nusabali

Desa Adat Jasri dan Desa Adat Perasi Kembali Bersitegang

Dipicu Aksi Perusakan Ambu yang Dipasang di Perbatasan Desa Jelang Nyepi

  • www.nusabali.com-desa-adat-jasri-dan-desa-adat-perasi-kembali-bersitegang

Beberapa jam sebelum bersitegang dengan Desa Adat Perasi, Desa Adat Jasri juga sempat bersitegang dengan Desa Adat Subagan, Minggu pagi, yang dipicu pemasangan ambu di tapal batas

AMLAPURA, NusaBali

Dua desa adat bertetangga di Kecamatan Karangasem, yakni Desa Adat Jasri dan Desa Adat Perasi, kembali bersitegang karena dipicu akar permasalahan tapal batas. Kali ini, ketegangan terjadi Minggu (27/2) malam, setelah ambu (janur) yang dipasang krama Desa Adat Jasri rangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di perbatasan dengan Desa Adat Perasi, dirusak orang tak dikenal.

Informasi di lapangan, krama Desa Adat Jasri awalnya memasang ambu di perbatasan dengan Desa Adat Subagan, Minggu pagi sekitar pukul 08.00 Wita. Pemasangan ambu pagi itu sempat menimbulkan riak-riak di kedua pihak. Masalahnya, Desa Adat Subagan tidak terima pemasangan ambu yang dilakukan krama Desa Adat Jasri.

Beruntung, ketegangan antara Desa Adat Jasri vs Desa Adat Subagan tidak sampai meluas. Persoalan kedua desa adat ini bisa diselesaikan melalui mediasi yang dilakukan Plt Bendesa Madya Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem, I Made Putu Aryanta, Minggu siang.

Kemudian, sore harinya, krama Desa Adat Jasri kembali memasang ambu rangkaian Nyepi Tahun Baru Saka 1944 di titik perbatasan dengan Desa Adat Perasi. Beberapa jam setelah ambu dipasang oleh krama Desa Adat Jasri, ambunya justru dirusak oleh orang tak dikenal. Dari situ, pihak Desa Adat Perasi baru tahu bahwa pihak Desa Adat Jasri pasang ambu di tapal batas desa. Malam itu juga, krama Desa Adat Perasi turun ke jalan sembari berteriak-teriak. Beruntung, malam itu tidak sampai terjadi bentrokan. Pasalnya, krama Desa Adat Perasi tetap ngumpul di wewidangan desanya, tidak sampai turun ke jalan.

Keesokan harinya, Senin (28/2), Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Artha Dipa, turun tangan memediasi ketegangan antara Desa Adat Jasri vs Desa Adat Perasi. Apalagi, kedua desa adat bertetangga ini sebelumnya sempat bersitegang masalah pemasangan ambu dan penjor di tempat yang sama, 19 Maret 2020 silam, juga jelang Hari Raya Nyepi.

Wakil Bupati Artha Dipa memediasi ketegangan Desa Adat Jasri vs Desa Adat Pertima di Aula Nawa Satya Kantor Bupati Karangasem, Jalan Ngurah Rai Amlapura, Senin pagi. Dalam pertemuan mediasi yang berlangsung sejak pagi pukul 10.00 Wita hingga sore pukul 15.00 Wita kemarin, Kapolres Karangasem AKBP Ricko AA Taruna juga hadir bersama Dandim Karangasem Letkol Inf Sutikno, Sekda Kabupaten Karangasem I Ketut Sedana Merta, Plt Bendesa Madya MDA Karangasem I Made Putu Aryanta, dan Bendesa Alitan MDA Kecamatan Karangasem I Nyoman Wijaya.

Bendesa Adat Jasri I Nyoman Mawi Yudistira dan Bendesa Adat Perasi, I Nengah Suastika, juga dihadirkan dalam mediasi kemarin. Dari pihak Desa Adat Jasri melalui perwakilannya, I Nengah Suarta, mengakui memiliki empat palinggih di tapal batas. Namun, mereka tetap menghargai MDA Kabupaten Karangasem untuk menyelesaikan dan menentukan tapal batas yang sebenarnya.

