nusabali

MUTIARA WEDA: Metaverse, Mungkinkah?

Yadrcchayā copapannam svarga-dvāram apāvrtam, sukhinah ksatriyāh pārtha labhante yuddham idrsam. (Bhagavad-gita, II.32)

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-metaverse-mungkinkah

Wahai Partha, berbahagialah para ksatriya yang mendapatkan kesempatan untuk bertempur seperti itu tanpa mencarinya, kesempatan yang membuka pintu gerbang surga bagi mereka.

NARASI tentang metaverse mulai dibangun terutama di kalangan para pemegang modal (capital maupun saintek). Dikatakan bahwa ada sebuah wilayah di dunia ‘maya’, di mana di tempat tersebut dapat melakukan kegiatan apa saja tanpa batas. Orang bisa melakukan bisnis, menikmati berbagai kesenangan, membangun rumah, dan apapun jenis kegiatan lainnya. Dunia ini terbangun sebagai kelanjutan dari berkembangnya internet yang masif. Jadi, hanya dengan masuk ke dalam jaringan melalui sebuah alat tertentu, orang bisa berselancar di dunia tersebut seolah-olah nyata adanya. Bisa jadi, ini merupakan perpanjangan dari harapan-harapan atau keinginan-keinginan manusia yang tidak pernah sampai. Dunia ‘maya’ ini bisa dijadikan alternatif atas harapan kenikmatan yang hendak diraihnya, hal yang belum sempat ditemukannya di dunia ini.

Jika merujuk berbagai teks Hindu baik yang disebutkan di dalam Sruti, purana maupun teks-teks nusantara lainnya, tentu narasi tentang dunia yang mampu memberikan berbagai kenikmatan tanpa batas sangat masif disebutkan. Tempat itu disebut svarga atau surga. Tidak kah metaverse adalah sejenis grosifikasi dari alam svarga tersebut? Teks menyebutkan bahwa tempat tersebut sangat indah, mampu memuaskan segala bentuk keinginan dengan menyajikan berbagai jenis objek kenikmatan. Pintu sorga ini akan terbuka bagi mereka yang memenuhi syarat. Syaratnya adalah dia yang telah memiliki karma baik yang cukup, yang telah melakukan hal-hal baik sesuai dengan svadharmanya. Seperti teks di atas nyatakan bahwa mereka yang mati di medan perang akan langsung masuk surga karena telah menjalankan svadharmanya dengan baik.

Secara prinsip, baik konsep svarga maupun wacana metaverse sesungguhnya bersumber dari metanarasi yang sama, yakni sebuah harapan untuk meraih sebanyak-banyaknya hal yang menyenangkan. Oleh karena dunia ini senantiasa menyajikan dualitas, yakni susah dan senang silih berganti, dan bahkan susahnya dirasakan lebih banyak, sehingga keinginan untuk melepaskan diri dari kesusahan itu menjadi sesuatu hal yang paling mendasar. Ingin terbebas dari kesusahan dan memasuki kenikmatan itulah sejak awal melahirkan konsep surga. Upanisad menyebut bahwa alam yang disebut surga itu adalah imajinasi manusia atas ketidakmampuannya melawan kesusahan. Oleh karena yang dirasakan lebih banyak kesusahan, maka pikiran mencoba melakukan perlawanan dan kemudian menciptakan sebuah dunia di mana kesusahan tidak memiliki tempat. Mereka ingin suatu saat akan memasuki tempat seperti ini. Akhirnya, oleh karena ide surga ini, saat menjalani kehidupannya, mereka lebih mampu menerima dengan sadar berbagai keburukan dan kesusahan yang dialami d
engan harapan dia akan masuk surga nantinya.

Tidak kah ide metaverse tersebut sejenis itu? Oleh karena dunia ini menyediakan hal-hal yang terbatas atas keinginannya yang tanpa batas, maka mereka menciptakan sebuah ruang, di mana ruang itu mampu memfasilitasi berbagai keinginannya untuk lebih leluasa melakukan apapun yang dikehendakinya. Di dunia baru ini dia memiliki kesempatan untuk melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan di dunia sekarang. Tidak kah dengan begitu, orang akan mendapat kebahagiaan atas semua itu? Mereka akan bisa tetap bersenang-senang, menikmati berbagai objek kenikmatan yang tidak mudah ditemukan di dunia ini. Bedanya, piranti yang digunakan untuk memasuki pintu gerbang surga adalah karma baik, sementara pintu gerbang tempat masuknya metaverse adalah jaringan internet dan mesin tertentu.

Namun, berbagai teks upanisad dan yang lainnya mengingatkan, bahwa apapun dunia yang bisa dimasuki dan berbagai kenikmatan apapun yang tersedia di sana, jenis kenikmatan itu akan bisa berubah menjadi hal yang tidak menyenangkan. Orang memiliki piranti unik yang hadir di dalam pikirannya, yakni rasa bosan. Rasa bosan atas berbagai objek kenikmatan juga akan melahirkan dukkha. Oleh karena itu, sejak awal harus disadari bahwa surga atau metaverse atau apapun dunia yang nantinya mudah diakses tidak mampu memberikan kebahagiaan abadi. Atas dasar itu, disarankan untuk tidak terjebak dan tenggelam di dalamnya, walaupun kita tetap berada dan berperan aktif di sana. *

I Gede Suwantana

Komentar