medangkungan, 11 November 2016.

“Kami membangkitkan kembali tari gambuh, karena merupakan warisan leluhur, di samping untuk melestarikan seni klasik yang vakum sejak tahun 1990-an,” jelas Penyarikan Desa Pakraman Pesedahan, Sabtu (11/3).

Menurut Sumadi, semangatnya merekonstruksi tarian sakral itu hanyalah panggilan hati nurani untuk ngayah. Selain itu, sebuah tanggungjawab moral membangun desa. Di samping itu, para pendahulunya sebagai pragina, terutama ayah dan kakeknya. Sehingga ada garis keturunan memiliki bakat sebagai penari.

Ternyata motivasi dari Sumadi mendapatkan respons antusias segenap krama Desa Pakraman Pesedahan. Krama dari seluruh lapisan kompak mendukung dan berperan aktif sebagai penari baik kalangan generasi remaja hingga orangtua.

Mereka pun mampu mewujudkan sekaa penari gambuh lengkap. Namun belum mampu mewujudkan sekaa penabuh gambuh. Karena itu, penabuh gambuh masih didatangkan dari Desa Pakraman Jungsri, Kecamatan Bebandem.

Sumadi optimis kedepan, penari dan penabuh menjadi satu paket yang dimiliki Desa Pakraman Pesedahan. Hal ini atas dukungan Sanggar Angripta Santhi Buana. Sumadi berani merekonstruksi tari gambuh meski dirinya bukanlah berlatar belakang pendidikan seni tari.

Latar belakang pendidikannya, SDN Pesedahan, Kecamatan Manggis tahun 1983, SMPN 1 Manggis tahun 1986, SMA Parisadha Amlapura 1989, S1 Managemen Universitas Mahasaraswati Denpasar tahun 2010 dan pasca-sarjana magister manajemen Unmas Denpasar tahun 2015.

Sumadi sendiri berasal dari Banjar Kanginan, Desa Pakraman Pesedahan, kelahiran 28 Agustus 1970. Pengalaman kerjanya, pegawai bank swasta tahun 1990-1996, peternak ayam petelur sejak tahun 1993, Ketua STT Buwana Jaya Asri Desa Pakraman Pesedahan tahun 1983-1996, Kelian Banjar Adat Kanginan tahun 1997-2010, Penyarikan Desa Pakraman Pesedahan sejak tahun 2010.

Ia merupakan anak ketiga dari pasangan I Nengah Minta dan Ni Nyoman Minta, beristrikan Ni Nyoman Sutrini, dikaruniai tiga anak yakni Ni Kadek Mita Sumadi Astrini, I Komang Agus Prapta Adiatma, dan Ni Ketut Stitha Ayu Pertiwi. *nantra

Komentar