nusabali

Harga Salak Terjun Bebas, HKTI Bali Dorong Agroindustri di Perdesaan

  • www.nusabali.com-harga-salak-terjun-bebas-hkti-bali-dorong-agroindustri-di-perdesaan

DENPASAR, NusaBali.com - Turunnya harga salak Bali pada setiap musim panen belum bisa diatasi  hingga saat ini. Di sentra perkebunan salak seperti Desa Sibetan, Karangasem, harga salak Bali saat musim panen seperti saat ini sangatlah rendah berkisar Rp 2.000 per kilogramnya.

Harga salak Bali terjun bebas diakibatkan jumlah produksi yang tinggi sementara permintaannya tidak bertambah. Padahal di luar musim panen harga salak Bali cukup tinggi di kisaran Rp 10.000 per kilogramnya. 

Ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Bali, I Gede Sedana, mengatakan meski kondisi ini dianggap sudah biasa oleh para petani salak, tetap perlu dicarikan solusi alternatif guna mengurangi kerugian di tingkat petani dan bahkan sebaliknya dapat memberikan nilai tambah. 

“Salah satu upaya yang dilakukan adalah mendorong bertumbuhnya industri perdesaan, seperti pengolahan buah salak, yang dikenal dengan agroindustri. Berbagai olahan buah salak dapat diproduksi, seperti wine, sari buah, karamel, dodol, selai dan lain sebagainya,” kata Gede Sedana, Jumat (28/1/2022). 

Ia menambahkan, pengolahan buah salak tersebut memiliki pangsa pasar yang relatif tinggi dengan tetap menjaga kualitasnya seperti dari cita rasa dan kemasan. Membangun industrialisasi  perdesaan  merupakan  suatu momentum untuk memastikan adanya integrasi yang semakin kuat antara kegiatan di hulu sampai ke hilir. 

“Industri perdesaan yang dibangun adalah berbasis pada produk pertanian yang ada di di dalam kawasan perdesaan dan desa-desa sekitarnya,” sambung Sedana yang juga Rektor Universitas Dwijendra Denpasar.  

Lebih jauh ia menjelaskan, selain memberikan nilai tambah terhadap produk pertanian, agroindustri di perdesaan juga mampu menyediakan kesempatan kerja baru bagi penduduk perdesaan, seperti tenaga kerja untuk sortasi, pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, pengemasan dan lain sebagainya. 

Kondisi ini memiliki kontribusi terhadap pengurangan pengangguran dan peningkatan pendapatan masyarakat perdesaan. Untuk selanjutnya, ekonomi perdesaan akan dapat semakin lancar pertumbuhannya karena daya beli masyarakat semakin tinggi. 

Sedana mengatakan, guna mewujudkan industrialisasi perdesaan, dibutuhkan adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong dan membangkitkan para investor perdesaan atau dari perkotaan untuk membangun agroindustri di hilir. 

“Keberadaan agrindustri agar dapat mendorong terbentuknya bisnis inklusif antara para petani atau kelompok petani salak seperti adanya kemitraan usaha yang saling membutuhkan dan menguntungkan,” ujar Sedana. 

“Bisnis inklusif ini juga dapat melibatkan aktor pasar lainnya, seperti lembaga keuangan, pemerintah dan perguruan tinggi,” sambungnya.

Dikatakan, peran pemerintah selain sebagai regulator, juga dapat berperan dalam kegiatan penyuluhan pertanian atau bagian dari subsistem penunjang agribisnis. Penyuluhan tidak semata-mata dari aspek teknologi pertanian atau cara berbudidaya salak, tetapi meliputi aspek organisasi, manajemen, keuangan dan kemitraan bisnis bagi kelompok petani salak. 

“Dengan demikian, jika produksi salak melimpah, kelompok petani dapat mengorganisir para anggotanya untuk melakukan pengumpulan buah salak yang akan diolah oleh pihak pengelola industri, sehingga harga buah salak tidak mencapai titik terendah karena telah terwujudnya kemitraan bisnis di antara para aktor pasar di dalam rantai pasok buah salak,” pungkas Gede Sedana. 

Komentar