nusabali

Desa Adat Pecatu Juga Gelar Upacara Tumpek Uye

  • www.nusabali.com-desa-adat-pecatu-juga-gelar-upacara-tumpek-uye

MANGUPURA, NusaBali
Desa Adat Pecatu menggelar upacara Tumpek Uye di objek wisata kawasan Luar Pura Uluwatu, Desa Adat Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, Sabtu (29/1) siang.

Dalam upacara itu, dua gebongan buah segar diberikan kepada kawanan monyet yang ada di dalam kawasan tersebut. Upacara yang digelar setiap 6 bulan sekali itu menjadi salah satu potensi kegiatan budaya tentang keagamaan sebagai daya dukung atau daya tarik objek wisata.

Pangelingsir Puri Agung Jrokuta selaku Pengempon Pura Uluwatu AA Ngurah Jaka Pratidnya, mengatakan upacara Tumpek Uye rutin rutin dilakukan dari dulu dan merupakan bentuk harmonisasi Tri Hita Karana, di mana konsep hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia. “Kegiatan ini sudah rutin kita lakukan setiap 6 bulan sekali. Bentuk harmonisasi Tri Hita Karana,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Bendesa Adat Pecatu I Made Sumerta. Dikatakan, upacara Tumpek Uye ini sudah rutin dilakukan sebagai bentuk implementasi Tri Hita Karana. Terlepas dari adanya instruksi, kegiatan di Pura Uluwatu selalu dilaksanakan setiap enam bulan sekali. Pun masyarakat di Pecatu juga melaksanakan upacara bagi mereka yang memiliki peliharaan. “Dengan pemberian makan terhadap monyet, kita harapkan alam terjaga dengan baik,” kata Sumeter di sela-sela upacara tersebut.

Diakuinya, selain memberi makan monyet, juga melepasliarkan 100 burung berbagai jenis, mulai dari burung perkutut, burung tekukur hingga burung kutilang. Dengan adanya pelepasliaran itu pula diharapkan burung bisa berkembang biak dan hidup dengan aman di hutan Pecatu. “Kami juga sudah membuat regulasi agar tidak ada masyarakat yang menangkap, karena ada aturan dan sanksi bagi yang melanggar,” tegas Sumerta.

Sementara, Manager Pengelola Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu I Wayan Wijana, mengatakan upacara Tumpek Uye merupakan kegiatan rutin setiap enam bulan. Hal ini dikarenakan, keberadaan objek wisata kawasan luar Pura Uluwatu berhubungan dengan budaya dan lingkungan, sehingga dengan adanya konsep Tri Hita Karana sangat cocok dalam kehidupan sehari-hari. Diakuinya, hubungan inilah yang diambil hikmanya dengan berterimakasih dan menghargai atas ciptaan Tuhan.

Kemudian hubungan manusia dengan lingkungan, lanjut Wijana, kebetulan di objek wisata Uluwatu ini terdapat monyet yang menjadi salah satu daya tarik. Dengan demikian, pihaknya memberikan penghargaan kepada monyet tersebut.

Sebaliknya, untuk hubungan manusia dengan manusia, Wijana mengaku selalu menjaga hubungan dengan sesama baik itu pekerja maupun pengunjung. “Kami menghormati anugerah ciptaan Tuhan secara harmonis, sehingga dengan keberadaan monyet, itu ada kehidupan harmonis,” katanya.

Masih menurut Wijana, dalam upacara Tumpek Uye, itu pihaknya menyediakan dua gebongan buah-buahan segar yang diberikan kepada kawanan monyet yang hidup dan sudah menjadi bagian di Uluwatu. Bahkan, lanjut Wijana, upacara Tumpek Uye dijadikan salah satu potensi kegiatan budaya tentang keagamaan sebagai daya dukung atau daya tarik objek wisata itu sendiri. “Ini adalah aset kita yang harus dilestarikan sebagai dasar dalam memanfaatkan konsep pariwisata budaya,” tandas Wijana. *dar

Komentar