nusabali

KPK OTT Bupati Bogor Ade Yasin

Sang Kakak Saat Jadi Bupati Bogor Juga Kena OTT KPK

  • www.nusabali.com-kpk-ott-bupati-bogor-ade-yasin

JAKARTA, NusaBali
KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) lagi. Pihak yang dijerat adalah Bupati Bogor, Provinsi Jawa Barat, Ade Yasin.

Dia ditangkap terkait dugaan suap. Usut punya usut, kakak kandung Ade Yasin, yaitu Rachmat Yasin, dulu juga terjerat KPK dalam jabatannya sebagai Bupati Bogor. Diketahui Rachmat Yasin kena OTT pada 7 Mei 2014 lalu. Rachmat Yasin dulu merupakan Bupati Bogor dua periode. Dalam OTT terhadap Rachmat Yasin saat itu, tim KPK mengamankan uang miliaran rupiah.

"Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri saat dimintai konfirmasi, Rabu (27/4). KPK juga menangkap beberapa pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jawa Barat (Jabar). Dia belum menjelaskan detail berapa orang yang ditangkap.

Dilihat dari situs resmi Pemkab Bogor, Rabu (27/4), Ade Yasin lahir di Bogor pada 29 Mei 1968. Dia menempuh pendidikan dari sekolah dasar (SD) hingga S2 di Bogor. Kariernya dimulai sebagai advokat pada 2000 hingga 2009. Selanjutnya, Ade Yasin menjadi Ketua DPC PPP Kabupaten Bogor pada 2010-2015. Dia kemudian menjadi Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Bogor 2014-2019. Ade Yasin kemudian menjadi Ketua DPW PPP Jawa Barat pada 2015-2020. Ade Yasin menjadi Bupati Bogor pada periode 2018-2023. Ade Yasin menggandeng Iwan Setiawan sebagai Wakil Bupati pada Pilkada 2018.

Bupati Bogor Ade Yasin menjadi yang terbaru dalam daftar operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Untuk KPK kepemimpinan Firli Bahuri diketahui Ade Yasin menjadi yang ke-19. Ali mengatakan KPK juga menangkap beberapa pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat. Dia menyebut penangkapan ini dilakukan terkait dugaan suap.

"Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap," ucap Ali dilansir detik.com. Dia belum menjelaskan dugaan suap itu terkait apa dan berapa jumlahnya. Meski demikian, ada sejumlah uang yang disita KPK.

Ade Yasin tercatat punya harta Rp 4,1 miliar. Dilihat dari LHKPN KPK, Rabu kemarin  Ade Yasin terakhir kali menyetorkan LHKPN pada 31 Maret 2021. LHKPN tersebut berisi harta Ade Yasin pada 2020. Dalam LHKPN tersebut, Ade Yasin tercatat memiliki tiga bidang tanah dan bangunan senilai Rp 2.290.000.000 (Rp 2,2 miliar).

Ketiga bidang tanah dan bangunan itu tersebar di Bogor. Selain itu, Ade Yasin punya harta berupa dua unit mobil senilai Rp 635 juta. Ade tercatat memiliki mobil Mitsubishi Xpander Ultimate tahun 2019 dan BMW 320i tahun 2016. Ade Yasin juga melaporkan dirinya memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 600 juta serta kas dan setara kas Rp 726.788.687 (Rp 726 juta). Ade Yasin punya utang Rp 140.607.046 (Rp 140 juta). "Total harta kekayaan Rp 4.111.181.641 (Rp 4,1 miliar)," demikian tertulis di LHKPN KPK.

Total ada 12 orang termasuk Ade Yasin yang ditangkap KPK. "Sampai dengan saat ini, KPK mengamankan 12 orang, di antaranya Bupati Bogor, beberapa orang pejabat dan ASN Pemkab Bogor serta beberapa pihak dari BPK Perwakilan Jawa Barat," ucap Ali Fikri. Ali mengatakan mereka terlibat dalam transaksi suap terkait pengurusan temuan laporan keuangan Pemkab Bogor. Saat ini pihak-pihak yang ditangkap itu masih menjalani pemeriksaan di KPK. "Saat ini seluruh pihak masih dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi secara maraton di Gedung Merah Putih KPK," ucap Ali.

Sebelum ditangkap KPK, Ade Yasin sempat mengeluarkan larangan bagi aparatur sipil negara (ASN) di Bogor menerima gratifikasi. Aturan larangan ASN terima gratifikasi tertuang dalam Surat Edaran Bupati Bogor Nomor 700/547-Inspektorat. Aturan itu mengatur setiap ASN, pimpinan, dan karyawan BUMD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor dilarang melakukan permintaan, pemberian, serta penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan atau kewenangannya berkaitan dengan Idul Fitri 1443 Hijriah atau pandemi COVID-19. SE ini diterbitkan pada 25 April 2022. "Tindakan tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan atau kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana," kata Ade Yasin di Cibinong. *

Komentar