nusabali

Pengusaha Dukung Migor Satu Harga

  • www.nusabali.com-pengusaha-dukung-migor-satu-harga

Penerapan satu harga mudah dilakukan di tingkat ritel, namun sulit untuk pedagang kecil

JAKARTA, NusaBali

Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mendukung penuh kebijakan Pemerintah yang mulai memberlakukan minyak goreng satu harga sebesar Rp 14.000 per liter.

Hal itu disampaikan  Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, dalam RDP dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (19/1).

“Untuk domestik ini dilakukan produk Pemerintah untuk memberikan ke konsumen harga minyak goreng yang terjangkau, karena sekarang sangat mendesak. Jadi GIMNI mendukung penuh program tersebut dengan harga Rp 14 ribu,” kata Sahat seperti dilansir liputan6.com.

Menurutnya, langkah yang dilakukan Pemerintah sangat tepat karena saat ini memang terjadi kenaikan harga kelapa sawit yang signifikan di pasar global. “Harga (sawit) memang naik tak terbendung,” imbuhnya.

Sahat menjelaskan, kenaikan harga komoditas minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) memang sudah melonjak tajam mulai dari Mei 2020. Dimana pada tahun 2020 harga CPO masih dikisaran Rp 7.000 per kg. Namun kemudian di tahun 2021 dan awal 2022 terjadi peningkatan harga sebesar 100 persen, yakni menjadi Rp 14.000 per kg. Memang kenaikan ini berdampak baik untuk ekspor, lantaran devisa negara menjadi bertambah.

Tapi imbasnya harga minyak goreng di pasaran menjadi mahal, khususnya di dalam negeri. Keterjangkauan minyak goreng bagi masyarakat berpenghasilan rendah menurun. Inilah yang harus menjadi perhatian Pemerintah.

“Memang tren price-nya 100 persen naik dibanding Mei 2020,” ujarnya.

Perihal minyak goreng, sebetulnya mulai tahun 2017 ke 2022 animo masyarakat sudah bergeser dari produk yang curah meningkat ke produk kemasan. Kalau dulu kemasan curah itu 41 persen dari total penjualan domestik, sekarang tinggal 32 persen.

Dengan demikian masyarakat kita sudah sadar dengan packingnya minyak goreng akan terjamin supplynya  dan juga tidak akan berasal dari minyak recycle atau jelantah yang diolah kembali.

Sulit Diterapkan

Di sisi lain, ada pengusaha menilai kebijakan minyak goreng Rp 14 ribu per liter akan sulit diterapkan secara merata. Khususnya untuk distribusi ke pedagang kecil.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) Adi Wisoko dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR. Dia mengatakan penerapan satu harga ini mungkin akan mudah dilakukan di tingkat ritel, namun untuk ke pedagang kecil sampai ke warung-warung akan sulit sekali memastikan harga tetap Rp 14 ribu per liter.

"Selanjutnya kalau untuk distributor D1, D2, maupun ke warung bagaimana memastikannya? Kurang jelas. Bagaimana mendapatkan bukti bahwa bisa capai Rp 14 ribu sampai tingkat pembeli eceran terbawah ini," ungkap Adi pada kesempatan yang sama, Rabu (19/1).

Dia pun pesimis kebijakan satu harga ini bisa menurunkan harga minyak goreng yang sedang tinggi-tingginya. Kebijakan ini sendiri mulai berlaku per Rabu (19/1), semua minyak goreng kemasan, baik yang sederhana maupun premium wajib dijual dengan harga Rp 14 ribu per liter.

"Hasilnya kita kurang tahu apakah akan bisa turunkan secara keseluruhan seluruh Indonesia bisa nikmati harga Rp 14 ribu,”ujarnya seperti dilansir detikcom.

Adi juga mengungkapkan ada hal lain yang dia khawatirkan dengan adanya kebijakan satu harga ini. Dia menjelaskan subsidi diberikan oleh pemerintah kepada produsen minyak goreng terhadap selisih harga oleh BPDPKS.

Nah untuk menagih subsidi itu dia mengatakan pihaknya harus mendapatkan bukti jelas minyak goreng yang disalurkan seharga Rp 14 ribu per liter. Di tingkat ritel, mungkin akan mudah karena bukti penjualannya jelas. Namun di pedagang kecil hal itu akan sulit dilakukan.

"Untuk menagih ke BPDPKS ini harus mesti arti kata dokumen harus bisa bertanggung jawab. Kalau kita jual ke supermarket, minimarket jelas ada NPWP dan sebagainya. Kalau untuk distributor D1, D2, maupun ke warung bagaimana mau memastikannya?" kata Adi. *

Komentar