Sedangkan dari Desa Adat Jasri, melalui prajuru I Made Putra Ayusta, mengatakan sesuai awig-awig Isaka 1371, pada zaman Raja Karangasem mereka diberikan tugas memungut upeti setiap tahun. Kewajiban ini tidak pernah perputus hingga tahun 2020, termasuk juga memasang ambu. "Pihak Desa Adat Perasi silakan melakukan aktivitas upacara seperti dulu. Begitu sebaliknya, kami juga menjalankan adat seperti dulu," ujar Putra Ayusta.

Sedangkan Bendesa Adat Perasi, I Nengah Suastika, mengatakan krama setemnpat memang sempat turun ke jalan, Minggu malam, karena dipicu adanya aksi. "Kan ada aksi ada reaksi. Itu riak-riak saja," papar Nengah Suastika. Sebaliknya, Bendesa Adat Jasri, Nyoman Mawi Yudistira, menyukuri karena sudah ada titik temu atas persoakan ini. "Kami mengapresiasi upaya pemerintah memediasi persoalan yang terjadi," ucap Mawi Yudistira.

Dalam mnediasi di Kantor Bupati Karangasem kemarin, diambil 8 butir kesepakatan yang ditandatangani keduabelah pihak, Desa Adat Jasri dan Desa Adat Perasi, dengan disaksikan pejabat pemerintah. Delapan (8) butir Kesepakatan Nomor 091/BA/MDA-Kar.asem/II/2022 itu meliputi pertama, pemasangan penjor dan ambu bukan merupakan tanda tapal batas. Kedua, pemasangan penjor dan ambu dilakukan dalam kaitan upacara keagamaan di desa adat.

Ketiga, Desa Adat Perasi dan Desa Adat Jasri tidak menugaskan pecalang di titik lokasi yang disengketakan secara sepihak. Keempat, lokasi kesepakatan pemasangan penjor dan ambu bukan merupakan tapal batas sebagai berikut. Desa Adat Jasri dapat memasang penjor dan ambu di Rurung Jasri atau jelinjingan sanjalan, sedangkan Desa Adat Perasi dapat memasang penjor dan ambu di batas timur Rurung Sri.

Kelima, menyangkut tapal batas wilayah desa adat, keduabelah pihak sepakat mengikuti proses dan keputusan MDA Kabupaten Karangasem. Diharapkan, Keputusan MDA Kabupaten Karangasem dapat ditetapkan paling lambat 6 bulan setelah kesepakatan ini.

Keenam, Desa Adat Perasi dan Desa Adat Jasri sepakat menerima Keputusan MDA Kabupaten Karangasem dan atau MDA Provinsi Bali, termasuk penghapusan segala tanda-tanda yang berkaitan dengan tapal batas yang dibuat oleh pihak lainnya, baik dilakukan sendiri maupun pihak lain. Ketujuh, keduabelah pihak menyepakati dan mematuhi berita acara ini dan tidak membuat hal-hal yang dapat mengganggu Kamtibmas. Kedelapan, kesepakatan ini berlaku sampai dengan adanya keputusan yang bersifat final dan mengikat yang dikeluarkan MDA Kabupaten Karangasem dan atau MDA Provinsi Bali.

Sementara itu, Kapolres Karangasem AKBP Ricko AA Taruna mengingatkan agar kesepakatan ini dipegang teguh pihak Desa Adat Perasi dan Desa Adat Jasri. "Jangan keluar dari kesepakatan ini, tolong disosialisasikan," pinta AKBP Ricko saat mediasi kemarin.

Wabup Artha Dipa juga berharap, dengan adanya kesepakatan ini, ke depan tidak lagi muncul riak-riak di keduabelah pihak. "Dengan kesepakatan ini, keduabelah pihak setuju memasang ambu dan penjor sebagai tanda ada upacara, bukan sebagai tanda batas wilayah. Mengenai batas wilayah, akan dibahas MDA Kabupaten Karangasem," jelas Artha Dipa, yang sempat lama menjabat Bendesa Madya MDA Kabupaten Karangasem. *k16

Komentar