nusabali

Gubernur Koster Tegaskan Hulunya Pariwisata Bali adalah Budaya

Teken Teknis Penerimaan Kontribusi Wisatawan untuk Pelindungan Alam dan Budaya Bali

  • www.nusabali.com-gubernur-koster-tegaskan-hulunya-pariwisata-bali-adalah-budaya

DENPASAR, NusaBali
Gubernur Bali, Wayan Koster menandatangani Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah Provinsi Bali, Gabungan Industri Pariwisata (GIPI) Bali, dan PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali tentang Teknis Pelaksanaan Penerimaan Kontribusi Wisatawan untuk Pelindungan Lingkungan Alam dan Budaya Bali, serta mengukuhkan Unsur Penentu Kebijakan Badan Promosi Pariwisata Daerah Bali Tahun 2022-2026 di Gedung Gajah Jayasabha, Denpasar pada Buda Wage Warigadean, Rabu

Penandatanganan Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerjasama tersebut dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Ketua GIPI Bali Ida Bagus Partha Adnyana, Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Bali I Made Santha, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjokorda Bagus Pemayun, dan Dirut BPD Bali I Nyoman Sudharma serta stakeholder Pariwisata Bali lainnya.


Dalam sambutannya, Gubernur Koster menyampaikan Bali telah lama menjadi daerah tujuan wisata dunia yang berkembang secara alami, di mana hulunya pariwisata Bali adalah budaya. Kekayaan, keunikan dan keunggulan yang dimiliki budaya Bali menjadikan budaya sebagai daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke Pulau Dewata, karena ingin melihat seni budaya dalam berbagai kreasi dan inovasi.

Sehingga di luar negeri itu, Bali lebih dikenal daripada Indonesia. Tidak hanya dulu, tapi sekarang pun para Menteri masih mengatakan Bali lebih dikenal dari pada Indonesia. Pariwisata kata Gubernur Bali jebolan ITB ini berkembang menjadi sektor tersendiri, yakni sektor pariwisata dan kemudian dia menjadi satu gerakan ekonomi yang menimbulkan pelaku usaha di bidang pariwisata.

Hal ini terus berkembang dan kalau diamati, perkembangan pariwisata Bali lebih banyak terjadi secara sporadis dan tidak didesain dengan satu tatanan, bagaimana mengarahkan pariwisata Bali ini bisa dikelola dengan baik. Kemudian yang paling esensi itu, bagaimana betul-betul agar pariwisata menjaga budaya Bali dengan memberi manfaat dan nilai yang setinggi-tingginya bagi kehidupan masyarakat Bali secara totalitas melalui keberpihakan pariwisata kepada sumber daya lokal.

Jadi pariwisata harus dikelola dengan prinsip-prinsip dasar. Agar dia berkembang, tumbuh dan bermanfaat tidak saja bagi pelaku pariwisata, tapi juga memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat Bali, menjadi pengungkit tumbuhnya perekonomian Bali, sekaligus menyeimbangkan struktur dan fundamental perekonomian Bali, dan tetap memperhatikan keharmonisan terhadap alam, manusia dan kebudayaan Bali. “Ini yang selama ini tidak terjadi sejak pariwisata tumbuh dan berkembang di Bali sampai saat ini. Jadi kita harus instropeksi,” tegas mantan Anggota DPR RI tiga periode dari Fraksi PDIP ini.

Munculnya pandemi Covid-19 pertama kali di Bali, pada 10 Maret 2020, membuat Bali yang mengandalkan sektor pariwisata akhirnya berhenti akibat negara di dunia juga mengalami pandemi Covid-19, sehingga tidak ada kunjungan wisatawan dan ekonomi Bali pun ikut terdampak. Jadi sektor pariwisata sangat rentan terhadap gangguan eksternal, seperti gangguan keamanan dan akibat bencana alam.

