nusabali

Fraksi PDIP Soroti Banyaknya Formulir di Pemilu

  • www.nusabali.com-fraksi-pdip-soroti-banyaknya-formulir-di-pemilu

JAKARTA, NusaBali
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Komarudin Watubun menyoroti tentang banyaknya kertas dan formulir saat pemilihan umum (Pemilu) berlangsung.

Komarudin menyampaikan itu saat fit and proper tes atau uji kelayakan dan kepatutan calon Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin di urutan pertama atau pukul 13.30 WIB pada, Selasa (15/2).

Menurut Komarudin, banyaknya kertas dan formulir menjadi salah satu penyebab penyelenggara Pemilu meninggal dunia di 2019 lalu. Lantaran mereka kelelahan mengisinya.

"Padahal banyaknya kertas dan formulir tidak menjamin Pemilu menjadi baik. Jika Anda terpilih, solusi apa yang diberikan agar tidak banyak kertas dan formulir. Jadi, Pemilu berjalan simpel, sederhana dan sedikit biaya," ujar Komarudin.

Selain itu, Komarudin mempertanyakan tentang aturan di level bawah pada pelaksanaan Pemilu. Menurut Komarudin, pada level pusat dan provinsi aturan berjalan bagus. Di tingkat adhoc atau kecamatan hingga TPS banyak masalah, karena sosialisasi terbatas akibat luasnya negeri ini.

Di lain sisi, kata pria yang menjabat sebagai Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan ini, para calon Anggota KPU RI menjelaskan kemudahan penggunaan teknologi informasi. Padahal, kemudahan itu tidak semua menjangkau dari Sabang sampai Merauke sehingga memerlukan komisioner KPU RI yang mengerti tentang Indonesia secara menyeluruh.

Sebab, urusan KPU RI tidak hanya berada di Pulau Jawa dan Sumatera saja. Melainkan di seluruh Indonesia. "Jika kelak Anda terpilih, bagaimana cara mengatasi sosialisasi aturan sampai ke tingkat bawah agar mengerti dan mereka tidak punya tafsiran sendiri-sendiri," papar Komarudin.

Komarudin pun meminta Afifuddin sebagai Anggota Bawaslu periode 2017-2022 menjelaskan tentang apa saja yang belum sempurna dari KPU RI. Kemudian, Komarudin meminta agar Afifuddin menanggapi permasalahan DPT (Daftar Pemilih Tetap). Lantaran selama ini, KPU RI dan Bawaslu RI memiliki data berbeda.

"Apakah sebelum pengumuman DPT, KPU RI dan Bawaslu RI bisa duduk bersama untuk berembuk dan mendiskusikannya agar tidak terkesan memiliki ego masing-masing," tegas Komarudin. Menanggapi itu, Afifuddin mengatakan, pada Pemilu 2019 dia telah duduk bersama dengan pihak KPU RI hingga dinihari.

Pemilu 2019, kata Afifuddin, merupakan Pemilu pertama yang mensyaratkan menggunakan KTP elektronik. Permasalahan kala itu, sebagian pemilih belum punya KTP elektronik. Sementara penduduk yang sudah punya KTP elektronik, sebagian belum terdaftar di DPT.

"UU No 7 tahun 2017 membekali kami, daftar pemilih dimutahirkan setiap semester. Jadi, ini menjadi celah atau jalan keluar untuk sinkronisasi data yang sudah diverifikasi ketika tahapan tidak berjalan," papar Afifuddin. Terkait banyak kertas dan formulir saat pelaksanaan Pemilu, Afifuddin setuju perlu dikurangi karena akan melelahkan mengisinya.

Tetapi, itu perlu dibicarakan dan mendengarkan pendapat dari Anggota KPU lainnya karena ada sejumlah korelasi di dalam koridor UU. "Nanti, kami akan duduk bersama untuk merumuskan apa yang mungkin bisa dilakukan ke depan agar tujuan Pemilu berjalan efektif dan efisien," jelas Afifuddin.

Sedangkan mengenai sosialisasi aturan di bawah berbeda dengan di atas, Afifuddin berpendapat, itu terjadi karena petugas di tingkat adhoc direkrut ketika mendekati Pemilu sehingga mepet waktunya. Ditambah lagi, pemberian materi bintek tidak semua petugas KPPS mengikutinya. Mereka yang ikut setidaknya satu atau dua orang saja.

Afifuddin menyarankan, agar ke depan pemberian materi bimtek dilakukan secara bersamaan dan tidak mepet. Bila perlu digabung dengan KPU dan Bawaslu. Lalu buku panduan yang dipegang petugas KPPS dengan petugas TPS sama agar pemahaman mereka sama pula. *k22

Komentar