nusabali

Kesucian dan Keharmonisan

  • www.nusabali.com-kesucian-dan-keharmonisan

KESUCIAN dan keharmonisan, dua diksi sarat makna yang relatif beda cara memahami apalagi mewujudkan.

Kesucian atau kebersihan dimaknai sebagai nama diri, tempat, atau semua benda dan yang dibendakan. Sedangkan, keharmonisan berkisar pada kondisi hubungan yang melandasi kebahagiaan. Relasi keduanya bisa korelasional, kausal atau prediktif. Korelasional ketika hubungan itu selaras tidak saling menafikan; ketika kesucian diabaikan maka akan mengancam keharmonisan; dan, ketika tri hita karana sebagai sumber kebahagiaan terganggu maka nanti akan mendatangkan bencana bagi tanah Bali.

Setakat pemikiran Nyaya, kesucian dan keharmonisan dikatakan baik atau benar tergantung dari alat yang digunakan, yaitu: Pramata (subjek pengamatan), Prameya (objek yang diamati), Pramiti (kedalaman hasil pengamatan), Pramana (cara pengamatan). Cara memeroleh dan memelihara kedua konsep tersebut tergantung kepentingan. Kesucian bersifat normatif yang akuisisinya melalui keyakinan, dalam bahasa Nyaya ‘anumana pramana’—penyimpulan spiritual. Harmoni merupakan bentukan hati yang diperoleh melalui ‘upamana pramana’—perbandingan spiritual. Kesucian dan keharmonisan tidak bisa hanya diregulasi, tetapi harus didukung secara ‘pratyaksa pramana’ oleh semua krama Bali. Dengan ketiganya maka kesucian dan keharmonisan menjadi ‘sabda pramana’—penyaksian kearifan lokal yang berkesinambungan.

Menurut Hanne Blank, seorang sejarawan dan penulis, kesucian dinilai sebagai nilai paling berharga yang dilindungi, diyakini, dan dipertahankan umat manusia. Kesucian bukanlah sekadar 'konstruksi sosial-religius`, dan ketika ia dinafikan akan terjadi perubahan, tak hanya fisik tetapi juga psikologis. Misalnya, banjir dan kekeringan akan terjadi setelah vegetasi dibabat untuk kepentingan fisikal-material. Menyusutnya hutan berakibat hilangnya sumber air untuk pengairan sawah, tergantikan sawah menjadi perumahan atau mendatangkan beras dari negara lain.

Keharmonisan akan memberikan dampak positif, kehidupan menjadi lebih tenang dan damai, tidak menimbulkan pertengkaran yang berakibat konflik. Ketika keharmonisan tidak dipertahankan akan berdampak negatif. Berbagai sebab dapat memicu ketidak harmonisan, seperti faktor ekonomi. Pemenuhan kebutuhan yang banyak dijadikan dalih untuk menafikan kesucian yang selanjutnya menjadi penyebab ketidakharmonisan. Kurangnya perhatian pada kelestarian alam dan lingkungan dapat juga mengikis keseimbangan emosional untuk menjaga ekosistem secara seimbang.

Kesucian dan keharmonisan sering tidak bisa langgeng dikarenakan adanya perbedaan prinsip. Prinsip merupakan pokok pemikiran dan tindakan, yang kadang sejalan, serumpun, atau bahkan, berlawanan saling meniadakan. Karena ketidaksamaan dalam prinsip, maka pembuatan suatu keputusan sering tanpa berdiskusi dan musyawarah. Dalam relasi sosial harmonis, maka segala urusan patut terlebih dahulu dibicarakan. Mengambil sebuah keputusan tanpa berdiskusi akan membuat keberadaan seseorang atau lingkungan tidak diingkari, atau bahkan dipinggirkan.  

Sedemikian penting nilai kesucian dan keharmonisan bagi tanah Bali. Ketika keduanya meredup apalagi menghilang, kita tidak akan mampu merekonstruksinya, kehilangan keduanya sama sebangun dengan kehilangan kearifan lokal Bali. Dukungan dari keharmonisan relasi tri hita karana menjadi tidak optimal, sehingga bencana akan dapat mengancam tanah warisan leluhur suatu waktu dan pasti.

Alam dan manusia memiliki kesamaan, yakni merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai sesama makhluk, sudah seharusnya manusia dapat menjaga hubungan harmonis dengan alam dengan cara merawat dan menjaga lingkungan, dan tidak merusaknya. Aoki Takenobu PhD, dosen tamu UMY dari Chiba University, menjelaskan bahwa masyarakat Jepang percaya bahwa setiap benda memiliki jiwa. Berdasar pada kepercayaan itulah, masyarakat Jepang menjadi semakin menghormati alam dan lingkungan yang ada di sekitar mereka. Lebih lanjut, dikatakannya bahwa tidak ada perbedaan antara manusia dengan hewan atau tumbuhan. Negara Barat  berpatokan pada hak dan demokrasi. Sedangkan prinsip etika yang seharusnya dianut oleh krama Bali adalah kewajiban dan kerukunan. Kerukunan antara manusia dan alam, dan menyadari ekosistem itu merupakan kewajiban manusia. Semoga kesucian dan keharmonisan selalu tercipta dan terjaga sepanjang hayat. *

Prof Dewa Komang Tantra MSc, PhD

Komentar