nusabali

Tari Kolosal Rejang Renteng Diciutkan Menjadi 800 Penari

  • www.nusabali.com-tari-kolosal-rejang-renteng-diciutkan-menjadi-800-penari

Majelis pertimbangan dan pembinaan seni budaya (Listibiya) Klungkung, menggelar workshop tari Rejang Renteng, di Balai Budaya Ida I Dewa Agung Istri Kanya, Selasa (14/3).

SEMARAPURA, NusaBali
Tarian ini akan dipentaskan secara kolosal saat Festival Semarapura, 28 April 2017, dengan melibatkan 800 orang penari.

Para penari diambil dari kalangan guru se-Kabupaten Klungkung dari tingkat TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK. Workshop pun melibatkan guru-guru seni di Klungkung, baik laki-laki maupun perempuan. “Workshop ini untuk menyerap tentang tarian Rejang Renteng itu sendiri, nanti akan disebarluaskan ke guru di masing-masing sekolah,” ujar Ketua Listibiya Kabupaten Klungkung I Dewa Gede Alit Saputra.

Kata dia, sesuai perencanaan awal tarian kolosal Rejang Renteng ini melibatkan 2.017 penari yang dipentaskan di Catus Pata Kota Semarapura. Namun setelah melakukan koordinasi dengan dinas terkait. Ternyata tempat pentas tidak memungkinkan karena pada beberapa ruas jalan akan dibangun stand pameran maupun kuliner. “Jadi jumlah penarinya kita sesuaikan menjadi 800 orang,” terangnya.

Ide tersebut awalnya tercetus saat workshop seni yang dipusatkan di depan Monumen Puputan Klungkung, Jumat (16/12). Kegiatan itu melibatkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Klungkung, dan pihak terkait. Dipilihnya Tari Rejang Renteng sebagai ikon tarian massal pada saat Festival Semarapura 2017, dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya, Tari Rejang Renteng ini merupakan khas di Nusa Penida. Kemudian tarian berdurasi 12 menit ini dalam mengikuti gerakannya dan pakaiannya cukup sederhana, dengan khas menggunakan sanggul. “Rejang Renteng merupakan tari persembahan, dalam gerakannya tidak memakai seledet sebagai simbolik kealamian,” terangnya.

Diakui, Tari Rejang Renteng ini sempat nyaris punah. Tim kesenian dari Provinsi Bali berhasil merekonstruksi tarian tersebut di era 1990, sehingga kembali ada sampai sekarang. Secara simbolik tarian ini memegang selendang saling sambung-menyambuang satu di antaranya, kemudian murwa daksina. “Itu sebagai simbol persembahan terhadap turunnya para dewa,” terangnya. *wa

Komentar