Sebagai Gubernur Bali, dua tahun masa pandemi ini telah memberikan pelajaran yang sangat berharga. “Saya melakukan introspeksi diri secara dalam tentang alam, manusia, dan kebudayaan Bali,” kata Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini. Perkembangan pariwisata di Bali berlangsung tanpa arah terlalu lama. Pariwisata Bali terlalu lama dibiarkan berjalan sendiri tanpa kontrol, tanpa regulasi yang memadai dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur. Bagaimana seharusnya mengelola pariwisata ini dengan baik, berbasis pada budaya, memiliki kualitas, berpihak pada sumber daya lokal dan berdaya saing. Ini yang selama ini tidak pernah ada, sehingga yang terjadi semuanya berjalan secara sporadis. Secara kewilayahan, telah terjadi ketimpangan di Bali, karena telanjur tertumpuk di Nusa Dua.

Sektor Pariwisata saat ini kurang mampu memberikan manfaat ekonomi Bali secara keseluruhan dengan keberpihakannya kepada budaya, petani, nelayan dan perajin di Bali. Ini yang perlu disadari. Hanya memikirkan bagaimana hotel, restaurant, transportasi, dan usaha-nya jalan. Tidak pernah memikirkan bagaimana petani, nelayan, perajin di Bali ini. Inilah yang membuat ketimpangan besar di Bali, ketimpangan antar komponen masyarakat, dan ketimpangan antar wilayah Utara, Timur, Selatan, Barat dan Tengah.

Untuk itu, Pemerintah Daerah harus hadir membuat arahan kebijakan dengan legislasinya, seperti Perda, Pergub, dan turunannya. Agar semua ini bisa bergerak untuk memutar ekonomi di Bali. “Ekonomi yang tumbuh dari pariwisata saat ini, sebagian besar mohon maaf dinikmati oleh luar. Jadi kita mengalami los ekonomi, los pelaku usaha pariwisata, hingga los di bidang jasa lainnya. Kalau ini diakumulasikan, losnya ekonomi Bali keluarnya tinggi sekali. Ini harus disadari,” ungkap Gubernur Koster. Kalau bayar Pajak Hotel dan Restaurant itu iya, tapi kata Gubernur Koster itu kewajiban utama. Namun yang di luar itu, harusnya memberikan imbas atau efek kepada kehidupan masyarakat keseluruhan di Bali. Karena Bali ini, tidak memiliki sumber daya alam, baik itu emas, batubara, gas, minyak, dan kelapa sawit yang jutaan hektare seperti di daerah lain.

“Karena anugerah kita hanya bersumber dari Adat Istiadat, Tradisi, Seni Budaya, dan Kearifan Lokal, maka keseluruhan unsur kehidupan kita ini harus didorong untuk memelihara dan menjaga ini. Agar tetap bisa menjadi sumber nilai kehidupan, sumber untuk mengembangkan kreasi karya seni dan budaya, dan sumber untuk mengembangkan ekonomi. Jadi di sini peran GIPI Bali untuk menjadikan budaya sebagai basis pengembangan pariwisata dan ekonomi,” ujar orang nomor satu di Pemprov Bali ini.

Menurutnya di dalam visi pembangunan daerah Bali, yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru, di mana budaya telah dijadikan mainstream pembangunan Bali, agar Bali ini kokoh dengan budaya-nya. Kalau budaya Bali tidak ada, jangan cerita soal ekonomi, tidak ada lagi orang yang berkunjung ke Bali. Jadi tolong pahami ini dengan baik-baik.

“Jangan kira saya anti pariwisata, tapi saya orang yang paling senang dengan pariwisata,” katanya. Saat menjadi Anggota Komisi X DPR RI, Wayan Koster tercatat telah berhasil membuat Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, termasuk membuat UU RI Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. “Saya sangat pro terhadap pariwisata, tapi bagaimana pariwisata di Bali ini betul-betul menghidupi semua petani, nelayan, perajin kita di Bali,” tegas penggagas konsep Ekonomi Kerthi Bali membangun Bali Era Baru ini.

Mengakhiri pidatonya, Gubernur Koster menegaskan Bali membutuhkan pariwisata yang berbasis budaya, berkualitas dan bermartabat sesuai pelaksanaan Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 28 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Pariwisata Bali. *nat

Komentar