nusabali

MUTIARA WEDA : Prinsip Abadi - Realita dan Harapan

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-prinsip-abadi-realita-dan-harapan

Wahai umat manusia seharusnya berjalan bersama-sama, berbicara bersama dengan pikiran yang sama, seperti halnya para pendahulumu bersama-sama membagi tugas mereka, begitu pula anda semestinya memakai hak itu.

Sam gaccadhvamsamvadadhvam Sam vomanamsijanatam
Dewa  bhagamyathapurve Sanjnanaupasate.
(Rg. Veda X. 191. 2)


Yang mana sebenarnya realitas dan yang mana harapan? Apakah manusia ingin memecah sebagai realitas dan ingin menyatukan sebagai harapan atau sebaliknya? Ini adalah pertanyaan fundamental yang sulit dicari kepastiannya. Tetapi jika usaha sebagai tolak ukur, maka jawabannya tampak jelas. Apapun yang memerlukan usaha terus-menerus adalah sebuah harapan yang hendak dicapai dan apapun yang secara alami terjadi merupakan sebuah realita. Seperti misalnya antara sistem sosial komunis dan kapitalis. Selama ini, sistem komunis terus-menerus diperjuangkan walau akhirnya runtuh, sementara sistem kapitalis walau tidak diperjuangkan posisinya semakin kuat. Realitanya bahwa manusia secara individu ingin menguasai yang lainnya, sehingga masyarakat yang penuh persaingan ada sebuah kenyataan, sementara masyarakat yang tanpa persaingan, sama rata, tanpa kuasa merupakan sebuah perjuangan.

Demikian juga antara perdamaian dan peperangan. Perdamaian selalu berada dalam perjuangan sehingga semakin hari daftar pahlawan yang berjuang di dalamnya semakin panjang. Sementara peperangan akan terus terjadi walaupun setiap orang mengumandangkan perdamaian itu, karena realitanya demikian, manusia ingin menang atas yang lainnya. Dengan cara yang sama, jika bangsa Indonesia ingin tetap utuh dalam bingkai negara kesatuan, maka perjuangan untuk itu harus terus ditingkatkan. Jika saja perjuangan itu memiliki volume dan kecepatan yang sama dari awal, lama-lama kesatuan nusantara akan runtuh juga. Mengapa demikian? Karena keinginan untuk merongrong persatuan dan kesatuan tersebut akan semakin besar seiring dengan besaran nafsu orang yang ingin berkuasa.

Secara alami manusia memiliki piranti di dalam pikirannya untuk merasa di atas manusia lainnya. Alat yang digunakan untuk menggerakkan piranti ini biasanya sebuah ideologi yang dianutnya, apakah ideologi itu berbasiskan agama, sekularisme, atau paham tertentu lainnya. Ekspresi yang paling tampak dari cara kerja ideologi tersebut adalah radikalisme, intoleransi, dan kekerasan. Seseorang akan sangat mudah tersentuh ego (libido) superioritasnya oleh ajaran-ajaran yang menurutnya mampu memperbaiki dunia dan dirinya sebagai pusat dari proses perbaikan tersebut. Fanatisme terhadap ajarannya pun mulai muncul. Mereka dengan sangat bangga berpikir, berkata, dan berperilaku bahwa apa yang diikutinya adalah ajaran terbaik untuk dunia sementara paham atau ideologi lain mesti dihancurkan. Tidak dipungkiri, tindakan apapun bisa dibenarkan untuk meraih kesuksesan dan kemenangan dari ideologinya atas yang lain.

Orang-orang akan mudah terhasut untuk ikut gerakan tersebut, sebab masing-masing orang memiliki piranti itu. Saat frekuensi mereka sama, maka mereka akan berada di bawah bendera ideologi yang sama. Tetapi berbeda dengan sikap toleransi, saling menghormati dan pentingnya hidup bersama dalam perbedaan. Cara berpikir dan berperilaku seperti ini mesti terus-menerus diperjuangkan, sebab secara sosial, kondisi ini tetap berada di perjalanan dan tidak pernah mencapai titik akhir. Jika dipadankan, perilaku radikalisme dan intoleransi itu ibarat batu yang jatuh ke bumi dengan tarikan gravitasi, sementara perilaku toleransi dan saling menghormati seperti batu yang dilemparkan ke atas. Diperlukan daya yang terus-menerus agar perilaku tersebut tidak hancur. Oleh karena itu, mantra Rg. Veda di atas akan selamanya relevan, karena hidup yang harmonis dan saling menghormati menjadi harapan sebagian besar manusia.

Namun, jika dilihat dari prinsip kebenaran abadi, di luar realita dan harapan manusia, kesaling-terhubungan, saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya merupakan sebuah diaroma kehidupan abadi. Tidak ada satu pun eksiten di dunia ini yang terlepas dari yang lainnya, sehingga menjadi harmonis dengan yang lainnya merupakan sebuah kemutlakan. Tidak ada sebenarnya sesuatu yang bersifat disharmoni, sebab pemicu disharmoni itu akan dihancurkan oleh dirinya sendiri dan keharmonisan akan terjadi kembali. Tetapi oleh karena pikiran manusia, hidup harmonis itu menjadi harapan, yang seolah-olah sangat jauh di depan dan kekerasan menjadi sebuah realita yang dekat dengan kehidupan kesehariannya.

I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Dosen Fak. Brahma Widya, IHDN Denpasar  

Komentar